"Apa yang kamu tahu?" tanya Aditya pada pria yang kepalanya berlumuran darah.
"Aku hanya lihat ada tiga orang pria datang lalu dia menyuntikkan sesuatu pada wanita itu. Setelah wanita itu tidak berdaya, mereka menggantungnya seolah dia bunuh diri."
Usai mengatakan itu, pria tersebut menghilang tanpa bekas.
Sebagai seorang polisi, terkadang Aditya menemui kesulitan ketika mengungkap sebuah kasus. Dan tak jarang dia sering meminta informasi dari makhluk tak kasat mata yang ada di sekitar lokasi kejadian.
Aditya memanfaatkan indra keenamnya untuk mengungkap kasus kejahatan yang terjadi di sekitarnya. Tak sendiri, dia ditemani jin cantik bernama Suzy yang rela membantunya melakukan apapun, kecuali mencarikan jodoh untuknya.
"Haiissshh.. Tante Suzy.. yang benar dong kalau kasih info. Nyasar lagi nih kita!" kesal Adita.
"Kalau mau nanya alamat tuh ke Mbah Gugel! Bukan ke aku!"
Aditya hanya menepuk keningnya saja.
"Percuma ngajak jin dongo," gumam Aditya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Petunjuk
"Bagaimana perkembangan kasus yang kamu tangani?" tanya Tamar.
Saat ini Aditya sudah berada di rumahnya. Berbincang bersama kedua orang tuanya di ruang tengah. Sejak dia bekerja di Polrestabes, Aditya sangat jarang menghabiskan waktu di rumah. Stella kadang sering mengeluh, di saat sang anak sudah tinggal bersamanya, tetap saja dirinya tidak bisa menghabiskan waktu bersama.
"Masih belum ada hasil, Pa. Tapi aku yakin kalau pembunuhnya itu ada di Sentinel, tapi aku ngga tahu siapa. Ngga mungkin pin itu tiba-tiba ada di dekat TKP. Apalagi ada dua darah yang terdapat di sana. Salah satunya adalah darah si pembunuh pastinya."
"Jangan putus asa. Tidak ada kejahatan yang sempurna. Pasti pelaku akan meninggalkan jejak walau setitik. Kamu juga jangan terlalu fokus pada Sentinel, supaya kamu bisa melihat semuanya secara keseluruhan. Kalau kamu hanya memperhatikan Sentinel, bisa jadi kamu malah melewatkan petunjuk penting."
"Iya, Pa."
"Suzy emang ngga bantuin kamu?"
"Bantu, Ma. Malah aku udah tahu juga wajah orang yang bunuh Bu Lastri. Tapi kan aku ngga bisa nangkep orang gitu aja. Harus ada bukti dan saksi yang kuat. Lagian orangnya juga belum ketemu."
"Kalau ketemu, langsung aja tangkap terus kirim ke pulau Rinca biar jadi makanan komodo."
"Ngga bisa gitu dong, Ma."
"Lebih bagus begitu, biar kejahatan berkurang. Biar negara yang ngga usah keluar uang banyak buat ngasih makan napi di penjara."
Aditya tak melanjutkan perdebatannya dengan sang Mama. Bukan hanya karena dia tidak akan pernah menang, tapi juga Tamar sudah memberikan kode padanya. Pria itu berpamitan untuk masuk ke dalam kamarnya. Kini hanya tinggal Tamar dan Stella saja di sana.
"Bang.. kita liburan yuk. Abang masih punya sisa cuti kan? Ambil aja, terus kita liburan, berdua aja. Anggap aja bulan madu lagi."
"Ngga bisa, sayang. Di kantor banyak kasus yang harus diselesaikan, termasuk kasus yang ditangani anakmu. Masa di waktu sibuk kaya gini, Abang malah liburan."
"Abang tuh, susah banget kalau diajak me time sama aku. Abang sadar ngga sih, udah beberapa bulan ini Abang keseringan berada di kantor daripada di rumah. Aku juga butuh suamiku."
