seorang gadis kecil yang saat itu hendak pergi bersama orang tua ayah dan ibunya
namun kecelakaan merenggut nyawa mereka, dan anak itu meninggal sambil memeluk bonekanya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rika ananda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
pak Bru mencari solusi tentang kegaduhan yang ada di desanya
Warga desa berkumpul di balai desa, wajah mereka muram. Bayangan Bruno, boneka pencabut nyawa yang telah meneror desa mereka, masih menghantui pikiran mereka.
"Kita harus berbuat sesuatu!" teriak Pak Joni, salah seorang warga yang paling berani. "Bruno sudah menewaskan Pak Karto, Pak Suro, dan beberapa warga lainnya! Kita tidak boleh membiarkannya terus berkeliaran!"
"Tapi bagaimana cara mengalahkannya?" tanya Bu Sri, suaranya gemetar. "Dia boneka, Pak. Boneka!"
Warga desa saling pandang, ketakutan dan keputusasaan terlihat di wajah mereka. Pak Bru, kepala desa yang baru terpilih, berdiri tegak. Ia mencoba menenangkan warga desa dengan suara yang tegas.
"Tenang semua," kata Pak Bru. "Kita akan mencari cara untuk mengatasi Bruno. Kita tidak akan menyerah begitu saja."
"Tapi, Pak... bagaimana?" tanya Bu Sri lagi.
"Kita perlu mencari tahu asal usul Bruno," jawab Pak Bru. "Mungkin dari sana kita bisa menemukan cara untuk menghentikannya. Siapa yang membuat Bruno? Kenapa Bruno jahat? Kita harus mencari tahu."
Sebuah ide muncul dari salah seorang warga. "Pak Candra, tukang sulap desa, mungkin tahu tentang Bruno. Dulu, Pak Candra sempat menceritakan tentang boneka jahat yang bisa menghantui orang."
"Benar, Pak Candra!" seru warga lain. "Beliau pasti bisa membantu kita."
Pak Bru menangguk. "Oke, kita akan mencari Pak Candra. Kita harus mencoba semua cara untuk menghentikan Bruno. Kita tidak akan membiarkan desa kita terus diteror oleh boneka jahat itu."
Warga desa kembali bersorak. Harapan terpancar di mata mereka. Mereka bertekad untuk mengalahkan Bruno, meskipun mereka tahu perjuangan mereka tidak akan mudah.
Mentari sore mulai meredup, menjatuhkan bayangan panjang di jalan desa. Pak Bru, berjalan bersama beberapa warga, mengarah ke rumah Pak Candra, tukang sulap desa yang diharapkan bisa memberikan solusi atas teror Bruno.
Wajah Pak Bru nampak lesu, tetapi ia tetap mencoba menunjukkan sikap tegas di depan warga. "Kita harus tetap berharap, warga," ucapnya, "Semoga Pak Candra memiliki jawaban atas masalah ini."
Warga menangguk setuju, meskipun raut wajah mereka masih mencerminkan ketakutan. Mereka telah kehilangan banyak teman dan tetangga akibat keganasan Bruno.
Sesampainya di rumah Pak Candra, Pak Bru mengetuk pintu dengan hati-hati. Beberapa saat kemudian, pintu terbuka menampakkan wajah Pak Candra yang tampak lesu.
"Oh, Pak Bru," sapa Pak Candra, suaranya rengan, "Ada apa datang ke sini sore-sore begini?"
"Pak Candra," kata Pak Bru, "Kami ingin meminta pertolongan. Kami sedang terkejut dengan kejadian yang terjadi di desa kami."
"Kejadian apa?" tanya Pak Candra, menatap Pak Bru dengan tatapan penasaran.
"Bruno," jawab Pak Bru, suaranya menurun sedikit, "Boneka pencabut nyawa itu sudah menewaskan banyak orang."
Pak Candra terdiam sejenak, menatap Pak Bru dengan tatapan yang dalam. "Saya sudah mendengar tentang Bruno," kata Pak Candra, suaranya menurun sedikit, "Saya tahu tentang kekuatan jahat yang dimiliki boneka itu."
"Bagaimana caranya menghentikannya?" tanya Pak Bru, harap terpancar di matanya.
Pak Candra menatap warga desa yang berdiri di belakang Pak Bru. Mereka semuanya menatap Pak Candra dengan mata penuh harapan.
"Saya akan mencoba membantu," jawab Pak Candra. "Tapi ini bukan hal yang mudah. Kita harus bersama-sama untuk mengatasi Bruno."
Pak Bru mengangguk setuju. "Kami akan bersama Anda, Pak," jawab Pak Bru. "Kami akan berjuang bersama untuk mengatasi teror Bruno."
Warga desa menangguk setuju. Mereka bertekad untuk berjuang bersama mengatasi Bruno. Mereka berharap Pak Candra memiliki cara untuk menghentikan teror yang menakutkan itu.
Udara malam di Desa Suka Mulya terasa dingin dan mencekam. Di tengah lapangan desa, Pak Candra memulai ritual pensucian. Api unggun berkobar, asap mengepul ke langit, dan aroma kemenyan menebar di udara. Warga desa berkumpul mengelilingi api, wajah mereka mencerminkan ketakutan dan harap.
Pak Candra mengucapkan mantra-mantra dengan suara serak. Gerakan tangannya menari-nari, melakukan gerakan ritual yang misterius.
"Roh jahat, keluarlah dari desa ini!" teriak Pak Candra dengan suara keras.
