Yessi Tidak menduga ada seseorang yang diam-diam selalu memperhatikannya.
Pria yang datang di tengah malam. Pria yang berhasil membuat Yessi menyukainya dan jatuh cinta begitu dalam.
Tapi, bagaimana jika pacar dari masa lalu sang pria datang membawa gadis kecil hasil hubungan pria tersebut dengan wanita itu di saat Yessi sudah ternodai dan pria tersebut siap bertanggung jawab?
Manakah yang akan di pilih? Yessi atau Putrinya yang menginginkan keluarga utuh?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Baby Ara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9
"Shit!"
Regan terguling di lantai memegang area pribadinya mendapatkan sundulan maut dari lutut Yessi. Gadis itu berdiri seraya berkacak pinggang di samping tubuh Regan yang berbaring kesakitan.
"Yessi, kamu apa-apaan sih?!" sungut Regan.
Yessi melotot garang, tidak merasa bersalah sedikitpun.
"Mas, yang apa-apaan. Mesum banget! Kemarin ngambil first kiss saya. Dengar ya mas, saya itu masih di bawah umur dan kita bukan siapa-siapa. Enak aja minta cium!"
Yessi merapikan rambutnya yang berantakan sambil berkaca. Setelahnya, Yessi berdecak kesal kepangan rambutnya dibelakang sudah tidak rapi.
Padahal, Yessi bersusah payah mengepangnya sendiri. Melihat tutorial dari youtube.
Regan bangun dengan senyum tersungging tipis. Dimata Yessi, itu tak ubahnya ejekan. Bayangan keduanya terpantul dari kaca meja rias.
Tubuh kekar Regan seakan menelan tubuh mungil Yessi.
"Yakin itu first kiss kamu?"
"Eh, maksud mas apa? Saya gak pernah ya macam-macam. Jangan sembarangan kalo ngomong!" balas Yessi sedikit emosi.
"Udah ah, saya gak jadi pergi sama mas. Lihat penampilan saya, udah acak-acak kan dan ini semua karna mas!"
"Duduk!"
Regan menekan kedua pundak Yessi setelah menarik kursi untuk gadis itu duduki. Tangan kiri Regan meraih sisir. Yessi dibuat bingung, apa yang akan Regan lakukan.
Saat, Regan akan membuka ikatan ekor rambutnya. Sontak, Yessi menahan tangan Regan.
"Mas, ngapain? Jangan makin di rusak, ih!"
"Diam," sentak Regan. "Saya mau betulin kepangan rambut kamu," ujarnya membuat Yessi terbahak mengejek Regan.
"Saya gak yakin mas bisa. Udah, nggak perlu. Daripada rambut saya makin gak beraturan!"
Regan menyeringai dan itu terlihat Yessi melalui kaca.
"Kalo saya bisa bikin rambut kamu cantik, bagaimana?"
"Saya cium mas," sahut Yessi tanpa pikir panjang sembari menjentikkan jarinya.
Yessi Yakin, Regan tidak akan bisa.
Regan mencondongkan tubuhnya dengan bibir di dekat telinga Yessi. "Sudah saya rekam dan harus kamu tepati," tantangnya.
Tapi, Yessi yang terlanjur pede dengan pendapatnya sendiri mengangguk setuju.
"Deal!" Yessi menjabat tangan Regan tanpa di suruh.
Beberapa menit kemudian.
Wajah Yessi begitu masam memilihkan jas untuk Regan kenakan. Tentu saja, penyebabnya karena Yessi kalah taruhan. Kepangan Regan bahkan hasilnya jauh lebih rapi, seolah Regan terbiasa melakukan itu.
"Pakai ini!"
Regan mengambil jas yang Yessi tekan di dadanya. Bibir Regan tersenyum sangat tipis, pilihan Yessi sesuai dengan seleranya. Jas hitam melambangkan kesan misterius dan gagah.
