Nakki hanyalah gadis kecil yang lugu, kesehariannya hanya bermain, siapa sangka ia dinikahkan dengan Jendral karena janji kakeknya dan kakek Sang Jendral, sebelum meninggal menulis wasiat, agar Manik menikahi Nakki kelak di kemudian hari.
Jendral yang patuh pada kakek nya dan juga sangat sibuk dengan urusannya bersama raja, tidak punya banyak waktu untuk berfikir langsung menikahi Nakki tanpa melihat wajah gadis itu lebih dulu.
Sayangnya, Jendral meninggalkan istri mudanya untuk waktu yang lama, bersama istrinya yang dipenuhi rasa cemburu, hingga membawa kesulitan bagi Nakki yang tidak memahami apa kesalahannya.
Di dera banyak ujian bersama istri pertama dan kedua Jendral Manik, Nakki kabur dan pulang ke kebun peninggalan kakeknya, sebuah konspirasi jahat membuat Nakki terjatuh ke jurang, lalu muncul sinar terang dari langit menyambar tubuhnya, tubuhnya hanya luka ringan, bahkan memiliki kekuatan setelahnya membuat dirinya jenius dalam berbagai hal.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mom Nafa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Peraturan harus diikuti
"Duduklah... siapa namamu?" ucap nyonya Bulma selalu istri pertama.
'Nakki nyonya," Jawab Nakki dengan sikap membungkuk hormat, sembari melihat satu persatu mereka yang ada di meja makan.
"Bibi, siapkan untuknya peralatan makan." perintah nyonya Bulma.
Segera beberapa pelayan yang berdiri tidak jauh, bergetar menyiapkan keperluan Nakki.
"Makanlah, setelah itu kita bertemu di ruang baca." Nyonya Bulma melihat kearah nyonya Desy yang tidak berbicara sejak tadi namun hanya diam mengamati.
Suasana hening mengiringi makan pagi itu, para pelayan cukup heran, pasalnya nyonya-nyonya muda tersebut banyak berbicara saat di meja makan apalagi jika tuan Jendral ada di tempat, keduanya tidak jemu memperdengarkan suara merdunya untuk menarik hati tuan Jendral yang memang tidak banyak bicara.
Nakki cepat belajar. Meski tidak memahami tata cara makan di istana, Nakki mengerti, ia hanya perlu menikmati hidangannya dengan tenang, ia mengambil secukupnya dan tidak mengambil makanan yang sulit untuk dimakannya bila menggunakan alat makan yang tidak difahami caranya.
Nakki hanya mengambil roti yang juga biasa ditemukannya di kampungnya, roti bisa dimakan dengan tangan dengan mengambil sedikit kuah untuk jadi teman makan.
Nakki tidak mengambil dagingnya karena ia tahu itu pasti harus menggunakan alat yang dirinya tidak mahir menggunakannya.
Kakek biasa memanggang burung atau hewan buruannya, begitu pun hewan ternaknya diolah dengan cara sederhana.
Diberi garam dan asam yang ditaburi dan disimpan beberapa saat kemudian di goreng, dipanggang dengan bumbu kering.
Setelah itu mereka akan menikmatinya dengan cara dipegang dan tidak perlu menggunakan peralatan porselen yang mewah.
Nakki sudah biasa melihat tangannya belepotan bumbu saat makan, namun sekarang ia faham, ia harus berlaku dan bersikap teratur dan tidak berantakan saat makan.
Usai acara makan yang terkesan kaku dan penuh kediaman itu, Nyonya Bulma dan nyonya Desy berdiri lebih dulu, keduanya hanya meminum susu dan beberapa ramuan khusus untuk mereka dengan sedikit potongan buah.
Disusul oleh kedua wanita dan pria muda yang sempat melirik Nakki dengan senyum aneh dan lirikan tajam.
"Mari nona, mereka menunggu nona di ruang baca." Bibi itu mempersilahkan
Nakki berdiri dan berjalan mengikuti langkah kepala pelayan yang nampak sedikit tergesa-gesa.
"Bibi tunggu, bolehkah bibi beritahu, siapa nama istri Jendral?" Tanya Nakki
"Yang berbicara tadi, nyonya Bulma, yang memiliki tubuh sintal padat berisi itu nyonya Desy, kalau wanita yang satu lagi, itu adik nyonya Bulma dan pria muda itu, sepupu nyonya Desy." bibi menjelaskan
"Nyonya Bulma sudah cukup lama menikah dengan Jendral, beliau istri pertama Jendral, beliau sudah punya anak satu berumur 3 tahun." Jelas si bibi
Nakki menganggukkan kepala, kalau itu ia tahu, meski tidak melihat mempelai Jendral ketika mereka menikah karena tuan putri tentu saja menunggu di kamar pengantinnya.
Nakki berdecak kagum, kedua istri Jendral memang sangat cantik. nyonya Bulma memilki kulit putih bersih, meski berbeda dengan kulit nyonya Desy, bulu mata nyonya Bulma sangat lentik dengan warna coklat muda.
Tubuh keduanya sangat ideal dan padat berisi, juga sangat terawat, membuat Nakki terkagum-kagum dibuatnya.
