Bintang panggung dan penulis misterius bertemu dalam pertemuan tak terduga.
Rory Ace Jordan, penyanyi terkenal sekaligus sosok Leader dalam sebuah grup musik, terpikat pada pesona Nayrela Louise, penulis berbakat yang identitasnya tersembunyi. Namun, cinta mereka yang tumbuh subur terancam ketika kebenaran tentang Nayrela terungkap.
Ikuti kisah mereka....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FT.Zira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
9. LOML 9
#Malam hari berikutnya...
Suara khas dari lonceng disebuah cafe ketika pintu dibuka terdengar diikuti dengan sosok Nayla yang melangkah masuk.
Cafe nuansa klasik Eropa berlantai dua dengan hiasan dinding beberapa lukisan dan lampu gantung, lemari kaca yang siap dengan berbagai hidangan manis siap santap, serta mini bar yang juga menyediakan berbagai cocktail dan mocktail, serta menu kopi dengan banyak pilihan untuk memanjakan para pengunjungnya.
Nayla melangkah menuju meja bar, tersenyum pada barista yang menyambut kedatangannya.
"Selamat malam, Nona," sapa Barista.
Pelayan pria yang sebelumnya baru saja menyelesaikan tugas membersihkan meja segera mengambil alih.
"Selamat datang. Ada yang bisa saya bantu, Nona?" tanya pelayan.
"Ah,, Ya. Reservasi atas nama Nayrela," jawab Nayla.
"Meja Anda ada di atas, Nona. Mari saya antar," sambut pelayan.
"Terima kasih," sambut Nayla.
Pelayan itu berbalik, melangkah perlahan memimpin jalan sementara Nayla mengikuti dari belakang setelah memberikan anggukan ringan pada barista.
Pelayan pria itu mengambil papan pemesanan yang berada di atas meja, lalu menarik kursi untuk Nayla duduk.
"Silakan, Nona." ujarnya sembari menggerakan telapak tangannya ke arah kursi.
"Apakah anda siap untuk memesan, Nona?" pelayan pria itu kembali berkata setelah Nayla duduk.
"Saya masih menunggu seseorang. Jadi, saya akan memesan nanti. Terima kasih," jawab Nayla.
"Baik," sambut pelayan.
Nayla meletakkan tas di sampingnya dan buku di atas meja setelah pelayan itu pergi, lalu mengedarkan pandangan. Dalam benaknya ia merasa lega melihat cafe itu masih sepi.
Wanita itu menghembuskan napas panjang, membenarkan posisi kacamata yang bertengger di hidungnya, lalu membuka buku yang ia bawa. Buku dengan cover berbeda dari yang sebelumnya ia baca, cover merah tua dengan siluet seorang pria menghisap cerutu namun tetap dengan penulis yang sama 'Sir Arthur Conan Doyle'.
Beberapa menit kemudian, lonceng pintu cafe kembali terdengar. Pintu kembali terbuka diikuti sosok Rory yang tetap dengan penampilannya menutupi kepala menggunakan topi serta memakai masker untuk menutupi sebagian wajahnya.
"Permisi,,," sapa Rory ketika berada di depan meja bar.
"Reservasi atas nama Nayrela," imbuhnya.
"Mejanya ada di lantai atas, Tuan. Mari saya antar," sambut pelayan yang sebelumnya mengantar Nayla.
Rory mengangguk, mengikuti si pelayan dari belakang.
"Apakah dia sudah datang?" tanya Rory.
"Sudah, Tuan. Teman Anda sudah datang beberapa waktu lalu," jawabnya si pelayan.
Rasa tidak nyaman perlahan mulai merayap ke dalam hati pria itu, merutuki dirinya sendiri karena membiarkan wanita menunggu dirinya. Terutama karena dirinyalah wanita itu harus berada di cafe itu.
Langkah kaki Rory melambat, detak jantungnya seolah terhenti dengan kedua mata melebar ketika ia menangkap sosok wanita yang berhasil mengganggu pikirannya sejak pertemuan pertama mereka.
"Bagaimana bisa?" Rory mendesis lirih tak percaya dengan apa yang ia lihat.
Dalam benaknya, ia merasa senang dengan harapan bahwa wanita yang menunggu dirinya dengan wanita yang ia temui di taman air mancur adalah orang yang sama. Namun, sisi hatinya yang lain merasa ragu, di mana kemungkinan mereka berdua adalah orang berbeda, terutama mengingat dirinya berada di tempat umum.
'Apakah wanita itu adalah dia? Kuharap_,,,,'
Rory berdoa dalam hatinya, mempercepat langkah mengikuti si pelayan yang berjalan semakin dekat dengan meja di mana Nayla duduk dan berhenti tepat di sisi meja Nayla.
