Ashana Keyra Zerrin dan Kafka Acacio Narendra adalah teman masa kecil, namun Ashana tiba-tiba tidak menepati janjinya untuk datang ke ulang tahun Kafka. Sejak saat itu Kafka memutuskan untuk melupakan Asha.
Kemana sebenarnya Asha? Bagaimana jika mereka bertemu kembali?
Asha, bukankah sudah kukatakan jangan kesini lagi. Kamu selalu bertindak sesuka hati tanpa memikirkan orang lain. Aku butuh privasi, tidak selamanya apa yang kamu mau harus dituruti.” Ucapakan Kafka membuat Asha bingung, pasalnya tujuannya kali ini ke Stanford benar-benar bukan sengaja menemui Kafka.
“Tapi kak, Asha ke sini bukan sengaja mau menemui kak Kafka. Asha ada urusan penting mau ke …” belum selesai Asha bicara namun Kafka sudah lebih dulu memotong.
“Asha, aku butuh waktu untuk menerima semua ini. Walaupun untuk saat ini sebenarnya tidak ada kamu dalam rencanaku, semua terjadi begitu cepat tanpa aku bisa berkata tidak.” Asha semakin tidak mengerti dengan yang diucapkan Kafka.
“Maksud kak Kafka apa? Sha tidak
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu Anfi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 34. Bucket Bunga Mawar
Key sampai di rumah sakit lebih dulu dari pada Kafka, kali ini Kafka memang sedikit mengalah. Tidak berniat mencari keributan dengan Rion adik iparnya, bisa jadi hambatan terberat Kafka sebenarnya bukan meluluhkan Key melainkan meluluhkan Rion.
“Kak nanti gue jemput jam berapa?” Rion kali ini mengantar Key sampai depan lift sambil melihat sekeliling memastikan Kafka tidak ada di sana.
“Tidak usah di cari, dia tidak ada. Tidak usah jemput, kakak ada persiapan operasi besok. Amoora nanti yang mengantarku,” Key menekan tombol naik, menunggu pintu terbuka.
“Oke,” Rion masih menunggui Key di sana.
“Sudah sana pergi! Kak Kafka gak ada, dia tidak akan datang sepagi ini” Rion mengerucutkan bibirnya, membuat Key menahan tawa dengan kelakuan adiknya.
“Iya … iya gue pergi,” Rion meninggalkan Key yang masih berdiri menanti pintu lift terbuka.
Suasana rumah sakit memang masih agak sepi, masih jam enam pagi dan aktivitas rumah sakit baru akan di mulai jam delapan. Kafka berlari menuju lift sebelum pintu lift tertutup, Key melihatnya dan menekan tombol agar pintu tidak tertutup.
“Terimakasih sayang,” dengan sedikit terengah-engah Kafka masuk ke dalam lift yang hanya ada dia dan Key di sana.
“Masih pagi gak usah bikin masalah,” Key melirik malas pada Kafka.
“Kalau bikin masalahnya sama istri boleh?” Kafka mendekat menempel-nempel pada Key yang sedari tadi menjaga jarak darinya.
“Gak … gak boleh. Ih sana jangan dekat-dekat,” bukan menjauh Kafka justru semakin mendekat hingga lengan mereka berdua saling bersentuhan.
“Wow … sekarang sudah dianggap suami berarti?” Key nampak berpikir mendengar ucapan Kafka, sesaat kemudian barulah dia paham maksudnya. Pintu lift terbuka sebelum Key sempat menjawab kembali ucapan Kafka.
“Yoo … selamat pagi cintaku,” suara Argan memecah suasana. Amoora masuk lift di ikuti Argan yang menyapa Key.
“Berisik banget manusia satu ini,” Amoora memukul lengan Argan.
“Ssshh … dasar cewek bar-bar,” Amoora memalingkan mukanya sebal.
“Gak usah pada tantrum, ini masih pagi" Key masih terlihat sebal pada Kafka. Sementara Kafka menatap cemburu Argan yang memanggil Key dengan sebutan cinta, terlebih saat ini Argan ada di samping Key sedangkan Kafka berpindah di belakangnya.
“Key, bahuku siap menerima sandaran.” Argan menepuk pundaknya sendiri.
