Reiner merupakan ketua Mafia/Gengster yang sangat di takuti. Ia tak hanya di kenal tak memiliki hati, ia juga tak bisa menerima kata 'tidak'. Apapun yang di inginkan olehnya, selalu ia dapatkan.
Hingga, ia bertemu dengan Rachel dan mendadak sangat tertarik dengan perempuan itu. Rachel yang di paksa berada di lingkaran hidup Reiner berniat kabur dari jeratan pria itu.
Apakah Rachel berhasil? Atau jerat itu justru membelenggunya tanpa jalan keluar?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy Eng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9. Menurut lah padaku!
Rachel seketika merasa seluruh otaknya tak bisa berpikir kala mendengar bila Reiner membawa Ayahnya. Belum hilang dari ingatan saat pria itu menembak kepala seseorang di halaman belakang mansion nya. Semua masih terekam dengan jelas.
Pikiran-pikiran yang buruk semakin menyerbu. Takut kalau-kalau pria itu bakal berbuat yang tidak-tidak kepada ayahnya.
Tanpa berpikir lagi, ia lalu berlari keluar dan mengendarai motornya menuju mansion. Tak memperdulikan kemungkinan-kemungkinan yang nakal terjadi di sana. Fokusnya hanya satu, Ayahnya.
Biasanya, Rachel langsung menuju kamar Reiner. Sebab ia benar-benar tak ingin mencari masalah. Namun kini ia terlihat berjalan mengitari bangunan besar itu dan berharap melihat keberadaan Ayahnya.
Dan di saat itu pula, ia baru melihat ada banyak sekali pembantu yang berlalu lalang di sana. Mereka terlihat sibuk sekali. Tanpa Rachel sadari, sebagian dari mereka bahkan saling berbisik saat melihat Rachel berjalan seperti orang bingung.
"Permisi, apa kalian melihat tuan Reiner?" tanya Rachel kepada seorang pelayan yang usianya jauh lebih dewasa ketimbang Rachel.
Mereka berdua menggeleng. Namun di saat bersamaan sang kepala pelayan yang bernama Agatha tiba-tiba muncul.
"Sebenarnya apa hubungan mu dengan tuan Reiner. Kelapa kau bisa punya akses bebas keluar dan masuk sesuka hatimu?"
Mendengar kalimat itu, Rachel sontak membalikkan badannya. Ia menatap wanita tua yang terlihat sangat elegan dan tegas. Siapa perempuan itu?
Rachel sangat bingung saat ini. Sebab dari sekian banyak orang, tak satupun diantara mereka yang ia kenali. Dan melihat kebungkaman Rachel, Agatha segera membuka suara, namun urung sebab seseorang keburu menginterupsi.
"Biarkan dia ikut denganku!" suara Marlon menjadi angin segar bagi Rachel. Namun menjadi sumber pertanyaan Agatha.
Kepala pelayan pun hanya bisa mengangguk sebagai jawaban. Ia menatap Rachel yang kini berjalan mengekor di belakang tubuh tegap Marlon dengan tatapan penasaran. Siapa perempuan itu?
Rachel harus berkali-kali menambah kecepatan berjalan nya sebab langkah Marlon susah ia ikuti. Pria berpostur tinggi itu benar-benar cepat kala berjalan.
Dan jujur , baru hari ini ia berjalan berkeliling mansion tersebut setelah beberapa hari berada di sana. Ia baru sadar jika di sana ada banyak sekali pekerja dan semuanya mengenakan seragam seperti yang ia kenakan.
Hanya saja, miliknya jauh lebih mini dan terkesan seronok.
Ketika melintasi sebuah ruangan, matanya tak sengaja melihat seorang laki-laki dalam keadaan tak sadarkan diri, yang di seret lalu di masukkan ke dalam peti.
Dadanya sontak berdegup lebih keras. Apalagi ini? Apa yang mereka lakukan kepada orang-orang itu? Pikirannya mulai menjurus ke arah yang tidak-tidak.
"Tu-tuan..."
"Jika melihat apapun saya sarankan anda lebih baik diam!" sahut Marlon yang tahu apa yang hendak di ungkapkan oleh Rachel.
Rachel menelan ludah ketakutan. Apakah Reiner benar-benar penjahat kelas kakap?? Keringat dingin mulai muncul tanpa di minta. Rachel menjadi pucat karena ketakutan.
