NovelToon NovelToon
PONDOK MERTUA

PONDOK MERTUA

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir / Identitas Tersembunyi / Fantasi Wanita / Pembaca Pikiran
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: Rahmadaniah

Nisa anak sulung dari lima bersaudara, dipersunting oleh pria bernama Akil, Nisa berharap pernikahannya membawa perubahan pada keluarganya, Setelah sah sebagai suami istri, Akil memboyong Istrinya (Nisa) kerumah orangtuanya. Di pondok Mertua Nisa banyak menghadapi problem rumah tangga, kesabarannya runtuh setelah 11 tahun berumah tangga, bahkan Ia merasa rumah tangganya belum terbentuk. Hingga suatu ketika Nisa memutuskan untuk mengalah dan kembali ke rumah orangtuanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahmadaniah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 9

Akil baru saja meminta Nisa untuk memasakkan sayur sup, salah satu makanan kesukaannya. Dengan semangat, Nisa menuju dapur, mengeluarkan sayuran segar dari lemari pendingin, lalu mulai memetik dan menyiapkannya di meja dapur. Ia ingin memberikan yang terbaik untuk suaminya, menunjukkan perhatian lewat masakannya.

Namun, baru beberapa menit ia sibuk di dapur, terdengar suara langkah mendekat. Ibu mertuanya muncul di ambang pintu dapur dengan tatapan datar. “Nisa, apa yang kamu lakukan?” tanyanya sambil melihat sayuran yang sedang Nisa siapkan.

“Oh, ini, Bu... Akil tadi minta dibuatkan sayur sup, jadi saya mau menyiapkan untuk makan siang nanti,” jawab Nisa sambil tersenyum.

Ibu mertuanya mengangguk perlahan, namun kemudian ia mengangkat tangannya, memberi isyarat pada Nisa untuk berhenti. “Buat supnya besok saja, Hari ini Ibu mau masak soto, itu makanan kesukaan Akil juga,” ujarnya, dengan nada tenang tapi tegas.

Nisa terdiam sejenak, menurunkan tangan dari sayuran yang sedang ia pegang. “Oh, baik, Bu,” jawabnya sambil tersenyum kecil, meski hatinya sedikit tersentuh rasa kecewa. Ia sudah berniat ingin membuat sesuatu yang spesial untuk suaminya, namun sepertinya ibu mertuanya sudah punya rencana lain.

“Biarkan Ibu saja yang masak hari ini. Kamu duduk dan istirahat, ya,” lanjut ibu mertuanya sambil berjalan menuju rak bumbu, mulai menyiapkan bahan untuk soto.

Nisa menelan ludah, merasakan suasana hati yang sedikit berubah. Namun, ia berusaha tetap tersenyum, menghormati keputusan ibu mertuanya. Ia melangkah mundur, meletakkan sayuran yang sudah ia petik dan merapikan meja dapur.

“Baik, Bu. Kalau ada yang bisa saya bantu, bilang saja, ya,” katanya dengan suara lembut, meski dalam hatinya ada sedikit rasa canggung. Ia masih berusaha menyesuaikan diri di lingkungan keluarga ini, dan ia tak ingin membuat kesan yang salah.

Sementara itu, ibu mertuanya sibuk memasak, tampak terbiasa mengendalikan dapur. Nisa duduk di meja dapur, memperhatikan setiap gerakan ibu mertuanya. Dalam hatinya, ia berharap suatu hari nanti bisa punya kesempatan memasak untuk Akil dan menunjukkan perannya sebagai istri. Namun, untuk saat ini, ia memilih untuk mengikuti ritme keluarga ini, menyadari bahwa penyesuaian diri memang tak selalu mudah.

Akil baru saja meminta Nisa untuk memasakkan sayur sup, salah satu makanan kesukaannya. Dengan semangat, Nisa menuju dapur, mengeluarkan sayuran segar dari lemari pendingin, lalu mulai memetik dan menyiapkannya di meja dapur. Ia ingin memberikan yang terbaik untuk suaminya, menunjukkan perhatian lewat masakannya.

Namun, baru beberapa menit ia sibuk di dapur, terdengar suara langkah mendekat. Ibu mertuanya muncul di ambang pintu dapur dengan tatapan datar. “Nisa, apa yang kamu lakukan?” tanyanya sambil melihat sayuran yang sedang Nisa siapkan.

“Oh, ini, Bu... Akil tadi minta dibuatkan sayur sup, jadi saya mau menyiapkan untuk makan siang nanti,” jawab Nisa sambil tersenyum.

Ibu mertuanya mengangguk perlahan, namun kemudian ia mengangkat tangannya, memberi isyarat pada Nisa untuk berhenti. “Buat supnya besok saja, Hari ini Ibu mau masak soto, itu makanan kesukaan Akil juga,” ujarnya, dengan nada tenang tapi tegas.

