Hidup Nicho Javariel benar-benar berubah dalam sekejap. Ketenaran dan kekayaan yang dia dapatkan selama berkarir lenyap seketika akibat kecanduan obat-obatan terlarang. Satu per satu orang terdekatnya langsung berpaling darinya. Bukannya bertobat selepas dari rehabilitas, dia malah kecanduan berjudi hingga uangnya habis tak tersisa. Dia yang dulunya tinggal Apartemen mewah, kini terpaksa tinggal di rumah susun lengkap dengan segala problematika bertetangga. Di rumah susun itu juga, ia mencoba menarik perhatian dari seorang perempuan tanpa garis senyum yang pernah menjadi butler-nya. Dapatkah ia menemukan tempat pulang yang tepat?
"Naklukin kamu itu bangganya kek abis jinakin bom."
Novel dengan alur santai, penuh komedi sehari-hari yang bakal bikin ketawa-ketawa gak jelas
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yu aotian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
Sesuai arahan, Ucup yang tampak gemetar tengah menunggu Nicho di balik pohon besar. Namun, hingga beberapa menit berlalu, Nicho tak juga menyusulnya. Ini membuatnya semakin degdegan tak karuan.
"Bang Nicho kenapa gak muncul-muncul, ya? Apa jangan-jangan dia ganti skenario?" gumam Ucup sambil bersandar di belakang pohon. Matanya membulat seketika saat pikirannya menebak hal yang tidak-tidak. "Jangan bilang ... mereka mau ke kantor polisi buat bikin laporan!"
Ucup menggeleng-geleng kaku. Kakinya semakin gemetar. Matanya terarah pada bag paper yang dibawanya. Dengan sedikit penasaran, dia mencoba mengintip isi bag paper tersebut. Detik itu juga, matanya terbelalak seketika. Ya, seperti yang Sera katakan barusan, bag paper itu hanya berisi kumpulan sampah bungkusan makanan yang dipungut perempuan itu di sepanjang tangga rusun.
Di sisi lain, setelah gagal untuk ketiga kalinya dalam misi mendekati mantan pelayannya itu, tentu membuat Nicho geram pada usahanya sendiri. Namun, kekesalannya segera pudar ketika matanya masih memantau perempuan itu. Entah mengapa, langkah kakinya tergerak untuk mengikuti Sera diam-diam. Dia hanya penasaran, apa yang dilakukan perempuan itu sepagi ini.
Ternyata benar, ia sibuk mengumpulkan kucing-kucing liar yang berada di sekitaran rusun, kemudian memberi makanan dan minuman untuk mereka. Hal seperti ini tentu sama sekali tak pernah dilakukan oleh Nicho.
Nicho memberanikan diri datang mendekat, dan ikut duduk berjongkok di samping Sera.
"Kamu suka kucing, ya?"
Meski tak merespon ucapan Nicho, pertanyaan itu sukses membuat Sera langsung menoleh ke arahnya. Cukup lama ia memandang ke arah Nicho, sebelum akhirnya kembali memerhatikan kucing-kucing liar yang tengah lahap memakan makanan pemberiannya.
Sebaliknya, sorot mata Nicho masih berlabuh ke wajah lembut Sera. Perempuan dengan penampilan sederhana itu telah berhasil menyita perhatiannya, bahkan sejak ia kembali menemukannya di rusun ini.
Hanya memandangnya, seolah ada cahaya terang yang tengah menyorotnya hingga membuat hatinya menghangat. Masa-masa saat mereka dekat sebagai tamu dan pelayan hotel pun mendadak ikut terlintas di benaknya. Sayangnya, di hari terakhir perpisahan mereka, perempuan itu seakan meninggalkan teka-teki membuatnya merasa penasaran hingga detik ini.
Sadar jika Sera telah beranjak, Nicho pun segera menyusulnya. Nicho berusaha menyamakan langkah kaki Sera yang mendahuluinya. Keduanya sama-sama menelusuri jalan setapak yang di kiri dan kanannya ditumbuhi jenis tumbuhan ilalang.
Saat melihat pria gondrong berkaus hitam tengah berjalan ke arah mereka, seketika jiwa pahlawan Nicho pun kembali keluar. Apalagi penampilan pria itu seperti preman yang sangar. Ia lantas langsung berdiri di depan Sera, seolah hendak melindunginya.
"Kamu gak seharusnya jalan di tempat sunyi kek gini. Lihat, kalo ketemu orang jahat kek dia gimana? Untung ada aku, kan?" ucap Nicho sambil memosisikan dirinya sebagai tameng, "kamu diam aja di belakang aku. Biar orang itu pergi dulu! Terlalu bahaya kalo cewek kayak kamu ketemu modelan kek gitu di tempat sepi," ujarnya lagi sambil terus mengawasi pria gondrong yang juga tengah menatapnya.