"Saya tunggu, Mas di depan. Kalo lama saya tinggalin!" ujar Yessi lalu berbalik pergi tanpa menoleh lagi pada Regan yang menggeleng.
"Dasar bocil!" gumam Regan melihat betapa labilnya seorang Yessi.
Yessi yang menuruni tangga, merasa haus. Meski baru pertama kali masuk ke apartemen Regan, Yessi tahu dimana letak dapur. Karena ruangan itu duplikat apartemennya.
Yessi mengambil air dalam kulkas. Saat akan menutupnya samar-samar suara rintihan terdengar. Yessi memutar kepalanya ke kanan dan ke kiri mencari asal suara.
"Gue beneran dengar suara deh tadi. Ih, kok jadi seram gini sih!"
"To-tolong ...."
Yessi mempertajam pendengarannya. Suara rintihan itu semakin terdengar jelas saat Yessi memajukan sedikit tubuhnya ke arah kulkas.
"Bodoh ah! Bikin gue overthinking aja!"
Yessi menutup pintu kulkas dengan cara membantingnya lalu setengah berlari keluar dari dapur. Yessi merasa semakin horor, teringat darah kemarin malam di kamar mandinya.
Karena tidak fokus, Yessi menabrak dada bidang seseorang di depannya.
"Eh, mas Regan ... Udah siap ya?"
Regan menatap Yessi lalu kearah dapur dengan tajam. Matanya seperti elang menilai sekeliling.
"Kamu habis ngapain?"
Yessi tar cengir. Menunjuk gelas kaca di wastafel yang berembun, bekas ia minum air es tadi.
"Habis minum, mas. Haus soalnya."
"Jangan sembarangan masuk dapur orang," ujar Regan bernada tidak suka. Yessi mengernyit kebingungan.
"Yeee ... Kok nyalahin saya? Disini mas yang salah, tamu kok nggak di kasi minum," singgung Yessi terang-terangan membuat Regan menyugar rambutnya kebelakang.
Percayalah, pria itu menahan kesal. Yessi selalu pintar menjawab pertanyaannya.
"Kamu punya mulut? Kenapa gak minta langsung sama saya?"
Yessi menghela napasnya. Kenapa Regan jadi sensi seperti ini?
"Saya cuman minum, mas. Bukan mencuri. Kok jadi di besar-besarkan gini sih?!" Yessi menggembungkan pipinya kesal. "Tau ah ... Saya mau keluar."
Yessi meninggalkan Regan begitu saja. Ia tarik tasnya berada di atas sofa hitam milik Regan. Yessi baru sadar, dinding dan perabotan Regan nyaris semuanya hitam. Termasuk kamar Regan.
Benar-benar kental nuansa maskulin. Ac nya saja, begitu dingin serasa berada di tengah bongkahan salju.
"Pria Aneh!" cetus Yessi keluar dengan membanting pintu.
Bersyukur, pintu itu tidak di kunci Regan.
Tiba di lobby, Yessi melihat Arga yang memperhatikan jam tangannya dengan Mentari terus melihat penampilannya dikaca.
"Yes!"
Mentari melambai membuat langkah Yessi semakin cepat ke arahnya. Sahabat Yessi itu celingukan mencari seseorang.
"Loh, mas Regan mana?"
Yessi memutar matanya malas. "Bentar lagi dia datang. Kayak kesepakatan kita, lo sama dia. Gue sama kak Arga."
"Pasti dong." Mentari tersenyum malu-malu. "Gak sia-sia gue nunggu lo lama."
"Cih!" Yessi berdecak sinis. "Moga aja lo betah lama-lama sama dia," ejek Yessi.
Lalu melipir ke arah Arga yang sangat tampan dengan jas hitam dan saput tangan merah terlipat di saku dadanya. Yessi mengapit lengan Arga membuat kakak Mentari itu terkekeh.
"Pergi sekarang, princess?"
