Daren begitu tergila-gila dan rela melakukan apa saja demi wanita yang di cintainya, Tapi cintanya tak terbalas, Sarah yang di cintai Daren hanya mempunyai secuil perasaan padanya, Di malam itu semua terjadi sampai Sarah harus menanggung akibat dari cinta satu malam itu, di sisi lain keduanya mau tidak mau harus menikah dan hidup dalam satu atap. Bagaimana kelanjutan kisah Mereka. akankah Daren bisa kembali menumbuhkan rasa cinta di hatinya untuk Sarah? Dan apakah Sarah bisa mengejar cinta Daren?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon II, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Honeymoon...
Daren bersantai di kamar seorang diri, sedangkan Sarah berada di dapur.
"Ini saya yang cuci piring?" Tanya Sarah kepada seorang wanita lanjut usia yang mana kedatangannya tidak terpikirkan.
Satu jam setelah memakan telur gulung, Daren mengubungi asisten rumah tangga yang selalu datang untuk membersihkan apartemen, Biasanya akan datang pukul 12 siang. Tapi karena ulah Sarah wanita bernama Bu Nadin itu harus datang lebih awal.
Bu Nadin mengangguk. "Sebenernya saya saja tapi Den Daren meminta Non Sarah yang cuci." Ucap Bu Nadin sembari tersenyum canggung.
Sarah mendesah kesal. demi mengambil hati Daren dirinya rela melakukan hal yang belum pernah di lakukan. "Lakukan saja." Gumam Sarah di tengah-tengah pekerjaan dapur.
Melihat Dapur sudah kinclong Sarah bersantai di sofa. Selonjoran dengan napas tersengal. "Seharusnya Daren mempunyai pelayan lebih dari satu. Kuku ku." Sarah merengek menatap kukunya yang terawat nampak pucat. "Tidak apa-apa, tarik napas." Sarah mulai menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan pikiran. "Nanti ke salon, nanti ke salon."
"Non Sarah?" Tiba-tiba saja Bu Nadin datang mengganggu meditasi Sarah akan kehancuran hatinya karena waktunya yang berharga tersita di dapur terlebih kukunya yang cantik terawat kini pucat dan tak sedap di pandang.
"Saya tidak mau mengerjakan apapun, saya berhenti." Sarah berdiri, menatap tajam Bu Nadin.
Bu Nadin tersenyum alih-alih menunduk. "Den Daren meminta Non ke kamar."
Sarah menoleh ke arah pintu kamar sang penguasa kehidupannya dengan wajan penuh murka. "Menyebalkan."
Tok...tok...
"Masuk." Teriak Daren dari dalam kamar.
Sarah segera membuka pintu kamar. "Apa?" Ucap Sarah ketus, berjalan masuk mendekati Daren yang mana tengah duduk di sofa.
Daren melirik kedatangan Sarah yang mana masih terlihat kacau. "Masih mau masak?" Tanya Daren, berusaha menahan gelak tawa.
Sarah mengendus kesal. Entah kenapa membuat telur gulung menyenangkan ingin sekali Sarah mengatakan akan kembali ke dapur dan memasak telur gulung atau mungkin membuat terobosan baru berharap Daren terkesan. Tapi melihat bagaimana tadi dirinya harus bertanggung jawab atas kekacauan yang sudah di buat Sarah menggeleng dengan terpaksa.
Daren mengangguk bahagia. Dirinya berjalan mendekati Sarah. "Aku mempunyai kabar gembira dan kabar buruk."
Sarah yang tak terlalu bersemangat bertanya karena jelas itu adalah pertanyaan yang haru di jawab.. "Kabar buruknya?"
"Kita tidak akan tidur di kamar ini malam ini." Kata Daren.
Sarah diam sejenak. "Maksudnya?"
"Kamu tidak ingin mendengar kabar baiknya?"
Sarah mengangguk cepat. "Aku ingin mendengar, tapi-
"Kabar baiknya, kita akan pergi ke Paris." Setelah memberi kabar itu Daren duduk kembali.
Sarah bersorak seorang diri, Menatap Daren yang datar. "Kita akan Honeymoon. Kita akan honeymoon."
Entah kenapa beberapa hari bersama Sarah setelah menyandang status suami istri hatinya menjadi lapang, ada rasa yang sulit dimengerti. Perasaan apa ini? Kembalikan wajah Kinan di sana. Kembalikan, kenapa wajah bercahaya penuh ketenangan itu mulai memudar. Segampang itu kan Sarah merebut hatinya kembali.
