"Untukmu Haikal Mahendra, lelaki hebat yang tertawa tanpa harus merasa bahagia." - Rumah Tanpa Jendela.
"Gue nggak boleh nyerah sebelum denger kata sayang dari mama papa." - Haikal Mahendra.
Instagram : @wp.definasyafa
@haikal.mhdr
TikTok : @wp.definasyafa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon definasyafa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
⋆˚𝜗 Seraphic 𝜚˚⋆
“Haikal pengen meluk Mama Papa,
tapi mereka nggak mau. Kenapa?
Apa karena Haikal kotor?” - Haikal Mahendra.
Bagi semua orang akhir pekan adalah waktu untuk istirahat, bersenang-senang, atau bahkan berkumpul bersama keluarga. Tapi itu tidak berlaku bagi anak broken home seperti Haikal, lelaki itu pagi ini justru sibuk membersihkan rumahnya. Menyapu seisi rumah itu, mengepel, membereskan bungkus-bungkus snack yang berserakan sebab ulah teman-teman geng motornya semalam.
Tidak masalah, Haikal bahkan sangat bersyukur memiliki mereka sekarang itu tandanya banyak orang yang akan menemani hari-hari hidupnya nantinya. Dia juga sudah menganggap mereka sebagai keluarga bukan hanya sekedar sahabat atau bahkan teman nongkrong. Peaceable adalah keluarganya, keluarga kedua yang saat ini dia punya setelah Mommy dan Daddy Cakra.
Waww, Haikal adalah salah satu anggota geng motor sekarang. Ya, dia sudah menjadi bagian dari Peaceable Geng semenjak satu minggu belakangan ini. Hubungan Haikal, Cakra dan anggota Peaceable lainnya sudah sangat baik, mereka sudah seperti sahabat lama meski baru berkenalan satu minggu kemarin. Apalagi kedekatan antara Haikal, Cakra, Nando dan juga Rey.
Pertemuan pertama mereka memang jauh dari kata baik saat itu, tapi mereka sekarang sudah menyandang julukan pelawak dan tukang biang rusuhnya Peaceable. Sebab mereka yang selalu membuat lelucon-lelucon dan kegaduhan di luar nalar, jelas semua itu di ketuai oleh Haikal. Semua anggota Peaceable mengakui bahwa keberadaan Haikal mampu merubah suasana dalam pertemanan mereka, Haikal memberi warna tersendiri dalam persahabatan mereka.
“Nasib-nasib kalau rumah gue di jadiin markas gini, udah mana mereka jorok-jorok lagi. Untung sahabat gue tuh, kalo nggak udah gue tendang mereka satu-satu.” grutu Haikal sambil mengambil satu per satu kulit kacang yang berceceran di bawah kolong meja.
Emang dasar tamu tidak tau malu, setelah membuat rumah orang berantakan seperti ini mereka justru melarikan diri masing-masing. Untungnya Haikal orang baik jadi dia tidak akan balas dendam, mungkin hanya mencomot satu-persatu makanan mereka nantinya.
Kaki itu melangkah menuju keluar rumah dengan kedua tangan yang menenteng kantong plastik merah yang penuh dengan sampah ulah teman-temannya. Membuka tutup tong sampah besar yang berada tepat di depan rumahnya kemudian memasukkan dua kantong plastik itu ke dalamnya tak lupa Haikal juga kembali menutup tempat sampah itu.
Badan tinggi itu berputar hendak kembali masuk kedalam rumah, namun 2 mobil yang berhenti tepat di depan rumahnya sontak berhasil menghentikan langkahnya. Satu orang pria berjas rapi keluar dari dalam mobil berwarna putih kemudian diikuti dengan pria dan wanita yang keluar dari mobil hitam belakangnya.
Kedua mata Haikal berbinar menatap Orang yang baru saja keluar dari mobil hitam itu, kakinya dengan cepat berlari menghampiri dua orang yang kehadirannya sudah lama dia nantikan. Haikal kendak berhambur ke pelukan wanita itu, tapi wanita itu sudah lebih dulu memundurkan langkahnya. Haikal sempat terdiam sebentar sebelum kembali mengembangkan senyumnya.
