Arya, seorang pria yang memiliki istri yang sangat cantik dan juga memiliki seorang putera yang masih balita harus menelan pil pahit saat mengetahui sang istri dijodohkan oleh keluarganya dengan pria kaya raya.
Hal yang menyakitkannya, sang istri menerima perjodohan itu dan berniat melangsungkan pernikahan meskipun mereka belum sah bercerai.
Semua itu karena Arya dianggap pria miskin dan tak layak mendampingi Tafasya yang cantik dan memiliki body sempurna.
Bagaimana kisah selanjutnya, maka ikuti novel ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti H, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keputusan Arya
Hari sudah sangat gelap. Rayan sudah tertidur pulas. Hari ini ia tak bertanya ibunya kemana, sebab perlakuan sang ibu pagi tadi membuatnya sangat sakit, dan ia mulai terbiasa tanpa perhatian sang ibu.
Seorang wanita berjalan menuju rumah kontrakan 5 pintu, dan mereka berada ditengahnya. Saat bersamaan, para emak-emak sedang berghibah diteras rumah.
Kedatangan wanita cantik yang tak lain adalah Tafasya membuat mereka sejenak berhenti berghibah. Pandangan mereka memperhatikan penampilan wanita itu, sebab tidak sesuai dengan pekerjaan suaminya yang hanya seorang pedagang bakso pentol.
"Darimana, Syah? Menor amat penampilanmu," celoteh Lisa yang merupakan tetangganya yang mana ia akan memakai Kartu Keluarga wanita itu untuk pinjaman bank kelilingnya.
Ingin rasanya ia mengumpat wanita itu jika saja ia tak butuh, tetapi ia mencoba tersenyum datar. "Ada, deh," jawabnya, lalu membuka pintu yang tidak terkunci.
Ia memasuki rumah. Terlihat lengang dan juga sepi. Ia mengira jika Arya dan Rayan sudah tertidur. Tetapi ia belum menyadari tentang motor yang ia tinggalkan direstaurant, sebab ia pulang diantar oleh pria tersebut.
"Dari mana kamu?" terdengar seseorang bertanya dengan nada datar, kedua tangannya dilipat dibawah dada, serta pandangannya menatap pada wanita itu dengan dingin.
Seketika Tafasya tersentak kaget, karena tidak menduga jika pria itu duduk disana.
"Mau tau aja!" jawab wanita itu dengan ketus.
Arya membenahi posisi duduknya. "Kemarilah, ada yang ingin aku bicarakan padamu," pria itu mencoba mengontrol segala emosi yang ada didalam dadanya.
Tafasya menghela nafas jengah, namun kali ini ia menurut, dan berjalan menghampiri sang suami, lalu duduk disofa.
"Mau apa lagi!" tanyanya dengan ketus. Bahkan ia membuang pandangannya.
"Tanda tangani ini, dan baca terlebih dahulu," Arya menyodorkan sebuah berkas dan memperlihatkan bagian mana saja yang harus ia tanda tangani.
Tafasya mengerutkan keningnya, dan seketika ia tersenyum bahagia saat membaca Kop surat yang berasal dari pengadilan agama dan berisikan surat gugatan cerai untuknya.
"Oh, ini. Kenapa tidak dari dulu," jawabnya, tanpa membacanya, ia menandatanganinya denga cepat.
"Berbuatlah sesukamu, tetapi tahan dulu sebelum kita sah bercerai, karena aku tidak mau menanggung dosa zinah yang kau lakukan," ucap Arya dengan tenang.
Seketika Tafasya tersentak kaget. Ia menatap pria dihadapannya. "Apa maksudmu?" tanyanya dengan tatapan tak suka.
"Tidak ada maksud apapun, hanya ku mohon jangan bermaksiat sebelum kita sah bercerai, aku janji akan mempercepat perceraian ini, dan kamu bebas untuk melakukan apapun," sahut Arya dengan menahan rasa sakit dihatinya atas pengkhianatan yang telah digoreskan oleh sang istri.
"Kalau mau cerai ya cerai saja, jangan banyak drama, najis banget!" Tafasya bangkit dari duduknya dan beranjak pergi dari tempatnya.
"Rayan akan ikut bersamaku," ucap Arya dan hal itu membuat Tafasya menghentikan langkahnya. Lalu memutar tubuhnya dan menatap sang suami dengan tatapan sinis.
"Itu lebih baik. Aku tidak ingin bocah itu menjadi beban untuk hidupku, dan pastinya ia akan menghalangiku untuk bebas melakukan apapun yang ku inginkan," jawabnya dengan santai, lalu pergi meninggalkan sang suami yang saat ini menatap punggungnya dengan begitu dingin.
*****
Tiga bulan kemudian, keduanya sah bercerai. Arya meninggalkan rumah kontrakan dengan membawa Rayan serta dan tak lupa ia meninggalkan beberapa lembar uang untuk mantan istrinya sebagai bekal.