Nisa terdiam sejenak, menurunkan tangan dari sayuran yang sedang ia pegang. “Oh, baik, Bu,” jawabnya sambil tersenyum kecil, meski hatinya sedikit tersentuh rasa kecewa. Ia sudah berniat ingin membuat sesuatu yang spesial untuk suaminya, namun sepertinya ibu mertuanya sudah punya rencana lain.

“Biarkan Ibu saja yang masak hari ini. Kamu duduk dan istirahat, ya,” lanjut ibu mertuanya sambil berjalan menuju rak bumbu, mulai menyiapkan bahan untuk soto.

Nisa menelan ludah, merasakan suasana hati yang sedikit berubah. Namun, ia berusaha tetap tersenyum, menghormati keputusan ibu mertuanya. Ia melangkah mundur, meletakkan sayuran yang sudah ia petik dan merapikan meja dapur.

“Baik, Bu. Kalau ada yang bisa saya bantu, bilang saja, ya,” katanya dengan suara lembut, meski dalam hatinya ada sedikit rasa canggung. Ia masih berusaha menyesuaikan diri di lingkungan keluarga ini, dan ia tak ingin membuat kesan yang salah.

Sementara itu, ibu mertuanya sibuk memasak, tampak terbiasa mengendalikan dapur. Nisa duduk di meja dapur, memperhatikan setiap gerakan ibu mertuanya. Dalam hatinya, ia berharap suatu hari nanti bisa punya kesempatan memasak untuk Akil dan menunjukkan perannya sebagai istri. Namun, untuk saat ini, ia memilih untuk mengikuti ritme keluarga ini, menyadari bahwa penyesuaian diri memang tak selalu mudah.

___

Nisa berjalan pelan masuk ke kamar, matanya menatap lantai sambil berpikir tentang apa yang baru saja terjadi di dapur. Namun, begitu ia menutup pintu, Akil yang sedang bersantai di ranjang menoleh padanya dan tersenyum.

“Sayang, supnya sudah jadi?” tanya Akil dengan nada antusias.

Nisa terhenti sejenak, lalu ia menundukkan kepalanya. Dengan suara pelan, ia menjawab, “Belum, Mas. Tadi waktu aku mau buat... Ibu bilang buatnya besok saja. Katanya hari ini Ibu mau masak soto.” Nisa mencoba tersenyum kecil, meskipun ia tak bisa menyembunyikan rasa canggung yang menyelimuti hatinya. “Itu kan juga makanan kesukaan Mas...”

Akil memandang Nisa dengan dahi sedikit berkerut, lalu tersenyum, berusaha meringankan suasana. “Oh, ya? Ya sudah, kalau begitu kita makan soto dulu hari ini. Besok kamu bisa masak supnya.” Akil mendekati Nisa dan menepuk pundaknya dengan lembut. “Aku tahu kamu pasti sudah semangat buat masak. Besok, ya?”

Nisa mengangguk, tersenyum tipis, namun tetap ada sedikit rasa kecewa di hatinya. “Iya, Mas. Aku cuma ingin buat sesuatu yang spesial buat Mas,” gumamnya, nyaris berbisik.

“Sudah, nggak usah dipikirin. Kamu sudah baik sekali mau masak buatku, dan aku senang tahu niat baikmu,” Akil menatap Nisa dengan penuh kasih. “Lagipula, kamu kan baru di sini. Wajar kalau ibu masih ingin memegang kendali di dapur. Nanti juga pelan-pelan kamu bisa terbiasa.”

Nisa tersenyum sedikit lebih lega mendengar kata-kata suaminya. Meski canggung, ia merasa sedikit lebih tenang dan mulai memahami bahwa semuanya butuh waktu. “Terima kasih, Mas,” katanya lembut, menatap Akil dengan mata yang penuh rasa sayang.

“Jangan sungkan, ya? Kamu di sini bukan sendiri. Ada aku yang selalu mendukung kamu,” kata Akil sambil mengelus punggung tangan Nisa. Mereka tersenyum bersama, merasakan kehangatan meski tantangan kecil masih terus hadir di kehidupan baru mereka.

1
Lala lala
bukan halo nisa...baiknya saat nelp..assalamualaikum nisa, apa kabar..
Rahmadaniah: terimakasih kasih saran nya 🫰🏻🙏🏻
total 1 replies
Rahmadaniah
makasih kak🙏🏾.
Rahmadaniah
mkasih kak 🙏🏾.
Rahmadaniah
makasih kak udh mampir baca
Amalia Mirfada
merasakan getaran emosi dalam setiap kata.
Rara Makulua
Terbaik! Worth to read!
Mưa buồn
Karya yang bagus buat dibaca berulang-ulang, makasih author! 😍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!