“Sono nyender tembok,” ujar Key yang membuat Amoora terkikik.
“Kurang keren apa lagi coba dokter Argan ini? Muka cakep mirip Kim Seokjin, siap menyayangi dengan sepenuh hati,” Key dan Amoora saling bertukar pandang memberikan kode satu sama lain. Mereka berdua serempak memukul kepala Argan dengan pelan namun cukup membuat Argan terkejut.
“Iya dari dulu kamu selalu keren, tapi di lihat dari ujung sedotan” ujar Amoora yang kemudian bersama Key keluar dari lift sambil tertawa. Kafka hanya diam memperhatikan dan berjalan di belakang mereka, sementara Argan menyentuh kepalanya yang sedikit sakit.
Mereka sudah berada di meja masing-masing, semua terlihat fokus dan sibuk sebelum jam visit maupun jam operasi di mulai. Kafka, Revan maupun Argan ada jadwal operasi pagi, mereka bertiga sengaja mengatur jadwal pagi sorenya mereka harus breefing sebelum melakukan tindakan operasi pada Atlantik.
Amoora datang membawa sekantong plastik berisi toast, dia juga membeli jus dan coklat dingin ke sukaan Key. Mereka belum sempat sarapan karena jadwal hari ini padat, Amoora memberikan pada Argan, Key dan dokter Revan.
“Nih pesenanmu Key,” Amoora memberikan dua toast dan dua coklat dingin pada Key.
“Makasih Oora,” Key sengaja minta Amoora untuk beli dua lagi untuk Kafka sedangkan dia seperti biasa makan buah dan sedikit roti yang sudah di siapkan bunda Maira. Dia tahu Kafka juga belum sarapan, tentu karena Key melihat Kafka pagi ini ada di makam ayahnya.
“Ke ge-eran gak tuh nanti dia?” Amoora melirik kearah ruangan dokter Kafka.
“Kamu aja yang kasih kalau gitu Oora,” Key nampak berpikir dan meminta Amoora yang memberikan pada Kafka.
“Ogah,” Amoora kembali ke mejanya, sementara Key masih menimbang-nimbang untuk masuk ke ruangnya Kafka. Mengingat terakhir kali Kafka tidak membiarkannya segera pergi dari ruangnnya kala itu.
Dia menghela napas panjang dan beranjak dari mejanya menuju ruangan Kafka membawa dua toast dan satu cup coklat dingin. Tanpa mengetuk pintu dan tanpa basa-basi dia masuk begitu saja ke dalam ruangan Kafka, Kafka yang sedang fokus melihat EMR pasien yang akan dia operasi nanti sedikit tersentak melihat Key sudah di hadapannya.
“Sarapan dulu dok, jangan sampai pingsan saat operasi.” Key menaruh dua dan satu cup coklat dingin pada meja Kafka, sementara Kafka termangu menatap lekat Key.
“Suapi!” Kafka mencoba merayu Key dengan mengangkat dua tangannya, menunjukkan sedang memegang berkas EMR pasiennya.
“Makan saja sendiri,” Key tak habis pikir bagaimana seorang Kafka bisa menjadi clingy.
“Maunya di suapi istri tercinta,” Key merinding mendengar ucapan Kafka.
“Ish … gak lucu dok,” Key sedikit menaikkan tone suaranya. Key dengan kesal keluar dari ruangan Kafka, namun baru berapa langkah dia berhenti dan berbalik kembali menuju Kafka.
“Cepat di makan atau aku buang nih?” Key mengambil toast yang dia taruh di meja tadi, Kafka gelagapan langsung menaruh berkasnya dan dia berdiri mengambil toast dari tangan Key.
“Iya sayang, jangan marah-marah. Aku makan sekarang,”
“Dokter Kafka!!” Key kembali menaikkan tone suaranya, kali ini sampai terdengar oleh rekan mereka yang lain. Dengan kesal dia pergi meninggalkan ruangan Kafka.
“Kiw … kiw, ada yang berbunga-bunga. Tapi kasihan sih punya saingan, mana saingannya berat” Revan berdiri di antara pintu ruangannya dengan Kafka, dia menggoda Kafka sambil menunjuk kearah Argan, Kafka kembali menghela napas.
