Di balik suami yang sibuk mencari nafkah, ada istri tak tahu diri yang justru asyik selingkuh dengan alasan kesepian—kurang perhatian.
Sementara di balik istri patuh, ada suami tak tahu diri yang asyik selingkuh, dan mendapat dukungan penuh keluarganya, hanya karena selingkuhannya kaya raya!
Berawal dari Akbar mengaku diPHK hingga tak bisa memberi uang sepeser pun. Namun, Akbar justru jadi makin rapi, necis, bahkan wangi. Alih-alih mencari kerja seperti pamitnya, Arini justru menemukan Akbar ngamar bareng Killa—wanita seksi, dan tak lain istri Ardhan, bos Arini!
“Enggak usah bingung apalagi buang-buang energi, Rin. Kalau mereka saja bisa selingkuh, kenapa kita enggak? Ayo, kamu selingkuh sama saya. Saya bersumpah akan memperlakukan kamu seperti ratu, biar suami kamu nangis darah!” ucap Ardhan kepada Arini. Mereka sama-sama menyaksikan perselingkuhan pasangan mereka.
“Kenapa hanya selingkuh? Kenapa Pak Ardhan enggak langsung nikahin saya saja?” balas Arini sangat serius.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rositi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
9. Larangan Untuk Orang M!skin
“Kamu itu masih m!skin, Rin. Jadi enggak usah baper apalagi sakit hati. Makanya jangan m!skin biar kamu bisa kelihatan oleh yang lain. Karena walau kamu benar bahkan menarik, kamu tetap enggak akan pernah kelihatan. Kamu tetap salah karena kamu m!skin! Hal semacam itu sudah menjadi hukum alam. Larangan untuk orang miskin yang wajib tahan banting, dan wajib kamu terapkan! Gimana kamu bisa bikin pak Ardhan meratukan kami, kalau belum apa-apa saja, hati kamu sudah melow? Yang ada Killa makin merasa menang!” batin Arini menasihati dirinya sendiri. Alasan tersebut pula yang membuatnya buru-buru mengelap air matanya dan memang telanjur jatuh membasahi pipi.
“Kamu nangis?” lirih Ardhan sudah ada di sebelah Arini.
Akan tetapi, kehadiran Ardan yang begitu tiba-tiba ada di sebelah Arini, langsung mengejutkan Arini.
“Allahu laa ilaaha illaa huwal hayyul qayyum—” Arini berseru sambil memejamkan kedua matanya, sesaat setelah refleks menjerit. Selain itu, kedua tangan Arini juga refleks membekap erat kedua telinganya.
“Innalilahi ... kamu malah bacain aku ayat Kursi? Dikiranya aku demit?” kesal Ardhan yang kemudian meraih kedua tangan Arini agar tak membekap kedua telinganya lagi.
Awalnya Arini memang berteriak dan makin histeris. Sebab entah kenapa, jemari tangan Ardhan terasa sangat dingin. Hingga Arini yakin, Ardhan yang menghampirinya dan bayang-bayang dari tubuhnya juga tinggi besar, menang hantu.
“Kamu benar-benar mengira saya hantu?” heran Ardhan menatap tak percaya kedua mata Arini yang akhirnya terbuka sekaligus balas menatapnya.
“Maaf, tapi salah siapa bayang-bayang tubuh pak Ardhan serem banget. Lihat tuh, ... nah, gelap, bayang-bayangnya begitu, ... sepi ... nyaris dini hari,” ucap Arini masih membiarkan kedua tangannya ditahan kedua tangan Ardhan. Ia menuntun Ardhan untuk melihat bayang-bayang yang ia maksud.
“Apa-apaan? Kok bisa gitu? Ah ... yang penting aslinya keren! Lagian, ... lagian siapa juga sih, yang menciptakan bayang-bayang? Orang sekeren ini, masa bayang-bayangnya mirip demit!”
“Bukan aku yang bilang loh, Pak! Yang bilang, asli Pak Ardhan!”
“Bilang apa?”
“Bilang bayang-bayang Pak Ardhan mirip dem ... mit.”
“Lah, ... barusan kamu bilang. Iya, beneran itu ya g barusan. Barusan, kamu ngata-ngatain saya, kan?”
“E—enggak gitu juga Pak konsepnya!”
Di balik kehebohan kebersamaan Arini dan Ardan yang jadi cek cok gara-gara bayangan Ardhan, ibu Sundari dan nenek Septi yang awalnya akan masuk ke dalam klinik justru tidak jadi. Keduanya malah dengan sendirinya mengintip kebersamaan Ardhan dan wanita berhijab segi empat dan awalnya sempat mereka lewati.
“Ma, tadi aku ... tadi kau bilang kalau aku enggak setuju. Dia, ... dia yang papasan sama kita, kan? Jadi, ... sepertinya dia juga dengar dan ... sepertinya dia si istri sopir itu!” lirih ibu Sundari yang refleks menatap ngeri sang mama sebagai wujud dari rasa khawatirnya.
Jika dugaan ibu Sundari benar bahwa yang sedang bersama Ardhan justru istri dari sopir selingkuhan Killa, entah kenapa ibu Sundari jadi tak enak hati. Ibu Sundari jadi merasa bersalah. Karena walau ia memang tidak setuju, ia juga tak mau menyakiti hati siapa-siapa termasuk hati si istri sopir pribadi Killa.
“Aduh ...,” refleks nenek Septi.
“Kamu di sini, ... kamu mencari saya? Wajah basah ujung lengan termasuk jilbab, efek nangis apa memang sengaja wudu buat shalat malam?” ucap Ardhan mengintimidasi.