Tepat saat mereka berpapasan, pria gondrong itu langsung menegurnya sambil memegang bahunya. "Hei, Bang, lu kok lihatin gua mulu? Kalo mau ajak kenalan, gak usah malu-malu. Nama aku Gali. Nama panjang Gali lobang tutup lobang," ucapnya dengan tangan melambai dan gaya centil layaknya seorang wanita.
Mengetahui si gondrong berwajah sangar itu ternyata pria setengah wanita, Nicho lantas bergidik ngeri dan langsung menghindar dengan berlari menyusul Sera yang lebih dulu masuk ke dalam rusun.
"Tuh laki bodi doang marinir, ternyata hatinya marimar. Padahal kalo normal, kan, bisa jadi penguasa terminal! Heran, kok penghuni di sini banyak amat spesies cewek jadi-jadian," gumam Nicho sambil buru-buru menaiki tangga.
***
Tak ada kata menyerah untuk saat ini. Setelah tiga kali membuat skenario dan gagal total, Nicho semakin bersemangat mendekati Sera dengan identitas barunya. Sebab, hanya saat menjadi dirinya versi Jaka, ia tak akan malu atau khawatir jika Sera mengetahui dirinya hanyalah seorang pemuda pengangguran yang kini tak memiliki uang sepersen pun. Walau sebenarnya, ia pun tidak tahu alasan apa yang membuatnya begitu tertarik ingin memasuki kehidupan Sera yang terlihat begitu hambar.
Lama terduduk di kursi kayu yang sudah lapuk, Nicho akhirnya menemukan ide baru setelah melihat konten-konten pendek yang berseliweran di sosial media. Kali ini, ia masih memakai strategi yang sama, yaitu memakai modus pahlawan untuk wanita incarannya. Hanya saja, skenarionya berbeda dari yang kemarin. Terinsipirasi dari konten video yang ditontonnya di sosmed, ia pun kembali meminta tolong pada Ucup.
"Lu manjat pohon gede yang sering dilalui Sera tiap pagi. Nah, pas dia lewat, lu jatuhin ranting pohon dari atas. Terus, di waktu bersamaan, entar gua nolongin dia biar gak kena tuh ranting. Paham, gak?"
"Paham, Bang. Nah kalo ini sih gampang. Gak seekstrim kemarin. Terus, rada masuk akal dikit."
"Oke, kalo gitu besok pagi kita beraksi!" seru Nicho penuh semangat.
Waktu pun berganti, menandakan jika ini waktunya untuk beraksi. Pagi-pagi sekali, di mana matahari belum menunjukkan konsistensinya, dua pria ini sudah berada di taman rusun. Dengan hati-hati, Ucup mulai memanjat pohon besar yang sudah pasti akan dilewati Sera.
"Cup, cepetan Cup!" teriak Nicho sambil terus menengok ke arah rusun.
"Sabar, Bang. Masalahnya gua udah gak pernah manjat pohon lagi," celetuk Ucup yang terlihat takut.
Nicho cepat-cepat bersembunyi di balik pohon itu ketika Sera keluar dari rusun tersebut. Tepat saat dia melintasi pohon itu, Ucup pun hendak menjatuhkan ranting kecil. Melihat Ucup yang telah memberi kode dari atas sana, Nicho buru-buru menghampiri Sera. Di waktu yang sama, Ucup malah kehilangan keseimbangan saat berdiri di dahan pohon yang kurang kokoh.
"Awas!" teriak Nicho sambil mendorong Sera agar tak terkena ranting pohon yang sengaja dijatuhkan sesuai skenario yang ia ciptakan.
Naas, bukannya ranting, malah Ucup yang terjatuh dari atas pohon.
"Bruuukkkk!"
Bagaikan kejatuhan karung beras, tubuh Ucup yang berisi langsung menghantam punggung Nicho dengan keras hingga membuat kedua orang itu sama-sama jatuh telungkup.
"Mak, Ucup dah nyusul emak ke surga," gumam Ucup dengan mata tertutup.
"Cup, cepetan berdiri. Lu berat!" teriak Nicho yang ternyata berada di bawahnya.
Ucup segera membuka matanya. "Hah? Gua masih hidup, ya?" Pria itu malah menyengir senang.
"Kalian gak papa?"
Nicho yang tengah meringis kesakitan karena menahan bobot tubuh Ucup, mendadak tersadar jika Sera masih ada di dekat mereka. Lantas, ia pun memberi kode agar Ucup segera berdiri.
Bukan Nicho jika tak pandai berakting. Di depan Sera, ia langsung berlagak memarahi Ucup. "Tuh, kan, apa gua bilang, gak usah manjat! Udah tahu dah tua, gendut pula, eh masih maksa pengen manjat pohon. Rasain kan, akhirnya jatuh. Untung gak kena nih cewek." Dia lalu berkata pada Sera, "Maaf, ya, temanku ini emang masa kecilnya kurang bahagia."
Tak perlu dijelaskan lagi, strategi keempat mereka telah gagal total!
.
.
.
Like dan komeng
itu mah gagap kali
setidaknya kali ini Sera nanya keadaan Nicho, berarti Nicho terlihat dimatanya🤭