“Key milik Kafka,” ujar Kafka pada Revan. Revan terkekeh mendengar ucapan sahabatnya, kalau itu Kafka yang dulu tidak akan mungkin mengucapkan hal tersebut. Jangankan mengucapkan kata manis, Key mendekat saja diusirnya.
Key dan Amora sudah selesai visit hari itu, mereka juga sudah melihat kondisi kondisi Antlantik. Mereka kembali ke ruanganya dan menanti yang lain untuk breefing terakhir sebelum tindakan operasi pada Atlantik besok.
“Key.” Amoora menunjuk sesuatu yang tergeletak pada meja Key sambil bersin-bersin.
“Apa?” Key yang baru kembali dari toilet langsung menghampiri Amoora.
Ada bucket bunga mawar merah tergeletak di meja Key, dia segera mengambilnya dari meja. Takut membuat alergi Amoora semakin parah, dia ingat sahabatnya itu alergi serbuk sari bunga.
“Aku buang ini dulu,” Key segera berjalan menjauh dari Aoora yang masih bersin-bersin.
“Jangan, hachuu … hachuu. Key itu kan di kasih buatmu … hachuu … hachuu,” Key merasa bersalah pada sahabatnya yang terus-terusan bersin karena mawar merah yang ada di mejanya.
“Gak penting juga. Kamu juga tahu aku tidak suka mawar,” Key sedikit kesulitan membuka pintu karena ke dua tangannya memegang bucket bunga yang lumayan besar.
Key berusaha mendorong pintu dari dalam dengan tubuhnya, di saat yang bersamaan Argan menarik pintu dari luar hendak masuk. Key yang tidak siap langsung terjungkal ke depan, dengan sempurna dia mendarat pada tubuh Kafka yang pada saat itu berdiri di samping Argan.
“Bruk …” Kafka dengan sempurna menjadi bantalan Key jatuh ke lantai.
Revan dan Argan terdiam sejenak sebelum akhirnya mereka berdua tertawa melihat dua rekan mereka sudah terbaring di lantai dengan posisi Kafka di bawah memegang pinggang Key yang jatuh dengan posisi diatas tubuhnya.
“Key, kamu ngapain bawa bucket mawar? Mau buat Amoora sakit? Dia kan alergi serbuk sari bunga,” Argan melihat bucket mawar lumayan besar yang ikut jatuh di samping Key.
“Mau aku buang Argan,” Key sudah dalam posisi duduk saat menjawab pertanyaan Argan. Sementara Revan mengambil bucket bunga tersebut.
“Mawar itu …” Key memukul perut Kafka yang juga terduduk di sebelahnya sebelum dia melanjutkan ucapannya. Kafka meringis sambil memegang perutnya.
“Gak tahu orang bodoh mana yang ngirim. Tolong lihat Amoora dulu,” ucap Key pada Argan. Argan bergegas masuk dengan raut wajah khawatir.
“Dokter Key, ini mau diapakan?” Revan menunjuk mawar yang dia ambil dari lantai tadi.
“Minta tolong buang saja dok, maaf merepotkan.”
“Yakin?” Revan bertanya sekali lagi pada Key dan melirik pada Kafka.
“Yakin dok,” Revan meninggalkan mereka berdua yang masih dalam posisi duduk di lantai.
Key sudah akan berdiri dari duduknya, namun dia merasakan sedikit kebas dan ngilu pada salah satu kakinya. Mungkin karena sebelum jatuh tadi kaki yang dulu mengalami cidera trauma sedikit terbentur pinggiran pintu. Key yang sedang memijat kakinya ternotice oleh Kafka, dia ingat ucapan mama Tiara tentang salah satu kaki Key yang cidera.
“Sini,” Kafka mengulurkan ke dua tangannya berniat menolong istri cantiknya itu.
“Atau mau aku gendong?” ujar Kafka karena uluran tangannya yang tak kunjung di sambut oleh Key.
“Lagi gak mau bercanda dok,” Kafka diam tak melanjutkan lagi ucapannya setelah melihat mimik muka serius Key dengan tatapan tajam entah menatap apa. Dia masih menunggu Key merespon uluran tangannya.
