[SEDANG PROSES REVISI]
Shakila Anara Ainur sudah pernah bertemu dengan berbagai jenis konsumen. Dari Ia yang hanya seorang karyawan toko sampai sekarang menjadi owner butik, rasanya tidak ada satupun konsumen yang belum pernah Ia temui. Namun, hari itu Ia bertemu dengan konsumen tidak terduga yang memintanya menjadi istri kedua.
Shakila tersinggung sebagai perempuan yang memiliki prinsip tidak ingin menjadi orang ketiga dalam pernikahan orang lain, tapi hatinya yang lembut dan tidak tegaan membawanya masuk ke dalam pernikahan poligami dengan Abian Devan Sanjaya sebagai kepala rumah tangganya.
Pernikahan itu membuat Shakila menjadi seorang ibu tanpa melahirkan anak, karena Abian dan istri pertamanya —Zahra sudah dikaruniai seorang putri cantik bernama Khansa.
Shakila sangat menyayangi Khansa sebagai putri dari suaminya, akan tetapi kesalahpahaman terjadi dan masalah demi masalah kian hadir dalam pernikahannya dengan Abian.
Bagaimana kisahnya? ikuti terus ya....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nur Alquinsha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9 : Pengasuh gratis
Shakila menjadi pengasuh Khansa sejak Zahra dibawa ke rumah sakit malam itu. Abian menghabiskan seluruh waktunya di rumah sakit selama satu minggu penuh, sementara Shakila tidak diberi kabar dan dibiarkan mengasuh Khansa.
Beruntung Khansa tidak pernah rewel dan mudah akrab dengan Shakila. Sehingga Shakila tidak terlalu kesulitan mengurus Khansa meskipun tanpa bantuan orang lain.
"Ansa, sayang, kamu kenapa?" tanya Shakila melihat Khansa menggaruk-garuk badannya.
Khansa tidak menjawab karena memang masih kecil dan belum mengerti apa yang terjadi dengan dirinya sendiri. Khansa hanya terus menggaruk-garuk tubuhnya sampai terlihat ruam merah di beberapa bagian tubuhnya yang tidak tertutup pakaian.
"Astaghfirullah, kulit kamu merah-merah, sayang. Kamu sepertinya alergi," Shakila yang panik saat itu tanpa berpikir panjang langsung membawa Khansa ke rumah sakit sampai lupa membawa handphonenya.
Shakila baru sadar tidak membawa handphone saat sudah setengah perjalanan menuju rumah sakit. Tapi Ia pikir tidak masalah tidak membawa handphone, toh tidak akan ada yang menghubunginya.
"Sakit, Buna," Khansa menangis sambil terus menggaruk tubuhnya karena tidak kuat dengan rasa gatal di sekujur tubuhnya.
Buna adalah panggilan Khansa untuk Shakila. Sebelum Zahra dilarikan ke rumah sakit, Zahra sempat meminta putrinya untuk memanggil Shakila dengan sebutan Buna. Karena sekarang Shakila juga ibu putrinya.
"Iya, sayang. Jangan digaruk ya, nanti tambah sakit," Shakila bicara pada Khansa sambil berusaha untuk fokus menyetir.
Setibanya di rumah sakit, Shakila langsung menggendong Khansa masuk ke dalam rumah sakit dan meminta dokter yang bertugas untuk menangani putrinya.
Di rumah,
Abian baru pulang dan tidak menemukan anak serta istrinya di rumah. Sudah mencoba menghubungi Shakila, tapi handphone Shakila tertinggal di rumah.
"Kemana Shakila? kenapa pergi tanpa membawa handphone?" gumam Abian dengan wajah kusutnya.
Seminggu ini Abian bukan hanya menemani Zahra di rumah sakit, Ia juga sibuk ke kantor dan sibuk mengisi pengajian.
Sekedar informasi, selain berdakwah Abian juga memiliki pekerjaan lain sebagai CEO di perusahaan properti milik keluarganya.
Keluarga Abian memiliki dua bisnis yang masih berjalan sampai saat ini, yaitu bisnis properti dan kuliner. Abian mendapat bagian untuk mengurus properti sementara kuliner diurus oleh Adam dan Adiba.
Shakila tidak tahu karena Abian memang belum menceritakan pekerjaannya. Shakila hanya tahu Abian sibuk mengurus Zahra yang sedang dirawat.
"Lebih baik aku mandi dulu, mungkin Shakila sebentar lagi pulang," Abian pergi ke kamar Shakila untuk mandi disana.
Zahra menyimpan beberapa pakaian Abian di kamar Shakila, dan entah kenapa sekarang Abian ingin mandi di kamar istri keduanya itu.
Setelah selesai mandi, Abian dikejutkan dengan kain berwarna putih yang tersimpan rapih di dalam lemari pakaian Shakila. Kain kafan.
"Astaghfirullah, kenapa ada kain kafan disini?" Abian reflek melemparkan kain kafan itu ke lantai.
Abian yang sedang kelelahan tidak bisa berpikir jernih sekarang, Ia berpikir Shakila sengaja membeli kain kafan untuk Zahra.
"Apa Shakila berharap Zahra mati?" pertanyaan itu terlintas begitu saja dalam pikiran Abian, apalagi sekarang keadaan Zahra bisa dibilang tidak baik.