"Tuan ada di dalam!" kata Marlon yang hampir saja ditabrak oleh Rachel sebab tak memperhatikan jalan di depannya.
Rachel mengangguk agak sungkan sebab raut muka Marlon hari ini terlihat tak ramah. Dan sepeninggal Marlon, ia lalu membuka pintu lalu masuk. Namun begitu ia telah masuk, pintu tersebut tiba-tiba terkunci secara otomatis.
KLIK
Membuat Rachel panik.
"Apa kau kemari untuk mencari ayahmu?"
Suara berjenis bass yang terdengar sayup-sayup itu membuatnya menelan ludah. Tak ada waktu untuk memusingkannya soal pintu yang tertutup, sebab sepertinya Reiner tahu tujuannya.
Ia lalu memilih berjalan menuju sumber suara. Tak lagi mempedulikan pintu yang tiba-tiba terkunci. Namun begitu tiba di dalam, ia langsung membelalakkan matanya demi melihat seorang wanita nyaris tanpa pakaian sedang berjongkok menghadap ke arah kelelakian Reiner dan sedang melahapnya penuh selera.
DEG
Ia langsung memutar tubuhnya karena jijik dengan apa yang terjadi.
"Ah!" Reiner mengerang merasakan kenikmatan. Menatap penuh seringai Rachel yang berdiri mematung.
Sementara Rachel yang kini menjadi konyol, merasa bila pria itu telah menjebak nya dan sengaja membuatnya masuk agar melihat semua adegan itu. Benar-benar bajingan.
Rachel berjalan keluar. Saat hendak membuka pintu yang jelas tak akan pernah bisa di buka, suara Reiner sukses membuatnya membeku.
"Jika kau pergi aku akan melenyapkan nyawa Ayahmu!"
DEG
Ancaman yang berhasil membuat tubuhnya makin gemetaran.
Tak berselang lama, Reiner yang kini sudah menuntaskan aktivitasnya berjalan mendekat ke arah Rachel yang matanya benar-benar terlihat merah akibat menahan amarah.
Reiner sedang bertelanjang dada, menampakkan hamparan tato yang membuat aura bengis pria itu makin kuat. Pria itu sangat tampan dengan sorot mata tajam. Tapi perilakunya sungguh membuat Rachel takut.
"Kau berniat kabur dan melupakan tanggungjawab mu?" Reiner meraba bibir merah muda Rachel.
"Sebenernya apa yang kau mau dariku. Kau orang kaya, tapi kenapa kerusakan tak berarti pada mobilmu harus membuat ku menanggung semua ini, hah? Mana Ayahku?" Rachel mendamprat tanpa peduli lagi akan apapun. Ia terlalu muak.
Reiner tersenyum sebab baru kali ada orang yang berani berbicara dengan nada keras dan tak sopan seperti Rachel. Dan soal pertanyaan Rachel, mana mungkin Reiner mengatakan alasannya. Sebab ia adalah seseorang yang ketika menginginkan sesuatu, ia harus mendapatkannya tak peduli bagiamana pun alasan.
"Bersikap baiklah kepadaku. Maka Ayahmu akan baik-baik saja. Hanya itu yang bisa aku jawab. Dan satu lagi, semua ini sebagai pelajaran buat mu. Catat baik-baik. Aku tak suka di bohongi. Kau tau sendiri kan bagiamana mudahnya aku melenyapkan nyawa seseorang?"
***
Rachel duduk melamun di emperan cafe. Ya, sepulang dari mansion tadi, ia sungguh tak ingin langsung pulang. Malas dengan Helen juga saudara tirinya.
Masalah yang ia hadapi sungguh berat. Ia bahkan jijik dengan dirinya sendiri demi teringat kegiatannya tak wajarnya dengan Reiner beberapa waktu lalu
Dan tepukan di pundak yang tiba-tiba, membuatnya berjingkat.
"Hel, ini aku!" Gina sempat mengerutkan kening demi melihat reaksi terkejut Rachel.
Rachel seketika bernapas lega demi melihat Gina. Sementara Gina merasa makin heran dengan rekannya itu.
"Kamu kenapa sih? Akhir-akhir ini jadi aneh tau nggak?"
Haruskah ia menceritakan semua ini kepada Gina? Tapi ia sungguh malu dengan dirinya sendiri. Rachel memilih tersenyum. Adalah tidak pada tempatnya bila ia membalas hal menjijikan itu.