Yessi mengangguk antusias lalu mengedipkan satu matanya. "Iya dong, ganteng. Let's go ...."
Arga terbahak. Tak urung membuka pintu mobil sport Ferrari merahnya. Kecupan lembut mendarat di pipi Arga dari Yessi.
"Makasih, ganteng."
"Sama-sama, cantik," balas Arga tersenyum manis.
Sedang Mentari, berbinar melihat Regan yang keluar dari lift. Saat Regan mendekat, Mentari menyapanya. Tanpa di duga, Regan melewatinya begitu saja dan tak membalas sapaannya.
Regan melihat apa yang Yessi lakukan, termasuk perlakuan manis Arga. Yessi dan Arga sudah duduk di kursi masing-masing. Dikejutkan, ketukan keras di kaca mobil bagian Yessi.
"Turun!" titah Regan dengan mata berkilat tajam.
Yessi menahan tangan Arga akan turun keluar. "Kak, jangan. Lebih baik kita pergi. Dia kan sama Mentari."
"Iya ... Tapi, kamu udah jelasin kan sama dia?"
Belum Yessi menyahut, terdengar lagi suara Regan yang bertambah keras.
"Yessi, keluar! Atau kamu bakalan tahu akibatnya."
Arga melepas tangan Yessi. Kini ia tahu, Yessi belum memberitahu Regan tentang pertukaran pasangan.
"Bentar, Dek. Biar kakak yang jelasin."
"Tapi--"
Yessi cemberut. Arga sudah keluar. Yessi marah pada Regan. Gara-gara pria itu tadi membentaknya.
"Mas, gini--"
"Suruh Yessi keluar. Saya gak butuh penjelasan kamu!" sela Regan datar.
Arga membuka pintu mobilnya. Yessi sudah tahu maksud Arga karena melihat gelagat Regan. Yessi menolak keras.
"Aku gak mau sama dia, kak. Lebih baik aku gak ikut kalo sama dia," kata Yessi dengan wajah di tekuk.
Arga menghela napas lalu menatap wajah Regan yang terlihat tidak bersahabat.
"Sorry, Mas. Dia gak mau--"
"Minggir!"
Arga nyaris terjerembab karena dorongan Regan. Tanpa siapapun duga, Regan mengambil alih mobil Arga. Duduk di kursi kemudi lalu melaju kencang dijalanan. Yessi belum mengenakan sabuk pengaman, kepalanya hampir membentur dashboard mobil.
Sontak, Yessi berteriak penuh kekesalan.
"Mas, berhenti! Mas, benar-benar nggak tahu malu ya! Bawa lari mobil orang. Kan udah di bilang, aku mau pergi sama kak Arga!"
"Kapan dan apa saya setuju?!" bentak Regan menciutkan rasa marah di hati Yessi.
Regan tiba-tiba menghentikan laju mobilnya. Yessi mengedar, sekelilingnya gelap dan hanya ada suara jangkrik bersahutan.
Yessi tidak tahu ini ada dimana.
"Mas, mau apa?!"
Kepala Yessi mundur ke sandaran kursi karena tubuh besar Regan memepetnya dari arah samping. Cara pandang pria dingin itu layaknya predator membuat Yessi dilanda ketakutan.
"Saya tidak suka di bantah, Yessi. Saya maunya Kamu. Jadi, menurut agar semuanya baik-baik saja," cetus Regan serius lantas menunjuk pipi kirinya sendiri.
"Cium saya seperti kamu mencium pria tadi."
"Apa? Ci-cium?" Yessi gelagapan.
Arga sudah Yessi anggap kakaknya sendiri. Sedang Regan, dekat dengan Yessi saja baru-baru ini?
Regan mengangguk enteng. "Kamu yang cium saya atau saya yang cium kamu?"
Yessi mulai berpikir untuk menendang kembali area sensitif Regan, tapi pria itu sigap merapatkan kaki Yessi dengan mencengkeramnya.