"Maaf, sayang. Tapi kamu tahu sendiri kesibukan Abang seperti apa."
Stella bangun dari duduknya lalu masuk ke dalam kamarnya. Tamar hanya menghela nafas saja melihat istrinya yang tengah merajuk. Pria itu bangun lalu ikut masuk ke dalam kamar. Stella sedang berdiri di depan jendela kamarnya. Tamar mendekat lalu memeluk wanita itu dari belakang.
"Sayang.. udah dong jangan ngambek."
"Abang tuh kayanya susah banget meluangkan waktu untuk aku. Selama ini Abang sibuk bekerja, aku juga sibuk mengurus anak-anak. Sekarang anak-anak sudah besar, ngga ada salahnya kan kalau kita meluangkan waktu berdua. Hal ini juga bisa jadi selingan untuk pernikahan kita supaya ngga membosankan dengan rutinitas yang itu-itu aja. Tapi kayanya cuma aku yang berusaha di sini. Sedang Abang ngga ada usahanya sama sekali."
Cerocosan panjang lebar Stella hanya mampu didengar dan ditelan oleh Tamar. Dia sadar kalau jarang meluangkan waktu berdua saja dengan sang istri. Pria itu mengeratkan pelukan di pinggang Stella sambil menciumi puncak kepala istrinya.
"Abang tuh masih cinta ngga sih sama aku?"
Tamar menguraikan pelukannya lalu membalikkan tubuh wanita itu. Dipandanginya wajah Stella yang sampai sekarang masih terlihat cantik. Kedua tangannya menangkup wajah Stella kemudian memberikan ciuman mesra di bibir Stella. Kemarahan Stella menguap ketika Tamar memberikan ciuman manis padanya. Dengan lembut Tamar memagut bibir Stella sambil mengusap punggung wanita itu pelan.
"Beri Abang waktu satu bulan lagi. Setelah itu, kita akan pergi berlibur, berdua saja," ujar Tamar setelah ciuman mereka berakhir.
"Janji?"
"In Syaa Allah."
Tamar kembali menyatukan bibir mereka. Memberikan rasa manis yang candu bagi istrinya. Pelan-pelan Tamar membawa Stella menuju ranjang. Dibaringkannya tubuh sang istri di atas kasur. Pria itu membuka pakaian yang dikenakannya, bersiap memberikan nafkah batin pada wanita tercintanya.
***
Kasus Wina secara resmi dipindahkan ke kantor Polrestabes. Roni juga diikutsertakan dalam penyelidikan. Kali ini Tomi tengah melakukan briefing dengan anggota timnya. Kasus Edwin sudah selesai, dan sekarang mereka fokus pada kasus Lastri dan Wina. Aditya menjelaskan perkembangan kasus sejauh ini. Termasuk hasil penyelidikan di Jakarta.
"Apa yang kamu dapat dari penyelidikan di sekitar rumah korban?" Tomi melihat pada Jaya.
"Tidak banyak informasi. Bu Wina jarang keluar rumah dan jarang bergaul juga dengan tetangga."
"Tidak ada hal ganjil yang kamu temukan di rekaman cctv di sekitar rumah korban?"
"Sejauh ini tidak ada."
"Gali lagi dan cari informasi juga di sekitar TKP. Siapa tahu ada petunjuk yang terlewat."
Tomi membubarkan anggota timnya. Mereka segera berpencar untuk melakukan tugas masing-masing. Aditya dan Tristan kembali mendatangi TKP. Mereka menanyai pedagang yang ada di lokasi. Ketika Aditya sedang bertanya pada Ibu yang menjual seblak, tiba-tiba ada makhluk astral muncul di dekatnya. Jin tersebut mengambil penampakan perempuan cantik berambut panjang.
"Kamu sedang mencari informasi tentang perempuan yang dibuang ke kali ya?" tanya makhluk itu tepat di dekat telinga Aditya.