“Ma, Mama kesini, Haikal kangen banget sama Mama.” Haikal mendongak menatap Mama-nya lekat, kedua mata binarnya terlihat sangat jelas serta senyuman yang masih selalu mengembang. Raut wajah itu cukup menandakan bahwa Haikal sangat amat bahagia dengan kehadiran orang tuanya.
“Papa juga kesini, Haikal kangen banget sama Papa.” Ucap Haikal pada pria di samping Mama-nya dengan sangat antusias.
Haikal mendongak menatap orang tuanya bergantian, senyuman di bibirnya masih belum luntur sedikitpun, bahkan senyuman itu semakin lama semakin merekah sangking bahagianya dia dapat bertemu kedua orang tuanya setelah sekian lama menantikan momen ini terjadi.
“Mama sama Papa apa kabar? Baik? Keluarga baru Mama Papa gimana, baik juga kan Ma Pa? Kalian udah bahagia kan sekarang? Haikal seneng banget kalau Mama sama Papa udah nemuin kebahagiaan nya.”
Beda dengan Haikal yang terlihat begitu antusias, kedua orang tuanya itu justru hanya diam tidak berniat untuk menjawab rentetan pertanyaan Haikal. Lebih parahnya lagi dua orang dewasa itu tidak menatap ke arah Haikal sedikitpun, pandangan mereka selalu mengedar menyusuri setiap inci sudut rumah di depannya. Namun, itu semua tidak mematahkan kebahagiaan Haikal saat ini. Tidak masalah yang terpenting sekarang dia dalam melihat Mama dan Papa-nya baik-baik saja.
“Ayo masuk Ma, Pa. Haikal bikinin minum, pasti Mam sama Papa haus kan?”
Haikal hendak meraih tangan kanan Mama dan Papa-nya tapi mereka justru menghindar, dua orang dewasa itu melangkahkan kakinya terlebih dahulu memasuki rumah. Haikal tersenyum tipis sambil mengangkat kedua tangannya, kemudia tatapannya beralih pada tong sampah yang tak jauh dari tempatnya berdiri.
“Ya Allah, Haikal bodoh banget sih lo. Mama sama Papa nggak mau lo pegang karena tangan lo kotor kal, kan lo belum cuci tangan gimana sih?” Gumamnya sebelum berlari menuju keran air berada.
Haikal dengan cepat mencuci tangannya tak lupa dia juga memakai sabun cuci tangan untuk mencuci tangannya. Setelah benar-benar dia rasa bersih , lelaki itu cepat-cepat melangkahkan kakinya memasuki rumah menemui kedua orang tuanya.
Haikal berdiri tepat di depan Mama Papa-nya, “Ma, Pa Haikal udah cuci tangan kok, nih udah bersih. Sekarang Haikal boleh peluk Mama Papa kan?” Tanya Haikal antusias, kedua telapak tanganya dia sodorkan di hadapan orang tuanya meyakinkan bahwa tangannya sudah benar-benar bersih sekarang.
Heni dan Andy mengabaikan ucapan Haikal, bahkan untuk sekedar menatapnya saja tidak. Dua orang itu fokus menatap ke arah tangga, entah tengah menunggu siapa mereka. Haikal tetap pada posisinya menatap kedua mata Mama Papa-nya.
Setelahnya Haikal beralih menatap ke arah pandang orang tuanya itu sebentar sebelum kembali menatap orang yang paling berharga dalam hidupnya itu secara bergantian. Senyumnya kembali mengembang di kedua sudut bibir Haikal.
“Haikal sayang banget sama Mama Pap.” Ucap Haikal pelan, sangat pelan bahkan sepertinya orang tuanya itu tidak mendengar ucapan Haikal.
Haikal diam dengan mata yang masih setia menatap setiap pahatan wajah orang tuanya. Mengobati rasa rindu yang selama ini dia pendam, tidak masalah meskipun orang tuanya itu tidak mau menatap ke arahnya, yang terpenting sekarang mereka sudah berdiri tepat di depannya.
“Bagaimana pak Abraham, masih sangat bagus bukan rumahnya?”