Key menghela napas sambil menyambut uluran tangan Kafka yang membantunya berdiri. “Terimakasih dok”
“Jangan menaruh bunga apapun di mejaku, Amoora alergi serbuk sari bunga. Aku juga tidak suka bunga mawar,” ucap Key yang berjalan meninggalkan Kafka.
“Hati-hati,” Kafka memegangi lengan Key yang terhuyung ke samping. Dia terlihat meringis dengan sebelah kaki sedikit diangkat agar tidak menyentuh lantai.
“Aku baik-baik saja,” Key melepaskan tangan Kafka dari lengannya. Walaupun masih terasa sedikit ngilu saat kakinya memijak lantai, namun Key berusaha untuk tetap berjalan dengan biasa.
Kafka tidak bisa berbuat apa-apa dengan sikap Key yang seperti itu, penyesalannya semakin besar melihat Key yang meringis ke sakitan. Dia tidak lagi memaksakan dirinya untuk memegangi atau memapah Key, Kafka takut jika Key akan semakin menjauh jika dia memaksa. Untuk berjaga-jaga dia berjalan di belakang Key.
“Amoora maaf,” Argan dan Amoora menoleh ke sumber suara.
“Hachuu … hachuu,” Amoora tidak bisa bicara karena masih bersin-bersin.
“Orang bodoh mana yang mengirimimu bunga?” Argan terlihat kesal pada Amoora.
“Bunga itu buatku bukan untuk Oora,” ujar Key. Kafka sebenarnya ingin menjelaskan pada mereka jika bunga itu darinya, tapi lagi-lagi Key melarangnya dengan mencengkeram tangan Kafka yang berdiri di belakangnya dengan kuat.
“Oh … aku kira penggemarmu,” ucapan Argan mendapat pukulan dari Amoora.
Mereka sudah ada di meja untuk briefing, tapi briefing diundur sejenak untuk memberi jeda waktu pada Amoora agar dapat mengatasi alerginya. Argan juga sudah membelikannya obat untuk meredakan alergi Amoora.
Kafka melihat Key, lebih tepatnya memastikan dia baik-baik saja. Dia terlihat mengobrak-abrik isi tasnya untuk mencari sesuatu. Amoora yang sudah mulai berkurang bersin-bersinnya datang mendekat pada Key, menyerahkan botol putih kecil.
“Eumm … cari ini kan?” Amoora memberikan botol obat pada Key.
“Euung … terimakasih Oora,” Key terlihat berkaca-kaca sambil melihat Amoora.
Amoora memberikan air mineral pada Key yang sedang mengeluarkan beberapa butir obat dari botol yang dia berikan tadi. Tanpa perduli Kafka melihatnya, Key memasukkan obatnya ke dalam mulut dan menenggak air mineralnya hingga tandas.
“Jadi alasan dia minum obat naproxen waktu itu karena cideranya,” gumamnya lirih sambil memandangi Key yang saat ini merebahkan kepalanya diatas meja.
“Maaf Key, sekali lagi tolong beri aku kesempatan. Kesempatan sekali lagi,” batin Kafka.
Amoora sudah lebih baik, Key juga sudah tidak merasakan ngilu lagi pada kakinya. Mereka mulai briefing untuk tindakan operasi perbaikan katup jantung Atlantika besok. Dokter Andrew memimpin briefing, mereka melakukan evaluasi lengkap pada rekam medis terbaru Atlantika. Hasil tes darah terbaru untuk mengukur infeksi dan fungsi organ lain juga sudah ke luar.
Argan juga mempelajari rekam medis Atlantika, agar dapat memastikan dosis bius total yang akan di berikan. Dia harus memastikan dosis yang tepat agar gadis kecil itu tidak merasakan sakit saat prosedur. Dokter Kafka dan tim yang akan melakukan operasi, Key juga akan ikut proses tersebut.
Malam itu mereka saling berkoordinasi untuk tindakan operasi yang akan di lakukan besok, mereka sudah memastikan kondisi Atlantik benar-benar siap untuk besok. Semua hasil rekam medis sudah di evaluasi, sisanya adalah berdoa agar semua berjalan lancar.