Wanita itu bahkan tak ingin memandang kepergian puteranya untuk terakhir kali. Ia begitu sibuk dengan Bondan yang memanjakannya dengan begitu banyak kemewahan.
Rayan menoleh kearah sang ibu, tetapi wanita itu asyik dengan ponselnya, dan ia juga tidak tahu saat ini akan pergi kemana, sebab sang ayah hanya mengatakan jika mereka akan pindah dan tak serumah lagi dengan ibunya.
Keduanya menggunakan sepeda motor butut menyusuri jalanan dengan sebuah ransel dipundak. Arya telah menjual sepeda motor yang baru saja ia beli untuk wanita yang pernah bertahta dihidupnya, dan ia meninggalkan bagian untuk wanita itu.
"Kita mau pergi kemana, Yah?" tanya Rayan dengan sangat sendu.
"Kita akan pergi ketempat dimana akan melupakan semua segala kepedihan yang pernah ada," jawabnya dengan singkat, lalu menambah laju sepeda motornya.
Sementara itu, Ani datang dengan wajah sumringah setelah mendengar Tafasya sah bercerai dengan Arya. Ia akan segera menggelar pesta pernikahan meriah untuk puterinya, bahkan tanpa menunggu masa iddah sang anak, ia tak dapat lagi menundanya.
"Ayo, Sayang. Om Bondan sudah memberikan lamaran yang cukup besar untukmu, dan kita harus kembali ke rumah ibu, kamu akan hidup bahagia dan masa depanmu terjamin bila hidup bersama dengan pria itu," Ani mencoba meyakinkan wanita muda yng baru saja menjada, jika Bondan adalah pria yang tepat untuk menjadi pasangan hidupnya.
"Tentu, dong. Sebelum menikah saja ia sudah memberikanku banyak hadiah, apalagi setelah menikah, maka aku akan menjadi ratu didalam rumah tangganya," Tafasya melenggang pergi meninggalkan rumah kontrakan yang dulu pernah ia tempati bersama dengan mantan suami miskinnya.
*****
Sebuah sepeda motor berhenti didepan rumah kosong yang jauh dari pemukiman warga, bahkan terbilang terletak ditengah hutan. Suasana diluarnya tampak begitu tak terawat, bahkan tumbuhan rambat menjalar dibagian dinding dan atap rumah, dan lumut juga tampak tumbuh dibagian dinding yang sering tertimpa air hujan karena ada bagian atapnya yang bocor.
Rayan mengamati rumah itu dengan seksama. Rasa bergidik membuatnya begitu ngeri.
"Kita tinggal disini, Yah? Tanyanya ragu. Ia tak ingin mendengar jawaban dari ayahnya jika itu merupakan tempat tinggal mereka, karena ini tidak sesuai ekspektasinya.
"Ya, kita akan tinggal disini, untuk sementara saja," jawab Arya, lalu menurunkan puteranya dari motor, ia mendorong kuds besi itu kedalam semak, untuk mengelabui orang-orang, meskipun tidak akan ada yang menduga jika mereka memasuki rumah itu karena tidak pernah dilalui oleh siapapun.
"Ayo!" Arya menggendong puteranya, lalu memutari rumah tersebut, dan menuju arah belakang.
Setibanya disana, terdapat tumbuhan rambat yang begitu lebat dan sekitar rumah juga banyak pepohonan yang tumbuh liar dan sungguh suasana yang mengerikan.
"Arya menekan sebuah tombol yang berada disalah satu tiang yang juga dipenuhi oleh tumbuhan rambat dan tidak ada siapapun yang mengetahuinya.
Rayan tercengang, bagaimana mungkin benda itu bisa berfungsi, sedangkan jaringan listrik tidak ada, ternyata tanpa mereka sadari, ada sebuah panel surya yang berada diatap rumah yang digunakan sebagai pasokan listrik untuk kebutuhan rumah tersebut.
"Rayan takut," ucap bocah itu.
"Ada ayah, jangan pernah takut," ia mengeratkan dekapan pada puteranya dan memberikan rasa aman pada buah hatinya.
Terlihat sebuah anak tangga yang menuju kebawah ruangan dan terlihat sangat terawat.
Keduanya memasuki lantai bawah tanah, dan menapaki anak tangga dengan begitu tenang, lalu pintu tertutup secara otomatis.
"Arya, itu kah kamu," terdengar suara lembut dari seorang wanita saat mereka akan tiba disebuah ruangan yang terlihat terang dan suasana yang berbeda dari penampilan rumah diluar sana, sebab ruangan ini tampak begitu nyaman dan juga sejuk karena ada alat pendingin ruangannya juga.
kejam bingit bu any ini. tega meracuni suami sendiri
kan berarti dia sudah dapat keluar.
kecuali jika "DIA BERUSAHA KELUAR KARNA MERASA BOSON"
(BERUSAHA KELUAR)