Ellia Naresha seorang gadis kecil yang harus menjadi yatim piatu diusianya yang masih sangat muda. Setelah kepergian orang tuanya, Ellia menjalani masa kanak-kanaknya dengan penuh siksaan di tangan pamannya. Kehidupan gadis kecil itu akan mulai berubah semenjak ia melangkahkan kakinya di kediaman Adhitama.
Gavin Alvano Adhitama, satu-satunya pewaris keluarga Adhitama. Dia seorang yang sangat menuntut kesempurnaan. Perfeksionis. Dan akan melakukan segala cara agar apa yang diinginkannya benar-benar menjadi miliknya. Sampai hari-hari sempurnanya yang membosankan terasa lebih menarik semenjak Ellia masuk dalam hidupnya.
Cinta dan obsesi mengikat keduanya. Benang takdir yang sudah mengikat mereka lebih jauh dari itu akan segera terungkap.
Update tiap hari jam 08.00 dan 20.00 WIB ya😉🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nikma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gadis yang Berpengaruh
Akhir pekan itu di sebuah restoran mewah, seorang gadis duduk seorang diri di sebuah meja di samping kaca besar. Ia menunggu dengan tenang sambil menyesap minumannya. Beberapa kali ia melihat jam di pergelangan tangannya juga ponselnya. Sudah dua jam ia duduk seorang diri di sana. Ia mulai terlihat jenuh dan tak senang.
"Sebenernya kemana tuan Gavin? Kenapa lama sekali ia tak datang-datang juga. Apalagi tak ada pemberitahuan apapun jika ada keterlambatan atau pembatalan." Gerutu Clara geram.
Hari itu adalah hari yang Clara tunggu untuk kencannya dengan Gavin. Ia begitu bersemangat sampai datang setengah jam lebih awal dari jam janjian. Baginya tak masalah sedikit menunggu. Namun, sudah dua jam ia menunggu dari jam janjian sebenarnya. Dan Gavin belum datang juga.
Akhirnya, ia memutuskan untuk menghubungi Fauzan asisten pribadi Gavin. Ia dapat nomor Fauzan dari nyonya Irene. Sebelumnya Clara meminta nomor Gavin. Namun, Gavin sangat tertutup dengan orang-orang yang boleh mengetahui nomor pribadinya. Akhirnya, Clara tak bisa mendapatkan nomor Gavin.
"Hallo asisten Fauzan. Ini saya Clara dari keluarga Wijaya yang dijadwalkan akan bertemu dengan tuan muda Gavin hari ini ... Saya sudah menunggu dua jam tapi kenapa tuan muda tak segera datang. Apa ada masalah?" Tanya Clara setelah telponnya terhubung.
"Ah, mohon maaf nona Clara. Saat ini tuan Gavin, ehm ... Tuan Gavin sedang ada urusan mendadak. Mungkin pertemuan hari ini harus dibatalkan. Nanti, saya akan aturkan jadwal pertemuan lagi dengan anda." Jawab Fauzan sedikit terbata.
"Baiklah. Hubungi aku secepatnya saat kamu sudah menjadwalkan ulang pertemuan kami." Seru Clara menahan amarah. Namun, ia berusaha terdengar anggun.
"Baik nona. Saya akan segera menghubungi anda, setelah memeriksa jadwal tuan muda." Jawab Fauzan sebelum mengakhiri telponnya.
Setelah panggilan terputus, Clara segera bangkit dari duduknya dan menuju ke kamar mandi. Ia melihat pantulan dirinya di cermin. Ia sangat marah, Clara merasa seperti baru dicampakkan oleh Gavin.
"Hah. Aku akan bertahan hari ini. Tapi, lihat saja nanti tuan muda, aku pasti akan mendapatkanmu!" Tekad Clara dengan tatapan tajam.
Di tempat lain, setelah menutup panggilan dari Clara. Fauzan menatap tuan mudanya yang sedang asyik memilih pakaian di sebuah toko di mall terbesar di kota itu. Selain itu ia juga menatap ke seorang gadis muda yang berdiri tak jauh dari tuan mudanya itu. Gadis itu berpakaian sederhana yang terlihat sangat berbeda ketika berdiri di samping tuannya. Apalagi, gadis itu terlihat cukup kelelahan dengan beberapa kantong belanjaan di tangannya.
Fauzan tau siapa gadis itu. Ia adalah Ellia, gadis yang diadopsi oleh Yunus si tukang kebun. Baginya, gadis itu hanyalah gadis biasa yang kehadirannya bahkan nyaris tak ia ketahui. Namun, hari itu pandangannya langsung berubah saat gadis itu terlibat dengan tuan mudanya.
Sepanjang karir Fauzan, tak sekalipun ia melihat tuan mudanya itu dekat dengan seorang wanita atas inisitif tuannya sendiri, seperti menyimpan nomor gadis di ponsel pribadinya. Dan yang paling membuatnya syok adalah, tuan mudanya yang terkenal paling sempurna. Hari itu untuk pertama kalinya, ia membatalkan janji yang sudah ia jadwalkan untuk hal yang menurutnya tak penting. Dan semua hal aneh itu terpusat pada seorang gadis bernama Ellia.
