Nada memiliki Kakak angkat bernama Naomi, mereka bertemu saat Nada berumur tujuh tahun saat sedang bersama Ibunya di sebuah restauran mewah, dan Naomi sedang menjual sebuah tisu duduk tanpa alas.
Nada berbincang dengan Naomi, dan sepuluh menit mereka berbincang. Nada merasa iba karena Naomi tidak memiliki orang tua, Nada merengek kepada Ibunya untuk membawa Naomi ke rumah.
Singkat cerita, mereka sudah saling berdekatan dan mengenal satu sama lain. Dari mulai mereka satu sekolah dan menjalankan aktivitas setiap hari bersama. Kedekatannya membuat orang tua Nada sangat bangga, mereka bisa saling menyayangi satu sama lain.
Menginjak remaja Naomi memiliki rasa ingin mendapatkan kasih sayang penuh dari orang tua Nada. Dia tidak segan-segan memberikan segudang prestasi untuk keluarga Nada, dan itu membuat Naomi semakin disayang. Apa yang Naomi inginkan selalu dituruti, sampai akhirnya terlintas pikiran jahat Naomi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Evhy Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 26
**
Kenzo menghampiri Nada di dalam kelas, saat pria itu masuk tatapan Jeno begitu tajam melihat Kenzo, dengan gerakan secepat kilat Jeno keluar dari kelas sambil menabrak bahu Kenzo, Nada melihat perilaku Jeno yang tidak seperti biasanya.
"Pulang?"
"Hmm, pulang."
"Gue antar."
Nada menggelengkan kepala. "Enggak usah, gue bisa sendiri."
"Gue enggak mau dengar bantahan, Lo bisa enggak sih nurut sama gue?"
Nada tertawa keras di dalam kelas. "Lah kocak Lo, emang Lo siapa gue? Harus nurutin perintah dari Lo, hmm?"
"Gue enggak mau berantem sama Lo."
"Gue enggak mau diajak balik bareng sama Lo. Please Ken, kita enggak dekat, kita juga bukan temen. Kita cuma siswa dan siswi satu sekolah yang dipertemukan ketidak sengajaan, paham?"
Nada menarik tasnya lalu keluar dari kelas sambil berjalan perlahan. Kenzo membiarkan Nada untuk meredakan emosinya terlebih dahulu, apalagi perkataan Nada membuatnya terngiang-ngiang.
Nada menunggu angkutan umum yang lewat di depan halte bus sekolahnya, menunggu hingga sepuluh menit ternyata dia malah bertemu dengan Alex.
Alex membuka kaca helm sambil tersenyum lebar. "Hy Nada!"sapa Alex berhenti di depan Nada.
" Eh Alex. "
"Gimana kabar Lo? Emm sorry ya, soal waktu itu."
Nada mengangguk. "Enggak masalah, lagian gue tahu Lo enggak sengaja mukul gue."
Alex menggaruk tengkuknya. "Hehe makasih ya. Oh ya Lo ngapain di sini?"
"Gue lagi nunggu angkot."
"Emang enggak bawa kendaraan?"
Nada menggelengkan kepala. "Gue enggak bisa pakai mobil atau motor hehe."
"Bagus deh."
Nada mengerutkan keningnya. "Kok bagus?"
"Ya jadi gue bisa antar jemput Lo ke sekolah, hehe."
Nada terkekeh. "Ya elah, enggak usah gue biasa naik angkot."
"Kali-kali boleh dong."
"Emm gimana ya, boleh enggak ya?"
Alex tertawa renyah. "Dasar! Oh ya bagi nomor dong."
"Nomor apaan? Nomor togel? "
"Astaga!" Alex menyentil dahi Nada. "Bukan itu Nada. Maksudnya nomor HP."
Nada memanyunkan bibirnya sambil mengusap dahi. "Ck elah biasa aja kali enggak usah sentil juga."
Alex merasa bersalah dia mengusap dahi Nada, dan saat itulah Kenzo dan Naomi melewati halte di mana Nada dan Alex berada, tatapan Kenzo begitu tajam dan Nada membuang muka supaya dia tidak melihat Kenzo.
"Duh maaf ya, gue refleks beneran deh."
"Iya-iya, lagian gue juga bercanda."
Nada menekan nomornya di ponsel Alex, lalu pria itu menyimpannya dnegan Nada cantik di sana. Alex senyum-senyum penuh kegirangan.
Akhirnya Nada mau diantar pulang oleh Alex, dia juga sudah merasa lelah menunggu kendaraan yang tak kunjung tiba.
Sesampainya di depan rumah Nada, mereka berdua turun dari motor.
"Makasih banget ya udah anter gue balik."
Alex mengangguk. "Dengan senang hati, ke manapun Lo pergi, gue bakal siap anter Lo."
Nada tersenyum. "Iya-iya buaya. Ya udah gue masuk dulu ya, bye Alex! "
Alex melambaikan tangan ke arah Nada, dan di balik pohon belakang ada Kenzo yang memperhatikan gerak-gerik Alex. Kenzo merasa marah melihat Nada bersama pria lain, meskipun nyatanya Nada dan Kenzo tidak memiliki hubungan apa pun.