Satu hal yang cukup untuk membuat wanita itu menghentikan aktivitasnya, menutup buku yang ia baca dan meletakkan di samping tempat ia duduk, lalu mengangkat wajah.
"Silakan, Tuan," ujar si pelayan.
Rory melangkah mendekat, memposisikan tubuhnya berada tepat di depan wanita itu seraya sedikit menundukkan kepala.
"Maaf sudah membuat Anda menunggu," ujarnya.
"Bukan masalah," sambut Nayla.
"Silakan." imbuhnya seraya menggerakkan tangan menunjuk kursi kosong di depannya.
"Terima kasih," sambut Rory.
"Apakah Anda berdua siap untuk memesan?" tanya si pelayan setelah memastikan kedua pengunjung di depannya duduk.
"Ya, tentu," sambut Rory.
Keduanya menerima buku menu masing-masing, membaca tiap menu dalam diam, lalu menyebutkan menu yang mereka inginkan.
"White Flat,"
Keduanya menyebutkan satu menu yang sama secara bersamaan, membuat mereka berdua saling pandang sejenak, lalu tertawa singkat.
Sementara pelayan itu hanya tersenyum sembari menuliskan menu yang mereka inginkan.
"Bagaimana dengan kudapan? Adakah yang ingin Anda berdua pesan?" si pelayan bertanya lagi.
"Crodoughs Peanut Butter,"
Sekali lagi, mereka berdua menyebutkan satu menu yang sama, memunculkan senyum lebar dari pelayan yang melayani mereka berdua.
"Baik, mohon tunggu sebentar," ujar si pelayan.
Rory membuka masker yang menutupi wajahnya.
"Ijinkan saya memperkenalkan diri saya dengan lebih baik," ujar Rory membuka suara.
"Saya Rory." seraya mengulurkan tangan.
"Nayrela," balasnya menyambut uluran tangan pria di depannya.
"Panggil Nayla saja,"
"Nayla?" ulang Rory.
"Nama yang tidak biasa, namun terdengar manis," sanjungnya.
"Anda pandai menyanjung, Tuan," sambut Nayla tersenyum tipis.
"Maaf, saya tidak bermaksud, saya hanya mengatakan apa yang terlintas di pikiran saya," jawab Rory.
"Bisakah saya berbicara tidak formal pada Anda, Nona?" sambung Rory meminta ijin.
"Tentu," sambut Nayla tersenyum.
"Terima kasih, Nona," sahut Rory.
Rory menutupi wajah menggunakan telapak tangan sembari memalingkan wajah ketika pelayan datang dengan menu yang mereka pesan, lalu meletakkan semua menu yang mereka pesan di meja, dan berlalu pergi.
Apa yang dilakukan Rory tak lepas dari perhatian Nayla, menganggap sikap Rory hanyalah rasa tidak nyaman berada ditempat umum.
Nayla berpaling sejenak, mengeluarkan paper bag yang sejak awal telah ia bawa, lalu menyodorkan paper bag itu pada pria di depannya.
Pria itu justru memberikan tatapan bingung, melupakan tujuan awal dirinya datang ke cafe dengan pandangan tertuju pada wanita di depannya, beralih pada paper bag yang disodorkan wanita itu, lalu kembali ke wajah si wanita.
"Milik Anda," ujar Nayla.
Rory menyambut apa yang diberikan Nayla, membuka paper bag saat itu juga dan melebarkan kedua matanya setelah melihat isinya.
"Saya sangat berterima kasih kepada Anda, Nona," ucap Rory dengan perasaan senang dan lega menatap dompetnya sendiri.
"Sepertinya kamu lupa tentang berbicara tidak formal pada ku, Tuan Rory?" sindir Nayla sambil tersenyum.
Rory tertawa singkat, mengamati wajah Nayla dari dekat hingga ia benar-benar bisa menangkap bahwa wanita di depannya tidak mengenali siapa dirinya sebenarnya, lalu tersenyum dengan sebuah rencana dalam benaknya.
"Ahh,, Maafkan aku. Aku melakukannya tanpa sadar. Ini sangat melegakan untukku," ucap Rory.
"Aku bisa mengerti perasaan itu," sambut Nayla.
Nayla mulai menyesap kopi miliknya.
"Aku tidak menyangka kamu menyukai kopi ini," Rory kembali membuka suara.
"Apakah itu hal yang aneh?" tanya Nayla.
"Tidak sama sekali." jawab Rory seraya meletakkan cangkir di tangannya.
