Hari itu adalah hari yang cerah tapi mendung, dengan matahari yang bersinar di antara awan. Pagi itu embun dingin panas menempel di daun-daun hijau. Hani dari kejauhan melepaskan kepergian saudara laki-lakinya ke tempat peristirahatan terakhir.
Hani dianggap gadis pembawa sial oleh keluarganya. Pria yang dekat dengan Hani, akan mati. Sepupu dan Kakak kandungnya adalah korbannya.
Apakah Hani adalah gadis pembawa sial?
Mengapa setiap pria yang dekat dengannya selalu saja dekat dengan kematian?
Ikuti jalan ceritanya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yenny Een, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9 Sosok Hitam
"AAAAAAAAAAAAAAAA!" Hani berteriak tangannya memukul udara kakinya seolah menendang sesuatu.
"Hani, Hani, Hani!" Valdi menepuk pundak Hani.
Dengan napas yang tidak beraturan Hani membuka mata. Hani memandangi kaca mobil depan. Tidak ada tulisan berwarna merah.
"Hani, ada apa?" Valdi nampak cemas.
"Hanya mimpi," Hani menstabilkan jantungnya.
BBBBZZZZZTT!
Hani menerima pesan. Hani membuka pesan tapi bukan di aplikasi berwarna hijaunya. Biasanya yang ngirim pesan lewat SMS itu hanyalah operator seluler. Dengan santai Hani membukanya.
"AAAAAAAAAAAAAAAA!" Hani melempar ponselnya ke dasboard mobil.
Valdi yang penasaran mengambil ponsel Hani. Valdi membaca pesan yang dikirim seseorang kepada Hani. Mata Valdi membelalak. Nomor pengirimnya tidak terlihat. Valdi langsung teringat Dokter Arash. hanya dia orang yang terakhir kali meneror Hani. Tapi ada yang berbeda, Arash mengirim pesan lewat aplikasi hijau sedangkan orang ini lewat SMS.
"Ka, katanya aku pembawa sial," tubuh Hani gemetar ketakutan.
"Itu tidak benar. Hani sebaiknya kita masuk ke dalam," Valdi hendak membuka pintu mobilnya.
Dan tiba-tiba saja asap putih tebal mengelilingi mobil mereka. Terdengar bunyi cakaran tangan dari atas mobil Valdi disertai dengan suara hembusan napas yang berat. Valdi dan Hani terdiam. Suara itu semakin lama semakin jelas.
Tercium bau amis yang sangat menusuk penghidu. Hampir saja Hani muntah di dalam mobil. Hani membuka sedikit kaca jendela mobilnya. Tiba-tiba saja rambut Hani ditarik oleh tangan hitam yang masuk dari sela jendela mobil.
"Kak tolooooong!" Hani berusaha melepaskan tangan itu.
Valdi menarik pundak Hani. Hani menjerit kesakitan akibat tarikan rambut yang begitu kuat. Valdi menaikkan kaca jendela mobilnya. Tangan itu semakin kuat menjambak rambut Hani. Valdi mengambil gelang tasbih yang ada di dalam laci dashboard. Valdi memasangkan gelang itu ke lengan hitam. Terdengar suara raungan, tangan itu dalam sekejap menghilang.
Valdi mengusap kepala Hani. Terdapat beberapa helai rambut Hani yang rontok di tangannya.
"Apakah sakit?" Valdi menunjukkan rambut Hani.
"Bukannya kita sudah sampai rumah. Ini di mana Kak?" Hani sambil memegang rambutnya memberanikan diri mengintip dari jendela mobil.
Perlahan kepulan asap putih itu menipis. Valdi mengamati sekitar.
"Aku juga gak tau kita ada di mana. Banyak-banyak berdoa Hani. Kita harus meninggalkan tempat ini segera."
Valdi menstarter mobilnya. Terus menstarter, tapi mobilnya seolah enggan berlari. Mereka kini terjebak di tempat yang sama sekali asing bagi mereka. Mau tidak mau Valdi harus keluar dari mobil untuk mencek mobilnya.
"Hani, apapun yang terjadi kamu harus tetap di sini."
Valdi keluar dari mobil. Valdi membuka kap mesin mobilnya, tidak ada yang salah semua aman. Valdi menutup kembali kap mesin mobilnya. Valdi mendengar suara langkah berjalan ke arahnya. Valdi perlahan memutar badan.
Valdi berhadapan dengan seorang pria yang berbaju hitam, berambut kusut. Wajahnya tertutup rambut. Dari penampilannya yang gosong terlihat seperti habis tersambar petir. Dari perutnya menetes darah berwarna hitam. Kakinya mengambang. Badan bagian atas dan bawahnya tidak seimbang.
Dengan sendirinya mobil Valdi menyala. Mobil itu mundur beberapa meter dari Valdi berdiri. Valdi memandangi mobilnya. Hani memberi isyarat kepada Valdi bahwa bukan dirinya yang menyalakan mesin mobil. Mobil itu mengoperasikan dirinya sendiri.