Fauzan sudah bisa menebak apa sebenarnya yang terjadi. Namun, sebagai bawahan yang bisa ia lakukan adalah diam dan mengikuti semua perintah tuannya. Bahkan, kalau ia memang harus menutup mulut sekalipun. Yang jelas, kini ia tahu. Bahwa, gadis bernama Ellia itu adalah seorang yang berpengaruh bagi tuan mudanya.
...
Beberapa jam sebelumnya ...
Hari itu Gavin sudah bersiap pergi kencan buta untuk kesekian kalinya. Dan hari itu adalah dengan Clara, nona muda dari keluarga Wijaya. Gavin sudah berangkat seperti yang di jadwalkan. Namun, ia terhenti ketika baru saja keluar dari gerbang kediamannya.
"Berhenti." Perintah Gavin. Seketika sopir pun menghentikan mobilnya tepat di depan gerbang.
"Ada apa tuan? Apa ada sesuatu yang tertinggal?" Tanya Fauzan menatap tuan mudanya di kursi penumpang.
Namun, Gavin tak menjawab. Matanya fokus pada seorang gadis yang tengah berjalan menghampiri seorang pemuda yang terlihat memang sudah menunggunya dengan bersandar di sepeda motor. Itu adalah Ellia dan Ares. Dapat pula Gavin lihat keduanya saling melemparkan senyum lebar satu sama lain.
Hari itu Ellia berencana ke toko buku karena ada buku yang ia perlukan sebagai refrensi tugas. Dan tentu saja mendengar itu, Ares dengan senang hati menawarkan Ellia tumpangan. Dengan dalih kebetulan ia juga sedang butuh sebuah buku. Akhirnya, Ellia pun dengan senang hati menerima tawaran Ares.
Saat jam janjian tiba, Ellia segera bergegas berangkat. Dari kajuhan ia sudah bisa melihat Ares yang sudah menunggu dengan pose andalannya. Ellia tersenyum melihat itu.
"Ares!!" Panggil Ellia setengah berlari menghampiri Ares.
Mendengar namanya dipanggil Ares segera mencari sumber suara itu berasal. Ia bisa melihat Ellia yang berlari mendekatinya. Seketika senyum lebar langsung menghiasi wajahnya. Ia melambai ke arah Ellia dengan senang.
"Lama nunggu?" Tanya Ellia setelah di depan Ares.
"Enggak kok. Memangnya kamu habis ngapain?"
"Aku habis bantuin paman Yunus sebentar tadi." Jawab Ellia jujur. Memang ia baru selesai membantu paman Yunus memilah benih bunga baru yang akan di tanam di taman.
"Kalau memang penting. Aku bisa menunggu selama apapun kok. Dan kalau kamu butuh bantuan, bisa kabari saja aku. Aku pasti akan datang membantu." Seru Ares tulus. Ellia mengangguk setuju.
"Kalau gitu kita berangkat?" Tanya Ares sambil mengambilkan helm Ellia di sepeda motornya. Ellia tersenyum mengiyakan. Ia akan mengenakan helmnya, sampai ponselnya tiba-tiba berdering dengan keras.
"Maaf, aku akan menerima telpon dulu." Pamit Ellia pada Ares. Ares tersenyum mengiyakan.
Ellia segera mengambil ponselnya di dalam tas. Ia terlihat bingung saat melihat nomor tak dikenal. Dengan gerakan cepat ia mereject panggilan itu. Namun, tak bersalang lama kemudian nomor itu kembali menelpon. Akhirnya, daripada telpon itu terus mengganggu, ia pun menerima telpon itu dengan ogah.
"Berhenti di tempatmu sekarang. Sudah waktunya mendapat hukuman." Suara Gavin yang dingin langsung menembus telinga Ellia. Seketika tubuhnya mematung. Ia tak menyangka Gavin akan menghubunginya saat itu.
Ares yang melihat Ellia terdiam saat menerima telponpun merasa aneh. Ia menatap Ellia dan setengah berbisik.
"Ada apa?" Seru Ares. Melihat itu, Ellia kembali tersadar. Ia sedikit menjauh dari Ares untuk menjawab perkataan Gavin.
"Tuan, bisakah hukumannya sedikit ditunda lagi? Saat ini saya sedang sibuk." Pinta Ellia.
"Aku tidak mengatakan hal untuk kedua kalinya. Tetap diam di tempat dan suruh pemuda di sampingmu pergi." Perintah Gavin lagi.
Ellia terkejut karena Gavin mengetahui kalau sekarang dia sedang bersama Ares. Ellia segera mengedarkan pandangannya ke sekeliling mencari keberadaan Gavin. Tak jauh dari sana Ellia melihat sebuah mobil hitam di depan gerbang kediaman Adhitama. Tiba-tiba kaca belakang tempat duduk penumpang sedikit turun dan terlihatlah Gavin di sana yang sedang menatap tajam ke arahnya. Ellia menelan salivanya dengan susah payah.
"Baik tuan." Jawab Ellia pada akhirnya.
.
.
.
Bersambung ...