"Capek aja ternyata gak ngambil libur!" kilahnya agar Gina percaya.
Saat keduanya berbicara, Dilan tiba-tiba datang.
"Loh, masih pada di sini?" kata Dilan terlihat tak menyangka.
Kedua gadis itu kompak menoleh. "Kak Dilan, tumben belum pulang?"
"Lah,malah baik tanya. Ini aku mau pulang!"
Rachel dan Gina tergelak mendengar jawaban. Rachel tersenyum melihat Dilan yang tampan dan wajahnya yang begitu menentramkan. Pria itu sangat berbeda dengan Reiner.
Dilan yang di tatap juga memperhatikan wajah Rachel yang tampak lebih lelah dari hari biasanya. Ia mengira jika gadis itu pasti kelelahan lantaran tak mengambil jatah libur.
"Duh, kak saya duluan ya. Di tunggu Ibu mau ada acara keluarga. Hel, duluan ya!" kata Gina demi menyadari jika ia sudah sedikit terlambat.
"Iya, ini aku juga mau jalan pulang!"
Kini Dilan tinggal berdua bersama Rachel. Rachel pun sebenarnya akan pamit pulang, namun tangannya tiba-tiba di tahan.
"Kamu ada masalah? Akhir-akhir ini saya sering lihat kamu melamun!" ucap Dilan menatap dalam mata Rachel.
Rachel menundukkan wajahnya. Ia merasa tak pantas hanya sekedar menatap wajah tampan Dilan. Pria baik yang memiliki sikap sopan dan sangat santun itu seolah membuatnya menyadari kesenjangan yang ada. Ia merasa kotor sebab perbuatan Reiner tempo hari padanya.
"Emmm kayaknya belum terlalu malam. Kita ke pinggiran yuk!"
"Mau ngapain kak?" tanya Rachel.
"Ngopi!"
"Lah, kan banyak di dalam!"
"Bukan ngopinya yang penting. Tapi suasananya!"
Beberapa saat kemudian, mereka terlihat sudah berada di sebuah tempat ngopi yang menghadap langsung ke sungai. Mereka duduk diatas dudukan empuk yang berada langsung diatas rumput.
Menikmati senja yang memberikan suasana hangat, romantis sekaligus menenangkan.
"Sore-sore gini emang enak ngopi sama orang yang pas!" kata Dilan tanpa merubah arah padangnya. Masih terus menatap fajar yang semakin melorot ke uruk barat.
Tapi pikiran Rachel sedari tadi sungguh hanya berpusat pada ayahnya. Kira-kira dimana Reiner menyembunyikan Ayahnya?
"Hel!" panggil Dilan.
Rachel masih terdiam. Wajahnya nanar menatap semburat jingga yang mencurahkan kehangatan.
"Rachel!"
Rachel terkesiap dari lamunannya begitu Dilan memanggilnya lebih keras.
"Ya, Kak? Maaf!"
"Kamu ngelamunin apa sih?"
Rachel menghela napas. Namun tiba-tiba teringat dengan sesuatu.
"Emmm, kakaknya kak Dilan masih jadi polisi?"
Dilan mengerutkan keningnya lalu sejurus kemudian terkekeh. "Kak, Jay maksud kamu?"
Rachel mengangguk. "Ya masih lah. Udah dua tahun ini dia di pindah di sektor kriminal!"
"Tapi, ada apa? Kenapa tiba-tiba kamu tanya soal kak Jay. Kamu ada masalah?"
Sebenarnya, Rachel sangat tidak yakin ingin mengutarakan hal itu. Tapi ia merasa bila Reiner bukanlah orang baik. Dan ia butuh pertolongan orang lain saat ini. Dan hanya Dilan yang ia yakini dapat membantunya.
"Emmm, apakah aku bisa minta tolong pada kakak dan kak Jay?"
"Apa itu?"
Rachel yang takut orang-orang di sebelahnya mendengar ucapan kini memilih mendekatkan wajahnya ke telinga Dilan lalu membisikkan sesuatu. Namun jepretan kamera seseorang yang di tugaskan oleh Reiner malah memotret keduanya seperti sedang berciuman.
Membuat Reiner yang kini telah menerima foto tersebut langsung meremas ponselnya lalu membanting hingga menjadi berkeping-keping.
"Sepertinya aku sudah terlalu lembut pada mu Rachel. Marlon, bawa pria tua itu!"
Slnya si rainer lg mumet sm nenek sihir