"Hanya saja, aku tidak menyangka jika kamu menyukai kopi yang memiliki citarasa cenderung pahit,"
"Banyak dari wanita lain lebih menyukai Latte atau Cappucino yang lebih manis. Sedangkan White Flat memiliki kandungan espreso lebih kuat,"
"Dan itu_,,,,"
"Membuat banyak dari mereka mengatakan bahwa White Flat terlalu pahit?" potong Nayla.
Rory tertawa ringan sembari menganggukkan kepala.
"Bahkan, temanku juga mengatakan kopi ini pahit," ucap Rory.
"Aku bahkan menambahkan double espreso untuk kopi ini ketika sedang stres," ucap Nayla.
"Hei,,, Sungguh? Aku juga melakukan hal yang sama," sambut Rory antusias.
"Namun, aku tidak bisa menelannya ketika dalam keadaan normal," lanjutnya.
"Benar," sambut Nayla kembali tersenyum.
"Teman-temanku selalu menyebutku aneh dalam hal ini, aku tidak menyangka kamu memiliki selera yang sama denganku," ucap Rory.
"Aku akan mengatakan hal yang sama," sambut Nayla.
Rory tersenyum, merasakan kenyamanan yang tidak pernah ia dapatkan dari orang yang baru saja ia kenal, lalu mengedarkan pandangan dan melihat cafe itu tetap sepi selama mereka berdua berada di sana. Dalam benaknya merasa sangat disayangkan jika cafe itu tidak memiliki banyak pengunjung.
"Cafe ini memiliki keunikannya tersendiri," ucap Nayla tiba-tiba seolah mengerti apa yang dipikirkan pria di depannya.
"Mereka memiliki jadwalnya sendiri entah bagaimana, antara saat kosong seperti ini dan saat cafe ini benar-benar penuh oleh pengunjung," lanjutnya.
"Jadi maksudmu, ini hanya sesaat dengan tanpa pengunjung?"tanya Rory.
"Benar. Setelah satu jam kedepan, tempat ini akan dipenuhi pengunjung," jawab Nayla.
Rory mengangguk mengerti, mulai menggigit makanan yang terhidang di depannya. Sesekali mencuri pandang pada wanita di depannya yang juga melakukan hal sama.
"Omong-omong,,," Rory kembali membuka suara, menarik perhatian Nayla untuk bertemu pandang dengan dirinya.
"Aku penasaran dengan satu hal,"
"Apa?" sambut Nayla setelah meletakan cangkir.
"Bagaimana kamu menemukan tempat ini? Kamu bahkan tahu dengan jadwal cafe ini," tanya Rory.
"Entahlah." jawab Nayla mengangkat bahu.
"Itu terjadi begitu saja. Seperti, tanpa sengaja aku ingin bersantai dan menemukan tempat ini sepi dan tenang. Dan ketika aku datang lagi, berulang kali tempat ini selalu penuh, hingga aku selalu mengurungkan niatku untuk datang,"
"Suatu hari, ada seseorang yang memberitahuku jam ketika tempat ini kosong, jadi aku datang diwaktu yang dikatakan oleh orang itu," jelas Nayla.
"Apakah itu artinya kamu sering datang ke cafe ini?" tanya Rory lagi.
"Tidak. Hanya sesekali ketika ada kesempatan," jawab Nayla.
"Begitu rupanya," sahut Rory.
Rory kembali menikmati makanannya, mengamati lebih dalam wajah wanita yang baru saja ia kenal. Wanita berkacamata yang terlihat manis menurut pandangannya.
'Dia bahkan terlihat lebih cantik dilihat dari dekat. Apakah dia juga tidak mengingat pernah bertemu denganku di ruangan Mr. Darwin?'
'Jika benar, itu lebih baik. Itu artinya aku tidak perlu mencari alasan andai dia bertanya alasanku berada di sana saat itu,'
Rory menyembunyikan senyum lega di bibirnya, berpikir rencananya untuk menyembunyikan identitasnya akan berjalan lancar. Namun, sesuatu yang sempat ia lupakan kembali ke permukaan hingga membuat dirinya gagal menelan kopi yang baru saja ia sesap.
"UHukkk,,,,!?!"
. . . . .
. . ... .
To be continued...
NOTE :
- White Flat
White Flat atau Flat White adalah minuman kopi yang terdiri dari espresso dan susu kukus. Umumnya memiliki proporsi espresso terhdap susu yang lebih tinggi daripada Latte, membuat rasa dari kopi ini lebih pahit
- Crodoughs
Juga di kenal sebagai Cronut, adalah makanan yang menggabungkan croissant dan donat. Crodoughs memiliki bentuk donat, tetapi renyah dibagian luar