NovelToon NovelToon
My Suspicious Neighbour

My Suspicious Neighbour

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Cintapertama / Mata-mata/Agen / Romansa / Trauma masa lalu
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: Difar

Mbak Bian itu cantik.

Hampir setiap pagi aku disambut dengan senyum ramah saat akan menikmati secangkir kopi hangat di kafe miliknya.

Mbak Bian itu cantik.

Setiap saat aku ingin membeli produk kecantikan terbaru, maka mbak Bian-lah yang selalu menjadi penasehatku.

Mbak Bian itu cantik.

Setiap saat aku butuh pembalut, maka aku cukup mengetuk pintu kamar kost tempat mbak Bian yang berada tepat di sampingku.

Ah, mbak Bian benar-benar cantik.

Tapi semua pemikiranku sirna saat suatu malam mbak Bian tiba-tiba mengetuk pintu kamarku. Dengan wajah memerah seperti orang mabuk dia berkata

"Menikahlah denganku Cha!"

Belum sempat aku bereaksi, mbak Bian tiba-tiba membuka bajunya, menunjukkan pemandangan yang sama sekali tak pernah kulihat.

Saat itu aku menyadari, bahwa mbak Bian tidaklah cantik, tapi.... ganteng??

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Difar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

11. Permintaan Berkunjung

 

"Pagi Icha!"

Wajah segar mbak Bian langsung muncul ketika aku membuka pintu kamarku. Hari ini mbak Bian mengenakan stelan jeans dan baju kaos berwarna biru muda, semakin membuat wajahnya terlihat cerah.

 

"Pagi mbak."

Jawabku pelan.

 

Berbanding terbalik dengan mbak Bian yang penuh semangat, aku justru sangat lelah. Bahkan aku yakin kantung hitam menggantung di mataku sekarang, persis seperti Panda.

 

"Pagi Icha!"

"Pagi sayangnya mas!"

 

Dari balik punggung mbak Bian, muncul mas Jems dan mas Raka yang masih memasang ekspresi ngantuk.

 

Tentu saja mereka ngantuk, bahkan aku juga! Bayangkan saja kami kemarin bermain uno sampai pukul 3 dengan coretan lipstick dan duduk jongkok sebagai hukumannya. Diantara kami semua hanya mbak Bian-lah yang terlihat segar dan glowing, seakan dia punya tidur yang cukup semalam.

 

Wajah mas Jems dan mas Raka sebenarnya lebih ngenes lagi daripada wajahku. Bekas-bekas merah masih tersisa di wajah mereka. Benar-benar kombinasi abstrak antara sisa merah lipstick dan kantung mata, membuatku hampir tertawa terkekeh begitu melihat wajah mereka.

 

Percayalah jika mbak Bian mengaku sebagai raja judi kartu maka aku pasti akan langsung percaya. Setelah melihat kemampuan mbak Bian, aku hanya bisa memandangnya dengan kagum. Mulai dari kartu remi hingga sekelas uno sekalipun,

 

mbak Bian benar-benar tak terkalahkan! Dan yang lebih anehnya lagi, aku yang tak punya kemampuan dan keberuntungan apapun malah ikutan tak terkalahkan seperti mbak Bian. Bahkan biasanya main gunting batu kertas aja aku selalu kalah. Akhirnya mas Jems dan mas Raka-lah yang bergantian kalah. Dan saat itu pula aku baru menyadari bahwa mbak Bian bisa lebih kejam daripada ibu kota. Tak ada ampun kepada dua orang yang tak lain dan tak bukan adalah kekasih dan sahabatnya.

 

Setelah kepergian si botak Johan, sebenarnya aku sudah siap-siap untuk kembali ke kamar. Tapi mereka bertiga kompak melarang dengan wajah serius. Dan tanpa bisa kucegah, mereka sudah menyeret tubuhku untuk duduk di lantai kamar mbak Bian yang sudah dialasi bantal tebal terlebih dahulu. Sedangkan mas Jems dan mas Raka harus duduk di atas dinginnya lantai tanpa alas apapun.

 

Lagi-lagi aku menguap lebar, tak lagi repot-repot menutup mulut.

Mbak Bian-lah yang berinisiatif mengulurkan tangannya, menutup mulutku yang saking lebarnya, seekor ayam panggang utuh bisa masuk ke dalam mulutku. Duh, laparnya.

"Ready to go?"

Tanya mbak Bian semangat. Tangannya mulai berpindah merapikan anak rambutku yang berantakan.

 

Aku hanya mengacungkan jempol dan menganggukkan kepala. Seperti biasa, mbak Bian akan mengantarku ke kampus dan menjemputku begitu kegiatanku selesai. Mbak Bian mulai berjalan sambil bersiul riang. Aku hanya mengikuti mbak Bian dari belakang. Tiba-tiba langkah mbak Bian terhenti, membuat hidungku langsung menabrak punggungnya.

 

Wajah mbak Bian seketika berubah cemas

"Lo nggak apa?"

Tanyanya khawatir, merasa bersalah karena gerakannya yang tiba-tiba.

 

Lagi-lagi aku hanya mengacungkan jempol pertanda bahwa aku baik-baik saja, berusaha sekuat mungkin untuk tidak mengelus hidungku yang terasa sakit. Buset dah, itu punggung atau batu bata sih mbak Bian? Keras amat!

 

Mbak Bian kembali berjalan, kali ini tepat di sebelahku, masih melemparkan tatapan khawatir. Saat menuruni tangga, tanpa sengaja kami bertemu dengan mbak Nina yang terlihat ingin naik ke lantai tiga.