Adapun Nona Desy memiliki mata bulat lebar dan kulit seperti susu itu, istri kedua Jendral, beliau putri Perdana Menteri.
Nakki sendiri masih remaja yang baru tumbuh, tubuhnya belum sepenuhnya menunjukkan perubahan mencolok seorang gadis belia.
Rambutnya tumbuh subur dan indah agak kemerahan karena sering terkena matahari, kulitnya sedikit kecoklat-coklatan akibat banyak bermain di bawah matahari.
Kulit wajahnya halus seperti bayi, hidungnya mungil, deretan giginya kecil-kecil, dengan senyuman menawan.
Matanya bening dan cemerlang, dadanya belum lagi terlalu menonjol layaknya gadis belia diawal pertumbuhan walau tubuhnya tinggi melebihi ukuran sebayanya namun demikian fikirannya masih seperti bocah yang ingin bersenang-senang saja, sayang kepergian kakeknya membuat dirinya harus belajar menyesuaikan diri dimana ia berada.
Nakki terdiam ketika memasuki ruang baca itu, hanya rasa kagum yang terpancar, betapa banyak buku-buku tersusun rapi disana.
"Apakah ini semua milik Jendral? wow... Jendral tentulah orang yang sangat cerdas karena telah banyak membaca buku-buku, dilihat dari bentuk dan sampulnya, buku-buku tersebut adalah buku-buku tua." Nakki terkagum-kagum.
Meskipun Nakki tidak bersekolah di sekolah milik kerajaan karena disana hanya orang-orang kaya raya dan putri bangsawan yang boleh bersekolah.
Namun kakek Boru juga seorang yang sangat cerdas, Nakki beruntung pernah belajar mengukir huruf dan mengeja bacaan dari kakeknya langsung.
Sehingga sedikitnya Nakki dapat menyebut beberapa kata yang ditemuinya di sampul sebuah buku-buku yang dijual di pasar.
"Hemmh..." suara deheman membuyarkan rasa tertarik Nakki pada buku-buku yang terpajang di rak-rak yang berjejer rapi.
Nakki memperbaiki sikap berdirinya dan menatap kearah nyonya Bulma yang menatapnya dengan tatapan datar.
Sementara nyonya Desy masih dengan sikap yang sama, tidak banyak bicara namun Nakki cukup merasa, tatapan mata yang ditujukan padanya itu merupakan tatapan dingin dengan seakan tidak suka kepadanya.
"Nakki, Jendral sudah bercerita kepada kami perihal keadaan mu." Nyonya Bulma membuka percakapan.
"Kami mencoba menerima kehadiranmu karena Jendral harus menjalankan wasiat kakeknya." Wanita itu menatap tajam
"Wasiat itu bagi kami sama sekali tidak berarti kami juga harus mengikuti apa isi didalamnya." Dia menekankan
"Kami hanya mencoba menerima dan mengikuti keinginan Jendral" Nyonya Bulma berbicara pelan namun penuh penekanan.
"Kami adalah Istri-Istri sah Jendral yang dinikahinya dengan sukacita karena keinginan dan perasaan rela." Nyonya Bulma menekan kalimatnya mencoba menyadarkan Nakki yang mencoba mencerna setiap kalimat tersebut.
"Engkau harus menyadari keberadaan dirimu disini bukan sepenuhnya keinginan Jendral, karena itu, sebagai orang yang baru memasuki lingkungan kami, kau harus mengikuti beberapa aturan."
"Kau faham?"
"Iya nyonya." jawab Nakki segera.
"Mulai hari ini, untuk tinggal disini, kau harus ikut bekerja sebagaimana semua orang disini memiliki pekerjaan." Wanita itu memberi alasan
"Kami semua, tidak ada yang berdiam diri, masing-masing memiliki tugas dan tanggung jawab, maka kaupun harus mendapat tugas."
"Kau mengerti?"
"Baik nyonya. " Nakki mengangguk mengiyakan.
"Baik, kalau kau mengerti, Kepala pelayan akan menunjukkan dan menjelaskan pekerjaan mu, mulai hari ini kau akan mulai bekerja." tanpa jeda Bulma meluapkan semua keinginan hatinya
"Jendral terbiasa patuh, disiplin dan teratur dalam segala hal. Jendral tidak suka orang yang ceroboh dan malas, karena itu kami harap kau dapat bekerja dengan tekun."
"Baik nyonya. " Nakki sekali lagi mengangguk mengerti, ia tahu diri ia harus mengikuti aturan di kediaman jendral, sebagaimana kakeknya pernah berkata, dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung.
"Kau boleh keluar, Bibi antarkan ke tempatnya bekerja, beritahu dengan jelas semua pekerjaannya, jangan ada yang terlewat, aku akan mendengar darimu perkembangan selanjutnya."
"Baik nyonya, mari nona Nakki ikut bibi." Kepala pelayan meninggalkan ruangan dan menutup pintu rapat diikuti Nakki dibelakangnya yang sibuk berfikir mengapa ia merasakan kalau tatapan itu seakan hendak menelannya.