"Itu pasti suara mobil Shakila," Abian bergegas keluar dari kamar Shakila setelah selesai mengenakan pakaiannya. Ia perlu meminta pejelasan atas apa yang Ia temukan di kamar istrinya itu.
"Mas, kamu sudah pulang?" tanya Shakila tepat saat mereka berpapasan di ruang tengah.
Bukannya menjawab, Abian justru melemparkan kain kafan ke hadapan Shakila.
"Apa maksudnya itu?" tanya Abian dengan nafas naik turun karena emosi.
Shakila melihat kearah kain kafan yang Abian lemparkan ke hadapannya. Untung saja Shakila cepat menghindar, jika tidak kain kafan itu pasti akan mengenainya dan Khansa.
"Oh, itu-"
"Kamu berharap Zahra mati?!" Abian tidak bisa mengendalikan emosinya sampai-sampai berteriak di hadapan anak dan istrinya seperti itu.
Abian sedang memperjuangkan kesembuhan Zahra, tapi bisa-bisanya Shakila menyiapkan kain kafan untuk kematian Zahra.
"Apa maksudmu, mas? kain kafan itu- kita bicara nanti ya setelah Khansa tidur?"
Abian menatap putri kecilnya yang berada dalam gendongan Shakila. Emosinya mereda sesaat sampai Ia melihat kondisi putrinya.
"Kamu apakan putriku?" tanya Abian langsung berpikir buruk tentang Shakila. Ia tidak menyangka perempuan yang dianggap baik oleh Zahra ternyata sejahat ini.
"Khansa alergi, tapi tadi dokter bilang-"
"Serahkan anakku padaku!" Abian mengambil alih Khansa dengan emosi yang sudah meradang.
Abian tidak pulang dan mempercayakan putrinya pada Shakila, tidak disangka perempuan yang Ia percaya ternyata seburuk ini.
Shakila bukan hanya membelikan kafan untuk Zahra, tapi juga mencelakai Khansa.
"Mulai sekarang jauhi Khansa!" titahnya langsung membawa Khansa pergi tanpa menunggu Shakila memberikan penjelasan.
"Mas!"
Abian mengabaikan Shakila yang memanggilnya dan terus melangkah menuju kamar Zahra. Meninggalkan Shakila yang nampak kebingungan disana.
-
-
Shakila termenung memikirkan yang terjadi. Burqanya kini sudah diganti dengan khimar karena sedang berada di rumah dan ada suaminya di rumah.
"Apa yang sebenarnya mas Abian pikirkan tentangku?"
Saat Shakila sibuk dengan pikirannya, Abian datang dengan wajahnya yang masih terlihat emosi. Ia sempat menahan emosinya karena harus menidurkan Khansa dan sekarang waktunya meluapkannya.
"Sebenarnya apa tujuanmu mendekati keluargaku?" tanya Abian seakan tidak sedang bicara dengan istrinya. Atau, mungkin Abian tidak menganggap Shakila anggota keluarganya.
"Aku tidak mengerti yang kamu bicarakan, mas."
"Tidak mengerti?" Abian mendecih pelan, "kamu membeli kain kafan untuk Zahra, mencelakai Khansa dan kamu masih bilang tidak mengerti?!"
Shakila tidak menyangka akan mendapat tuduhan kejam dari suaminya sendiri. Benar kain kafan itu miliknya, tapi kain kafan itu untuk dirinya sendiri, bukan untuk Zahra. Dan soal Khansa, Shakila mana tahu Khansa memiliki alergi.
"Kamu serius menuduhku seperti itu?" tanya Shakila.
"Menuduh? semua bukti ada di depan mata untuk apa aku menuduhmu?!"
"Aku membeli kain kafan jauh sebelum kita menikah dan aku membelinya untuk diriku sendiri!" Shakila tidak tahan dan balas berteriak di depan Abian.
Shakila tahu membentak suami berdosa. Tapi Ia tidak tahan dengan tuduhan suaminya terhadapnya.
"Mas pikir cuma mba Zahra yang akan mati? aku dan kamu juga, mas! aku membeli kafan untuk persiapan diriku dan supaya aku ingat kematian!"
Shakila mengatur nafasnya sejenak sebelum kembali melanjutkan kalimatnya, "aku disini menjadi pengasuh gratis anakmu dan kamu bisa-bisanya menuduhku melakukan kejahatan!"
Abian dihujani rasa bersalah karena apa yang baru saja Shakila bicarakan. Seharusnya tadi Ia tidak terpancing emosi dan bicara baik-baik dengan Shakila.
"Maaf, mas tidak tahu kalau-"
"Tidak apa-apa, aku bisa mengerti karena aku tahu kamu sangat menyayangi anak dan istrimu," Shakila pergi setelah mengatakan itu.
Abian semakin merasa bersalah karena Shakila bicara seolah Shakila bukan istrinya.
"Shakila," panggil Abian dengan suara yang jauh lebih lembut dari sebelumnya, tapi Shakila terus melangkah sampai masuk ke dalam kamarnya.
"Kamu juga istri mas, Shakila," lirihnya menatap pintu kamar Shakila yang sudah tertutup.
jdi istri nya tetep 2 ya kan Bu😁😁😁
harusnya kalo mau nikah lagi yaa nunggu jadi duda dulu😁😁aq team monogami, jadi rada nyesek kalo baca cerita gini....untung aja ini di dunia hallu😁🙏🙏
sabarr ya Damm😁😁