Pertanyaan yang keluar dari mulut Andy sontak menyadarkan Haikal dari lamunannya. Lelaki 14 tahun itu menolehkan kepalanya mengarah pada seorang pria berjas hitam yang entah dari mana datangnya, yang Haikal tau pria itu tadi ke sini bersama dengan Mama Papa-nya. Tapi Haikal tidak tau kapan pria asing itu masuk ke dalam rumahnya, kenapa tiba-tiba dia sudah menuruni tangga dan berjalan ke arah kedua orang tuanya sekarang. Orang asing yang lancang.
“Sangat bagus, saya suka. Masih dengan harga yang sama bukan, pak Andy?”
Andy mengangguk cepat, “iya pak Abraham, harga masih tetap sama. Jadi bagaimana, deal?”
Pria berjas hitam itu terkekeh, kekehan berwibawa orang-orang berjas pada umumnya. “tidak perlu di tanyakan lagi pak, hari ini juga saya akan transfer.”
Andy dan Heni tersenyum mendengar jawaban pria bernama Abraham itu.
“Oke, sudah saya transfer, bisa anda cek dulu pak Andy.” Pria berjas itu berucap setelah berkutat dengan benda pipih nya sebentar.
Andy segera meraih ponsel dalam saku jasnya, “sudah pak Abraham, terimakasih.”
“Baik pak Andy, saya harap besok rumah ini sudah di kosongkan.” Ujarnya sebelum melangkah meninggalkan rumah itu.
Haikal menatap kepergian pria itu dalam diam, di benak saat ini dipenuhi dengan beberapa pertanyaan. Mulai dari siapa pria itu hingga mengapa rumah ini harus sudah kosong besok. Apa Mama Papa-nya menjual rumah peninggalan neneknya ini, tidak mungkin kan? Mama dan Papa-nya itu tidak mungkin tega untuk mengusir Haikal dari tempat tinggal satu-satunya.
“Ma, Pa kenapa orang yadi bilang rumah ini harus kosong besok?”
Heni melangkah mendekat ke hadapan Haikal, “beresin semua barang-barang kamu Haikal.”
Haikal mengerjap pelan setelahnya lelaki itu tersenyum tipis, “Mama mau bawa Haikal tinggal bareng Mama?” Tanyanya antusias, kedua matanya bahkan terlihat sangat berbinar.
“Rumah ini kami jual, dan kamu harus segera pergi dari sini. Terserah kamu mau pergi kemana yang jelas jangan ikut tinggal sama kami.” Ujar Andy dengan menatap datar Haikal.
“Ma, Pa kenapa kalian jual rumah ini? Ini kan rumah peninggalan Nenek Pa. Lagian kalo rumah ini di jual Haikal harus tinggal dimana, sedangkan Mama sama Papa nggak mau bawa Haikal. Kedua mata itu terlihat sangat resah, bahkan sudut matanya sudah berair tidak butuh waktu lama air mata itu untuk tumpah.
Haikal bingung, dia harus tinggal dimana nanti bila rumah ini benar-benar di jual. Haikal tidak punya apapun, hanya rumah ini tempat Haikal berteduh.
Lalu jika rumah ini di jual, dia harus tinggal dimana?
Haikal menatap Haikal jengah, “Mama sama Papa butuh uang buat buka usaha, kamu sendiri yang bilang mau lihat Mama Papa bahagia kan? Mama yakin kamu ingat semua ucapan kamu itu Haikal.”
Haikal diam menatap orang tuanya itu lekat, kepalanya mengangguk pelan, “iya ma, tapi nanti Haikal harus tinggal dimana?”
“Kamu masih punya apartemen pemberian Nenek kamu, kamu bisa tinggal di sana.”
Lagi dan lagi Haikal hanya mampu diam, dia tidak tau harus mengatakan apa. Di satu sisi dia memang ingin melihat orang tuanya itu bahagia, tapi di rumah ini sangat banyak momen kenangan bersama almarhumah Nenek-nya.
“Sekarang cepat kemasi barang-barang kamu, Haikal.” Perintah Heni sebelum melangkahkan kakinya keluar rumah itu di ikuti Andy di belakangnya, mereka sudah mendapatkan apa yang mereka mau lalu untuk apa mereka berlama-lama di tempat itu.
Haikal menatap punggung kedua orang tuanya dengan tatapan kosong, “Nek, Mama sama Papa jual rumah Nenek, sekarang nggak ada lagi tempat kenangan Haikal sama Nenek.”