**
Malam harinya Kenzo dan gengnya sedang berada di arena balap, mereka berkumpul bersama geng Lion yang sengaja mengajak mereka balapan.
"Yakin ngajak balapan? Nanti dicancel lagi," celetuk Bagas.
"Kalau ngomong hati-hati, Lo!" tunjuk Bara.
Bagas berdecak. "Alah sosoan Lo muka bertopeng," ejek Bagas.
Bara kesal dan mencoba maju, namun Alex menghentikan pergerakan Bara.
"Gue udah dapet nomor Dia," ucap Alex.
Kenzo tahu siapa yang dimaksud Dia di sini, pria itu hanya menaikkan sebelah alisnya.
"Semoga usaha gue membuahkan hasil," jelasnya lagi, dengan wajah tengil yang selalu dia tunjukkan pada Kenzo.
Kenzo hanya mengepalkan lengannya, dia tidak bisa membiarkan Nada berada di dekat Alex.
"Kita mulai balapan ini!" ucap Kenzo dengan tegas.
"Oke siapa takut, emm gimana kalau ada taruhannya." Alex menaik turunkan alisnya menunggu jawaban Kenzo.
"Apa?"
Alex berjalan perlahan menghampiri Kenzo. "Kalau yang menang bisa miliki Nada."
Kenzo menaikan sebelah alisnya. "Kalau kalah?"
"Bebas aja, terserah Lo."
"Jika kalah jauhi Nada!"
Alex menatap mata Kenzo dengan lekat, ada rasa tidak suka dengan permintaan Kenzo.
Kenzo menarik sudut bibirnya ke atas, meremehkan Alex.
"Takut kalah, hmm?"
"Gue pastiin malam ini, gue yang menang!"
Kenzo mengangkat bahunya acuh, dan dia kembali ke motornya untuk bersiap balapan bersama dengan Alex.
"Mereka ngomongin apaan ya?" tanya Bagas sambil berbisik.
"Kaga tahu, tapi dari raut wajah mereka berdua kayanya serius banget," jawab Anggara.
Bagas mengangguk. "Iya, gue jadi kepo deh. Apa soal uang?"
"Mana gue tahu. Tapi kalau soal uang masa bisik-bisik, mereka juga dari keluarga orang kaya, mau duit tinggal metik."
Bagas menggeplak Anggara. "Lo kira buah dipetik."
Anggara terkekeh sambil mengangkat kedua bahunya.
Mereka yang hadir menjadi penonton, sudah bersiap menuju tempat di mana mereka akan menonton balap motor anatara Kenzo dan juga Alex.
**
Nada berjalan menghampiri orang tuanya yang sedang berada di ruang TV. Mereka sedang berkumpul bersama, terlihat Nadia mengusap kepala Naomi, membuat hati Nada memanas.
"Emm Mah, Pah, Nada mau ngomong."
"Ngomong aja enggak usah basa-basi," jawab Nadia.
Nada mengangguk. "Ini ada surat acara buat berkemah, Nada boleh minta uang sama tolong tandatangani ini kalau diijinkan."
"Mending kamu belajar sana, bukannya ikutan kegiatan enggak berfaedah ini."
"Tapi nanti ada penilaiannya juga Mah. Apa Nada boleh ikut?"
Nadia berdecak sambil menarik paksa surat tersebut, dia baca dengan seksama.
"Ijinin aja Mah, nanti kan Naomi ada teman di sana. Lagian Nada saudara Naomi, kalau Naomi ikut Nada juga harus ikut. Boleh ya?"
Nadia mengusap lembut pipi Naomi. "Boleh sayang, kalau kamu yang minta Mama berikan. Tapi kamu yakin berangkat sama dia? Nanti malah kamu dijahatin lagi sama Nada."
Nada meremas celananya, betapa sakit dadanya saat ini mendengar penuturan Ibu kandungnya sendiri saat menilai diri Nada itu jahat.
"Mama enggak perlu khawatir, Naomi yakin Nada udah berubah dan kita akan saling menjaga."
"Anak Papa pinter sekali sih, hati kamu begitu baik sama Nada. Papa bangga."
Naomi tersenyum lebar. "Anak siapa dulu dong."
"Anak Papa sama Mama," jawab kedua orang tuanya dengan serentak, lalu tertawa bersama.
Nada mematung di tempat, dan hanya melihat kebahagiaan yang tercetak di keluarganya. Nada merasa tidak berguna menjadi seorang anak.
"Ya sudah nanti Mama bayarkan sekalian sama Naomi," jawab Nadia sambil menyerahkan kertas yang sudah dia tandatangani atas persetujuan Naomi.
"Makasih Mah, Pah."
"Kamu enggak mau bilang terima kasih sama Naomi, hah?"
Nada memejamkan matanya lalu membuka dengan perlahan sambil merasakan sesak yang begitu menyiksa.
"Ma-makasih Naomi."
Naomi tersenyum lebar. "Sama-sama Nada."
Nada berbalik, menahan sesak di dada. Menaiki tangga sambil menitikkan air mata, jelas-jelas dia anak kandung Jhonson, tapi perlakuan mereka pada Nada seakan Nada anak tiri.
"Tahan Nada, tahan." Nada meremas dadanya dengan cukup kencang.