“Weh, ... sedetail itu tanya sama memperhatikannya. Namun mungkin sudah menjadi bagian dari trauma korban pasangan perselingkuhan sih. Mereka jadi lebih protektif. Sedangkan makin detail, juga bagian dari sikap protektif seseorang,” batin Arini yang jujur, sedang butuh mukena untuk shalat. Ia berdalih tak membawa mukena karena mukena miliknya ditinggal di tempat kerja, selain stok satunya lagi yang ada di rumah Akbar.
“Jujur, aku nelangsa banget. Apalagi tadi jelas, mama sama nenek pak Ardhan enggak setuju. Namun sekali lagi, ... aku ini miskin. Aku wajib tahan banting!” batin Arini menyemangati dirinya sendiri. Ia berdiri menunggu di depan gerbang rumah orang tua Ardhan. Akhirnya pria itu kembali membawa mukena yang ia minta. Namun tampaknya mukena putih yang masih dibungkus plastik transparan itu masih baru.
“Mau shalat di masjid, apa kontrakan saja?” Selain memberikan mukenanya, Ardhan juga menunjuk masjid di pekarangan milik keluarganya dan keberadaannya ada di belakang kontrakan petak.
Ardhan dapati, Arini yang langsung bengong tak lama setelah wanita itu juga menoleh ke masjid yang ia maksud. Dari raut wajah Arini yang jadi terlihat terkejut, Ardhan yakin, bahwa wanita di hadapannya memang baru tahu di sana juga sampai ada masjid.
“Bentar deh ... kalau enggak salah ... rumah ini, masjid itu ... pernah ada di vlog sekaligus lokasi syutingnya kak Ojan kan, yah, Pak?” Arini mengawasi suasana di sana dengan saksama, terlepas dari dirinya yang belum tahu, menyebut nama kak Ojan, sukses membuat Ardhan meliriknya dengan sinis.
“Aku ingat, kenapa di sini sampai ada masjid. Karena selain buat umum, keluarga kalian memang keluarga besar. Jadi andai lagi kumpul, kak Ojan bilang, kalian bisa shalat bareng-bareng,” ucap Arini mengingat-ingat, dan yakin dirinya tidak salah.
“Andai eyang Ojan tahu kamu fans-nya. Langsung dikasih tiket umroh kamu,” ucap Ardhan dan sukses membuat Arini tertawa.
“Itu marketingnya kak Ojan, Kak. Selain ... dia yang sepertinya memang orang baik banget!” ucap Arini.
“Kamu bilang begitu ... saya jadi mikir ... apa saya bukan orang baik ya? Tiba-tiba, ... masa eyang Ojan yang begitu saja, bisa dicintai dengan sangat tulus oleh istrinya.” Ardhan mendadak melow. “Saya kerja sangat keras, ugal-ugalan dan semua pekerjaan saya ambil karena saya ingin bangun rumah impian buat di ... a.”
“Ya sama Pak. Saya rela ikut jadi tulang punggung. Saya rela tiap hari dihina mama sama adiknya yang memusuhi saya hanya karena mereka beranggapan. Saya akan mengambil semua gaji mas Akbar. Padahal, ... hah! Enggak gini juga sih konsepnya Pak. Masa iya masih saya ... masih Pak Ardhan juga yang harus introspeksi diri, padahal jelas, mereka yang sudah mempermainkan kita.” Setelah sempat ikut galau, Arini bergegas mengajak Ardhan untuk berhenti galau.
“Percaya enggak percaya, alasan Allah menyingkirkan mereka-mereka dari hidup kita. Termasuk orang-orang yang kita sayangi. Apalagi jika caranya melalui pengkhianatan. Karena mereka memang kurang baik buat kita. Maka Allah sengaja menyingkirkannya dari kita,” ucap Arini.
“Sudah, jangan terus menerus menyalahkan diri sendiri. Yang ada kita kena mental dan lagi-lagi, kita juga yang rugi! Lagi pula, saya yakin, selain Killa, dalam hidup Pak Ardhan masih banyak yang sayang ke Pak Ardhan!” lanjut Arini sebelum pamit pergi.
“Katanya mau shalat? Enggak di masjid saja?” ujar Ardhan dan sukses membuat Arini yang sudah meninggalkannya agak jauh, balik badan.
“Aku shalat di dalam kontrakan saja. Aku yakin bakalan nangis sampai enggak bisa ngomong. Namun aku janji ini untuk yang terakhir. Besok juga, aku bakalan move on dan urus semuanya!” lantangnya. “Urutannya, pastiin mereka dipenjara karena pasal perzinahan, habis itu baru pembatalan pernikahan, kan?”
Ardhan membalas pertanyaan Arini sambil mengangguk-angguk.
“M–mah,” ucap ibu Sundari jadi galau. Ia menatap sang mama yang berdiri di sampingnya dan menatapnya penuh keresahan.
“Beda deh, Dek. Dia berbeda dari wanita kebanyakan. Mirip ... dia mirip mbak Arimbi istrinya mas Aidan,” ucap nenek Septi dan makin membuat sang putri menunduk dalam.
“Apa yang membuatnya begitu tegar?” pikir Ardhan masih diam di tengah halaman rumahnya yang berupa keramik batu alam. Tatapannya masih lurus melepas kepergian Arini. Baru saja, Arini masuk ke dalam kontrakan tanpa sedikit pun menoleh kepadanya.
ayo up lagi
batal nikah wweeiii...
orang keq mereka tak perlu d'tangisi... kuy lah kalean menikah.. 🤭🤭🤭🤭🤭🤣🤣🤣