Mobil Valdi menyorotkan lampu ke arahnya. Valdi mengangkat lengannya menahan cahaya yang menyilaukan mata. Hani berteriak ketika mobil itu dengan sendirinya melaju kencang ke arah Valdi.
"AWAAAAAAS!" teriak Hani tangannya berpegangan pada hand grip yang ada di atas kepalanya.
BRAAAKKKK!
Mobil itu menabrak Valdi sampai jatuh terpental.
"AAAAGGGGHHHHHH!" Valdi merasakan sakit yang luar biasa dari tubuh bagian belakangnya.
"Maaf Kak Valdi, itu bukan aku!" teriak Hani dari dalam mobil. Hani terkunci di dalam mobil.
Valdi dengan susah payah bangun, bediri, sampai akhirnya pria gosong itu menyentuh pundaknya. Tangan hitam dengan kukunya yang tajam menusuk pundak Valdi. Lagi-lagi Valdi mengerang kesakitan. Valdi menahan sakit sembari membaca ayat-ayat suci dalam hati.
Sosok hitam itu menghilang. Bumi berguncang hebat, angin ribut mulai meniup kasar apa saja yang ada di hadapannya. Hani berhasil membuka pintu mobil dan membantu Valdi masuk ke dalam mobilnya. Tidak berapa lama kemudian angin ribut kembali berputar-putar, mobil mereka masuk ke dalam pusaran.
"AAAAGGGGHHHHHH!" Valdi dan Hani berteriak.
"Hani, Valdi!" terdengar pukulan keras di luar mobil.
Hani dan Valdi membuka mata mereka. Mereka saling berpandangan. Mereka rupanya berada di halaman rumah Hani. Mereka langsung keluar dari mobil.
"Ada apa dengan kalian?" Zaki mengernyitkan keningnya.
Hani dan Valdi diam. Mereka sama-sama masih merasakan pusing di kepala. Mereka bersandar di mobil menstabilkan keseimbangan. Zaki menyuruh mereka masuk ke dalam rumah.
Zaki tidak tahu apa yang terjadi pada mereka berdua. Zaki secara bergantian memapah Hani dan Valdi masuk ke dalam rumah. Zaki melihat pundak Valdi berdarah. Zaki juga membantu membersihkan dan mengobati luka Valdi.
Zaki yang baru saja pulang dari kantor, melihat mobil Valdi yang berputar-putar mengelilingi halaman rumahnya yang luas. Zaki terus berteriak memanggil Valdi, tapi Valdi dan Hani terlihat tidak sadarkan diri. Zaki hanya bisa menunggu sampai mobil Valdi berhenti sendiri. Dan akhirnya mobil itu berhenti dengan sendirinya.
Valdi yang membaca kebingungan di wajah Zaki secara perlahan menceritakan apa yang baru saja terjadi kepada mereka. Dan Hani pun juga cerita tentang apa yang dikatakan Ricky kepadanya kepada papanya.
"Valdi, bukannya ...." Zaki menatap Valdi.
"Iya Om bisa saya pastikan dia sudah berkalang tanah. Kontaknya juga sudah diblokir," jawab Valdi.
"Bagaimana mungkin?"
Dan ponsel Hani kembali mendapatkan pesan. Hani takut membuka ponsel dan memberikan ponselnya kepada Zaki. Zaki dan Valdi membuka pesan SMS yang nomor kontaknya tersembunyi. SMS itu berbunyi 'Gadis Pembawa Sial'.
"Tidak mungkin," Zaki keluar dari rumahnya. Mengamati setiap sudut rumahnya. Zaki kembali masuk ke dalam rumahnya.
"Valdi, Om takut Hani dalam bahaya. Hani tidak aman di sini," Zaki memeluk Hani.
"Om, jika Om izinkan, tinggallah di rumah saya untuk sementara. Rumah saya bisa untuk ditinggali kita bertiga. Biar rumah Om dikontrakkan untuk sementara," saran Valdi.
Zaki diam. Zaki memandangi Hani yang ketakutan setengah mati. Hani mengangguk tanda setuju. Zaki duduk di kursi tamu.
"Valdi, Om terlalu banyak merepotkan mu,"
"Tapi ini demi keselamatan Hani. Orang ini gila Om. Kita tidak tahu apa yang dilakukannya kepada Hani. Coba Om ingat kejadian beberapa bulan yang lalu. Hani hampir saja kehilangan nyawa," Valdi juga menatap Hani yang semakin erat memeluk Zaki.
"Pa, Kak, apa kalian mendengar dan mencium sesuatu?" Hani menempelkan telunjuk di bibirnya.
Zaki dan Valdi diam. Mereka mempertajam indra pendengaran dan penciuman mereka. Mereka bertiga bergegas menuju dapur.
"Oh tidaaaaaak. Lariiiiiiiiiiii!"
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...