Ikuti setiap bab nya dan jangan lupa tinggalkan dukungannya ♥️
****
Anindira dan Anindita adalah saudari kembar yang terpisah sejak lahir. Keduanya memiliki nasib yang berbeda, Anindira sudah menikah tetapi dirinya selalu di sakiti oleh sang suami dan tidak mendapatkan kebahagiaannya. Sementara Anindita, dirinya hanya bisa menghamburkan uang dan angkuh.
Suatu hari, tanpa sengaja Anindita menggantikan peran Anindira. Dirinya masuk ke dalam kehidupan suami Anindira, dan tidak menyangka betapa hebat saudari kembarnya itu bisa hidup di tengah-tengah manusia Toxic.
Bagaimana kehidupan mereka selanjutnya?
SO STAY STUNE!
NO BOOM LIKE, BACA TERATUR DAN SEMOGA SUKA 😍🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mom AL, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 6 TWINS A
Yuna turun dari mobil, sedangkan Haikal menunggu wanita itu masuk terlebih dahulu baru dia pergi dari sana. Setelah berada di dalam, Yuna celingukan, melihat situasi sekitar.
"Aman, sepertinya Papa belum pulang.'' ucap Yuna berjalan mengendap-endap menuju kamarnya.
"Sst!"
Yuna menoleh ke asal suara, dia menatap tajam ke arah kakak angkatnya. "Apa kau tidak punya pekerjaan lain selain menggangguku?" tukasnya kesal.
"Turunkan nada bicaramu, anak pungut! Kau sudah ditunggu Papa di ruang kerjanya." ucap Raiden sambil membuang permen karetnya ke sembarang arah.
Yuna menelan ludah dengan susah payah. "Aku akan mengatasinya dengan mudah, kau tidak perlu merasa khawatir!" sahut Yuna penuh kesombongan.
"Dasar anak pungut tidak tahu diri!" cibir Raiden kesal.
Ayuna masuk ke dalam ruang kerja sang Papa, dia tersenyum tipis lalu berjalan mendekati papanya.
"Pa, aku—"
"Kau sama sekali tidak pernah peduli dengan perkataan Papa." ujar pria paruh baya berusia enam puluh tahunan itu, memotong perkataan Ayuna dengan cepat.
"Tadi malam temanku mengadakan party untuk acara ulang tahunnya. Dan karena sudah larut malam, jadi aku menginap dirumah Stella."
Papa Yuna— Yudha menatap sang putri dengan lekat, mencoba mencari kejujuran disana. Yudha sangat menyayangi Yuna, ketika Yuna berusia sepuluh tahun, sang Mama meninggal dunia karena penyakit jantung. Yudha berusaha menjaga dan membesarkan Yuna seorang diri.
"Kau berbohong pada Papa, Nak." Yudha menggeleng kecewa.
"Tidak, Pa! Aku—"
"Sepuluh tahun belakangan ini kau sudah bersikap semaumu. Kau selalu berfoya-foya dan pandai berbohong."
"Cukup, Pa! Sebenarnya aku tidak mau jadi seperti ini. Tapi mau bagaimana lagi? Papa selalu sibuk dengan urusan papa sendiri, tanpa mempedulikan aku yang masih butuh kasih sayang dan perhatian dari orang tua!" Yuna mulai terpancing emosi.
"Papa melakukan semua itu demi dirimu, Nak. Masa depanmu yang cerah, keinginan yang harus terwujud, dan kebahagiaanmu."
"Kebahagiaan? Coba katakan dimana letak kebahagiaanku, Pa? Aku selalu sendiri, tidak ada yang pernah bertanya, bagaimana harimu, Yuna? Kau sudah makan atau belum? Apa kau tidak mau bekerja? Apa kau ada masalah?" Yuna menatap Yudha dengan lekat. "Aku juga butuh seorang teman untuk bercerita, Pa. Aku ingin berkeluh kesah, tapi tidak ada yang punya waktu untukku! Jika Mama masih ada, semua ini tidak akan terjadi." lanjutnya pergi meninggalkan ruangan Yudha.
"Yuna! Ayuna Prameswari tunggu!" teriak Yudha bangkit dari tempat duduknya.
Saat ingin menuju kamarnya, Yuna bertemu dengan Raiden, pria itu menyadarkan tubuhnya di dekat pintu kamar Ayuna.
"Aku sedang kesal, jangan menggangguku, Raiden!"
Raiden tertawa, untuk meledek Yuna. "Wajahmu terlihat sedih, apa Papa memarahimu? Atau kau sudah sadar diri siapa kau dirumah ini?" cibir Raiden penuh kepuasan melihat wajah marah Ayuna.
"Aku baru saja melampiaskan amarahku, dan aku sangat lega karena sudah melakukannya." Yuna tersenyum tipis. "Kau tahu kan, betapa sayangnya Papa padaku? Sebenarnya aku bisa saja membuatmu di usir dari rumah ini dan juga mengambil semua fasilitasmu. Tapi aku tidak melakukannya, karena aku masih punya rasa kasihan padamu." Yuna menepuk pundak Raiden lalu dirinya masuk ke dalam kamar dan menutup pintu dengan kencang.
Raiden yang mendengar itu refleks menendang dinding, baginya sangat sulit menang dari seorang Ayuna Prameswari.
"Suatu saat nanti aku pasti akan membuat perhitungan padamu, anak pungut! Mamaku meninggal gara-gara dirimu, dan aku tidak bisa melupakan hal itu." ucap Raiden mengepalkan kedua tangannya dengan erat.
BERSAMBUNG
mudah2 an mereka saling menerima 1 sama lainnya