Daren menggelengkan kepalanya. Berusaha membuang perasaan aneh itu. Kinan harus menjadi pegangan, ingat apa yang sudah Sarah lakukan padanya. Menunggu hampir 7 tahun tapi tak terbalas. Segampang itu Sarah merebut hatinya kembali.
"Tidak Daren tidak." Daren bergumam. Melirik Sarah yang asik bersorak kegirangan. Tiba-tiba Daren tersenyum penuh arti.
"Koper mu masih ada di dekat pintu ambil, pilih barang yang akan di bawa. Di sana kamu jangan manja, lakukan sendiri,"
Sarah mengangkat satu tangan, hormat kepada Daren. "Siap laksanakan."
Kemudian Sarah segera keluar kamar, mengambil beberapa koper miliknya, Sedangkan Daren tertawa kecil sembari menghidupkan ponselnya.
"Tiket pesawat untuk ke Paris ambil untukmu. Bawa istrimu jalan-jalan ke sana, satu Minggu ini kamu libur menjadi asisten ku."
Daren segera mengakhiri panggilan bersama asistennya. Ia kembali duduk dengan wajah berseri. Tak lama satu buah pesan masuk.
Daren, bersikap baik lah di sana, jaga Sarah, di Paris lagi musim dingin, ayah sudah meminta asisten kamu untuk membawa beberapa mantel. Jaga kesehatan di sana. Kalian harus akur di sana. Ingat, jaga Sarah
Daren menghela napas berat, dengan terpaksa sibuk membalas pesan panjang sang ayah si pemberi hadiah tiket honeymoon ke Paris. Dari awal setuju menikahi Sarah, Daren mewanti-wanti untuk tidak memberi hadiah berpergian kepada siapapun termasuk ayahnya. Tapi laki-laki bertitel Duda itu begitu ngeyel. Lagi-lagi sebuah ancaman membuat Daren mengangguk setuju.
"Ayah memang pintar, tapi ayah lupa Daren lebih pintar, dari siapa Daren belajar? Dari ayah." Ucap Daren setelah membalas pesan Pak Darwin. Ia kembali bersantai menunggu Sarah bersiap.
Pukul 3 sore keduanya meninggalkan Apartemen. Sarah sudah on seperti biasa, ini bukan hal yang spesial pergi ke Paris, dirinya sudah beberapa kali pergi ke negara yang terkenal dengan menara Eiffel nya itu. Tapi kali ini berbeda dirinya bukan lagi lajang bisa pergi bersama kedua sahabatnya, sekarang ada Daren sang suami.
Daren menutup mata membiarkan Sarah asik memandanginya. tapi feeling nya yang kuat, Daren bersuara. "Tidur lah, dengan kamu tidur waktu ke bandara terasa lebih cepat."
Sarah yang sudah tertangkap basah berpura-pura tidur. Matanya terpejam dengan terpaksa. Sarah yang memang kelelahan akibat berperan menjadi koki dadakan perlahan mulai menguap. Di tambah sunyi nya mobil mendukung Sarah untuk terlelap mengikuti Daren. Pada akhirnya keduanya terlelap membiarkan pak Supir menyetir sendirian.
Beberapa jam kemudian. Pak supir membangun Daren.
"Den Daren."
"Vila..Vila...A mau ke vila. murah A."
Terdengar sayup-sayup suara pria di luar jendela mobil. Pak Supir menatap pinggir jalan yang berkabut. Seperti akan turun hujan.
"Den Daren, bangun Den." Panggil pak Supir lagi. Kali ini Daren mulai membuka mata. di susul Sarah.
"Udah sampe bandara Pak?" Tanya Sarah masih dengan wajah bantalnya.
Pak Supir menahan tawa melihat Sarah dan juga pertanyaannya. dirinya fokus ke Daren yang masih mengumpulkan kesadaran. "Den, kita udah sampai. Tapi sepertinya mau hujan, kabut juga mulai turun den."
Daren mengangguk. "Terus?"
"Di jakarta hujan-
Sarah mengedipkan matanya bingung. Beberapa kali menguceknya takut ada yang salah. "Ini kita di mana? Kok kaya bukan di jakarta? Bandaranya mana?"
"Kita di puncak Bogor Non, bukan di bandara." Sahut Pak Supir.
Sarah menoleh menatap Daren tak percaya. "Darennnnnnn...."
.
In syaallah besok up Lebih banyak. Sekarang badan baru enakkan..