Mendengar itu, Aditya segera mengakhiri pembicaraan dengan penjual seblak. Dia berjalan menuju tempat yang sepi. Jarinya bergerak meminta jin wanita itu mendekat padanya. Dalam satu kedipan, jin wanita itu sudah berada di dekat Aditya.
"Kamu punya info apa?"
"Di dekat belakang taman yang dekat kali, suka ada yang memarkirkan mobil di sana. Mobil Van warna abu. Saat kejadian, sepertinya mobil itu ada di sana. Mobil itu punya kamera dashboard, pasti pembunuhnya terekam di sana."
"Di mana mobil itu sekarang?"
"Sedang tidak ada. Sebulan sekali, pemilik mobil pergi keluar kota untuk mengambil barang. Dia kadang pergi seminggu sampai sepuluh hari. Kalau perkiraanku benar, besok pemilik mobil akan kembali. Kamu bisa menanyainya."
"Apa dia selalu parkir di sana?"
"Iya."
"Betapa plat nomornya?"
"D 1213 AZK."
"Baiklah. Terima kasih atas infonya. Kenapa kamu membantuku?"
"Karena kamu ganteng," jawab jin tersebut sambil mengedipkan matanya lalu menghilang tanpa jejak.
Aditya hanya memutar bola matanya. Hidupnya benar-benar tidak normal. Bukan manusia yang mendekatinya tapi malah makhluk astral. Tapi lumayan juga, setidaknya dia bisa mendapat informasi berharga.
"Kamu dapat sesuatu?" tanya Tristan yang sudah berada di dekat Aditya.
"Di taman belakang yang dekat kali, sering ada mobil yang terparkir di sana. Mungkin saja mobil itu menyimpan rekaman saat kejadian."
"Di mana mobilnya sekarang?"
"Sedang tidak ada. Besok kita ke sini lagi."
"Baiklah."
Aditya dan Tristan memutuskan kembali ke kantor. Siapa tahu saja Jaya, Roni, Nusa atau Ikhsan berhasil mendapatkan informasi tambahan.
***
Keesokan harinya Aditya dan Tristan kembali mendatangi lokasi di mana mayat Wina dibuang. Mobil yang dikatakan jin wanita kemarin sudah berada di tempatnya. Aditya segera mencari informasi tentang pemilik mobil tersebut. Dari salah satu penjual yang ada di dekat sana, diketahui kalau rumah pemilik mobil tidak jauh dari sana.
Mengikuti petunjuk yang diberikan oleh pedagang tersebut, Aditya dan Tristan berhasil menemukan rumah pemilik mobil tersebut. Keduanya segera mengetuk pintu. Tak lama kemudian seorang pria dengan kumis seperti Mas Adam keluar sambil memakai sarung.
"Selamat pagi, Pak."
"Pagi."
"Apa benar Bapak pemilik mobil Van berwarna abu dengan nomor polisi D 1213 AZK?"
"Iya betul. Ada apa?"
Aditya segera menceritakan tujuannya datang. Mendengar itu, sang pria masuk ke dalam kamar untuk mengambil kunci mobil. Tak lama kemudian dia kembali dan segera menuju mobilnya diikuti oleh Aditya dan Tristan. Pria itu memutar rekaman kamera dashboard miliknya sesuai tanggal yang diberikan oleh Aditya.
Rekaman video tidak terlalu jelas karena di lokasi memang minim pencahayaan. Aditya dan Tristan menajamkan matanya ketika melihat ada pergerakan mencurigakan. Nampak dua orang pria menggotong kantung plastik hitam, sementara yang seorang lagi mengawasi keadaan. Wajah orang yang mengamati keadaan terlihat di rekaman kamera dashboard. Itu adalah pria berambut rancung seperti yang ditunjukkan oleh jin kakek tua.
"Itu dia," seru Aditya tanpa sadar.
"Apa kami bisa meminta memory card-nya?"
"Boleh."
Pria itu melepaskan kartu memori dari kamera dashboard lalu memberikannya pada Aditya. Kedua pria itu segera kembali ke kantor. Akhirnya mereka bisa menemukan sedikit petunjuk untuk kasus Wina.