Warga desa menahan napas, menunggu apa yang akan terjadi.
"Bruno bukanlah sekedar boneka," jelas Pak Candra, suaranya berbisik, "Di dalam tubuhnya, terdapat roh Angelica."
Warga desa berbisik kebingungan. Angelica? Siapa dia?
"Angelica adalah anak dari seorang pengusaha kaya yang pernah tinggal di desa ini," jelas Pak Candra, "Sayangnya, ia meninggal dalam kecelakaan mobil. "
"Kecelakaan? Kapan?" tanya salah seorang warga.
"Lima tahun lalu," jawab Pak Candra, "Kabarnya, rem mobilnya rusak sehingga mobilnya menabrak pohon besar di pinggir jalan."
"Siapa yang merusak rem mobilnya?" tanya warga lain.
"Itulah yang belum diketahui," jawab Pak Candra, "Namun, banyak orang mencurigai bahwa ada orang yang ingin menyingkirkan keluarga Angelica."
"Kenapa?" tanya warga desa.
"Angelica memiliki ayah yang kaya raya. Banyak orang yang mengincar harta kekayaan keluarganya," jelas Pak Candra, "Ternyata, setelah Angelica meninggal, keluarganya menemukan sebuah surat wasiat dari Angelica yang menyatakan bahwa ia menyerahkan semua harta kekayaannya pada desa ini."
Warga desa terkejut. Mereka tak pernah mendengar cerita ini sebelumnya.
"Jadi, orang yang menyingkirkan Angelica dan keluarganya adalah orang yang ingin mencuri harta kekayaan mereka?" tanya salah seorang warga.
"Ya," jawab Pak Candra, "Dan roh Angelica tersesat dan mencari keadilan. Ia menyerang desa ini karena marah atas kematiannya yang tidak adil."
"Lalu, bagaimana caranya menghentikan roh Angelica?" tanya Pak Bru.
"Kita harus membantu Angelica mendapatkan keadilan," jelas Pak Candra, "Kita harus mencari tahu siapa yang menyingkirkan Angelica. Hanya dengan mengungkap kebenaran, roh Angelica akan tenang dan meninggalkan desa ini."
Warga desa menangguk setuju. Mereka bersama-sama bertekad untuk mencari keadilan bagi Angelica. Mereka ingin mengungkap kebenaran di balik kematiannya yang menyeramkan.
"Kita akan mencari siapa yang menyingkirkan Angelica," kata Pak Bru, suaranya tegas. "Kita akan membantu rohnya mendapatkan keadilan."
Warga desa berkumpul mengelilingi api unggun. Mereka berjanji untuk bersama-sama mencari keadilan bagi Angelica. Mereka ingin menghentikan teror Bruno dan mengembalikan kedamaian di desa mereka.
Mentari pagi menyinari pemakaman yang tengah hanya dihiasi rumput liar dan tumbuhan menjalar. Pak Bru, berjalan dengan langkah tetap, menuju makam Angelica dan keluarganya.
"Harapan terakhir," gumam Pak Bru, matanya menatap makam itu. "Hanya di sini kita bisa mencari petunjuk tentang siapa yang membunuh Angelica."
Warga desa yang mengiringi Pak Bru berbisik dengan suara rendah, raut wajah mereka masih mencerminkan ketakutan.
"Seandainya kita tahu siapa pelakunya sejak awal," kata salah seorang warga.
"Sekarang sudah terlambat," jawab warga lain. "Tapi semoga kita bisa menemukan kebenaran di sini."
Pak Bru mendekati makam itu. Makam Angelica dihiasi batu nisan yang berukir nama dan tanggal kematiannya. Di sebelah makam Angelica, terdapat makam ayah dan ibunya yang juga meninggal dalam kecelakaan.
"Sungguh tragedi yang menyeramkan," gumam Pak Bru. "Aku harap kita bisa mengungkap kebenaran di balik kematian mereka."
Pak Bru menatap makam Angelica dengan tatapan yang dalam. Dia mencoba merasakan aura yang terpancar dari makam itu.
"Angelica," bisik Pak Bru, "Tolong berikan kami petunjuk. Berikan kami kekuatan untuk mengungkap kebenaran."
Pak Bru kemudian melihat sekeliling pemakaman. Dia mencari tanda-tanda yang bisa menuntun mereka ke pelaku yang menyingkirkan Angelica dan keluarganya.
"Ada sesuatu yang aneh," gumam Pak Bru, menunjuk ke arah pohon besar yang berdiri di dekat makam. "Lihat itu, ada batu yang tertanam di akar pohon itu."
Warga desa menatap ke arah yang ditunjuk Pak Bru. Mereka melihat sebuah batu berbentuk lonjong yang tertanam di akar pohon itu.
"Mungkin itu adalah petunjuk," kata salah seorang warga. "Kita harus mencari tahu apa arti batu itu."
Pak Bru mengangguk setuju. "Kita harus mencari tahu," jawab Pak Bru. "Batu itu pasti menghubungkan kita dengan pelaku yang menyingkirkan Angelica."
Pak Bru kemudian mengarahkan warga desa untuk mencari batu sejenis di sekitar pemakaman. Mereka ingin menemukan petunjuk yang bisa menuntun mereka ke kebenaran.
"Semoga kita bisa mengungkap kebenaran," gumam Pak Bru, menatap makam Angelica dengan tatapan yang penuh harap.