 

Aku menghernyit, ada urusan apa mbak Nina ke lantai tiga?. Seingatku lantai tiga hanya dihuni oleh aku dan mbak Bian. Kalau untuk menjemur pakaian atau yang lain tidak masuk akal sebenarnya, mengingat salah satu slogan kos tante Ella adalah,

'Satu ruangan untuk segalanya'

Jadi di balkon belakang kamar sudah disediakan tempat menjemur pakaian.

 

Mbak Nina terlihat kaget saat tak sengaja berpapasan dengan kami berempat. Tapi kekagetannya langsung hilang dan berganti dengan senyum ramah.

 

"Udah mau berangkat, Cha?"

Tanya mbak Nina, membuatku sedikit kaget karena biasanya mbak Nina selalu bersikap cuek dan dingin kepadaku.

 

Aku menganggukkan kepala.

Mbak Nina ikut mengangguk dengan senyum yang masih belum hilang dari wajahnya

 

"Semalam kok nggak ada di kamar?"

Tanyanya tiba-tiba.

 

"Maksudnya mbak?"

Aku menggaruk kepalaku yang mendadak terasa gatal. Entah karena efek bingung atau aku memang banyak kutu.

 

"Iya, semalam Johan nyuruh mbak ngantarin makanan. Katanya permintaan maaf karena udah kasar sama kamu. Tapi kamar kamu di kunci."

Jelas mbak Nina panjang lebar, membuatku semakin bertanya-tanya.

 Kalau yang mbak Nina maksud adalah Johan dan semalam, maka sudah di pastikan mbak Nina datang setelah insiden Johan yang melabrak kami. Tapi jujur saja, aku memang tak mendengar ketukan apapun. Entah karena suara teriakan frustasi mas Jems dan mas Raka yang saling bersahutan setiap melemparkan kartu sehingga suara mbak Nina nggak kedengaran.

 

"Kan si botak udah tahu kalau Icha ada di kamar gue. Ya ketuknya kamar guelah, masak kamar Icha."

"Lagian yaiyalah kamarnya di kunci, masak dibiarkan terbuka? Kalau ada tikus masuk, gimana?"

Mbak Bian menimpali dengan nada sewot, dia bahkan menekan kata tikus yang aku tak paham apa alasannya.

 

Aku menghernyit, teringat dengan kondisi kamarku semalam. Apa memang aku sempat mengunci kamar ya sebelum nongkrong di balkon semalam? Perasaan aku belum sempat ngunci kamar deh. Apalagi setelah itu mbak Bian nyeret aku tiba-tiba ke kamarnya.

Ah! mungkin aku lupa sudah mengunci kamar. Maklum saja ingatanku kacau semalam karena kemunculan Johan. Aku mengangguk-anggukkan kepala sendiri setelah menemukan jawaban dari misteri kunci kamar.

 

Entah kenapa aku merasa mbak Bian sangat tak suka melihat mbak Nina. Mata mbak Bian terlihat dingin, seakan mbak Nina adalah musuh bebuyutannya.

Hmm..

Apa jangan-jangan, ini yang dinamakan dengan persaingan antar orang cantik ya? Buktinya saja mbak Nina juga memandang mbak Bian dengan tatapan yang sama. Duh, aku benar-benar nggak paham dengan pikiran orang cantik.

 

"Oh, yaudah. Entar sore mbak main ke kamarnya Icha ya."

Senyum kembali menghiasi wajah cantik mbak Nina.

 

Belum sempat aku menjawab perkataan mbak Nina, mbak Bian sudah lebih dulu bersuara.

"Nggak usah, gue mau main sama Icha sampe malam."

Ucap mbak Bian ketus.

 

Lagi-lagi aku hanya bisa kebingungan melihat mereka. Saat ini wajah mbak Nina mulai memerah, bahkan aku bisa melihat uap muncul di telinga dan ubun-ubunnya. Tapi, perihal wajah mbak Nina, aku baru menyadari ada memar yang tersembunyi make up di pipi dan sudut bibirnya. Semakin menguatkan keyakinanku bahwa Johan sudah menganiaya mbak Nina kemarin malam.

 

Tapi, kenapa mbak Nina terlihat santai saja? Apa jangan-jangan mbak Nina diancam oleh Johan ya? Apa jangan-jangan mbak Nina ingin main ke kamarku hanyalah sebuah kedok yang dia gunakan untuk curhat kepadaku? Bisa sajakan?. Atas dasar kemungkinan itu, aku menganggukkan kepala, tak menghiraukan tatapan kaget mbak Bian

"Oke mbak, malam aja ya. Pulang aku main sama mbak Bian."

Jawabku yang langsung membuat wajah mbak Nina bersemangat.

 

"Oke, kamu udah janji ya! Bye-bye Icha!"

Ucap Mbak Nina sebelum berlalu meninggalkan kami sambil bersenandung kecil, seakan sudah memenangkan undian berhadiah dari snack gopekan jaman SD.

 

"Haduh, bakal ribet entar."

Mas Jems dan mas Raka yang sedari tadi diam tiba-tiba berkomentar, menepuk bahu mbak Bian sebelum akhirnya turun. Refleks aku melirik mbak Bian yang kini memasang ekspresi marah. Dia langsung berjalan meninggalkanku menuju mobil kesayangannya, membuatku hanya bisa terplongo dan bertanya-tanya. Huh? Aku salah apa?.

 

1
3d
iringan musik, thor🙏
emi_sunflower_skr
Kekuatan kata yang memukau, gratz author atas cerita hebat ini!
☯THAILY YANIRETH✿
Karakternya begitu kompleks, aku beneran merasa dekat sama tokoh-tokohnya.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!