NovelToon NovelToon
Adil Untuk Delima

Adil Untuk Delima

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Cinta setelah menikah / Aliansi Pernikahan / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Cinta Murni
Popularitas:3.8k
Nilai: 5
Nama Author: Umi Fia

Berkisah Delima, seorang janda yang menikah lagi dengan seorang pria hanya bermodalkan ingin kejelasan tentang kematian suaminya. Ia hanya mencari kebenaran saja, apa suaminya meninggal karena kecelakaan jatuh di tempat kerja atau memang sengaja mengakhiri hidupnya karena alasan pinjaman online?. Atau memang ada alasan lain dibalik itu semua.

Pernikahannya dengan seorang pria bernama Adil. Mampu membuka beberapa fakta yang sangat ingin diketahuinya. Namun disaat bersamaan kebahagiaan rumah tangganya bersama Adil terancam bubar karena kesalahpahaman.



Mampu kah Delima mempertahankannya atau justru menyerah dengan keadaannya?.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Umi Fia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 9 Adil Untuk Delima

Adil tahu tidak mudah bagi Delima untuk cepat-cepat membalas perasaannya. Karena bagaimana pun hati wanita itu pernah diisi oleh orang yang sangat spesial sebelumnya. Namun Adil sangat berharap pada wanita itu untuk segera membuka hati untuknya.

Sejenak ia melamunkan wanita itu, sampai sebuah tepukan pada pundak menyadarkannya.

"Sudah lama menunggu?" tanya Papa Handi.

"Belum ada sepuluh menit, Pa." Sahut Adil menatap sang Papa sambil tersenyum.

Lalu Papa mengambil posisi duduk di depan Adil, putra yang sudah beberapa hari tidak ditemuinya karena kesibukan mereka dan lebih dikarena mereka yang tinggal terpisah. Adil sudah memiliki rumah sendiri dan bertanggung jawab pada sang nenek yang ingin ikut bersamanya.

"Papa telat karena habis tanda tangan kerja sama proyek yang di Palembang."

"Deal, Pa?."

"Iya."

"Wah...selamat ya, Pa."

"Terima kasih, Adil."

Keduanya panjang lebar membahas pekerjaan, ada bebarapa proyek Papa Handi yang diserahkan pada Adil karena Adil adalah orang yang sangat tepat dan sangat dipercayainya. Hampir dua jam lamanya mereka terus bicara dengan topik bisnis yang sedang mereka kerjakan. Akhirnya itu selesai juga dan Papa langsung mengalihkan isi obrolannya. Ia teringat dengan telepon Mamanya beberapa hari lalu.

"Dengar-dengar, kamu sudah memiliki calon?." Tanya Papa setelah merapikan dan memasukkan berkas-berkasnya ke dalam tas kerjanya.

Adil tersenyum sambil menaruh handphonenya setelah mengirim pesan pada Delima.

"Pasti tahu dari nenek." Kata Adil.

"Berarti benar?."

Adil mengangguk sambil tersenyum. Ia tak dapat menyembunyikan rasa bahagianya.

"Kapan mau dibawa menemui Papa?."

"Secepatnya, Pa."

Papa Handi mengangguk-anggukan kepala. "Ok, Papa tunggu secepatnya."

Papa Handi sudah bangkit berdiri, bersiap untuk segera pulang, ia sudah menghubungi supir.

"Tunggu, Pa!" Adil bangkit menghalangi jalan sang Papa. Papa Handi terdiam sambil menatap wajah tampan sang putra yang kini telah dewasa.

"Calon istriku seorang janda dan dari kalangan orang biasa. Aku harap Papa tidak masalah dan mau merestui kami." Kata Adil menyampaikan kegusaran hatinya beberapa hari ini.

Ia memang bisa menerima Delima apa adanya, namun ia juga tidak lupa masih memiliki seorang Papa yang sangat disayangi dan dihormatinya. Selama ini sang Papa sudah sangat berperan banyak dalam kehidupannya setelah Mamanya meninggal. Ia tak ingin menjadi anak yang tidak tahu diri.

Papa Handi tersenyum lalu menaruh tangan di atas pundak Adil. "Itu hanya status, Adil. Kalau kamu bahagia dan wanita itu bisa memberikan kebahagiaan untukmu. Papa akan selalu mendukung apapun jalan hidupmu."

Seketika Adil langsung memeluk sang Papa dengan sangat erat. Hatinya begitu bahagia, ia tahu pasti kalau sang Papa akan selalu mendukungnya. Hubungannya bersama Delima bisa cepat untuk direalisasikan ke tahap yang lebih serius lagi. Sebab ia tak ingin menunda-nunda kalau Delima sudah bersedia dinikahinya. Ia hanya perlu segera menyiapkan segala keperluan untuk pernikahannya.

"Terima kasih, Pa. Aku sayang Papa."

"Papa juga sayang sama kamu, Adil."

Kedua pria itu saling berpelukan untuk waktu yang cukup lama sampai handphonenya Papa Handi berbunyi, ternyata dari supir yang telah menunggunya di lobby.

Adil pun mengikuti sang Papa, segera pulang ke rumah. Tidak kembali ke kantor karena Delima telah menunggunya dengan makanan yang sebentar lagi matang.

Setelah hampir tiga puluh lima menit berkendara, akhirnya Adil sudah sampai di rumah. Ia langsung menuju ke dapur, dimana Delima masih sibuk menata makanan untuk Nyonya besar.

"Hai..." sapa Adil sambil mendaratkan bokongnya di kursi.

"Tuan Adil sudah sampai aja." Delima melirik sekilas lalu kembali fokus pada pekerjaannya. Ia menaruh beberapa piring berisi makanan di depan Adil.

"Semuanya sudah matang dan Tuan bisa langsung makan. Saya mau antar jus dan bubur untuk Nyonya." Delima sudah mengambil nampannya dan langsung pergi dari dapur setelah Adil mengangguk. Namun ternyata pria itu mengikutinya sampai kamar.

Kemudian Adil meminta pada Delima untuk duduk di depan Nyonya besar, sedangkan ia duduk di sebelah Delima. Ia yang mengambil alih menyuapi neneknya.

"Ini tugas saya, Tuan Adil." Delima merasa tidak enak hati. Lalu ia hendak mengambil alih sendok dan mangkuk dari tangan Adil. Namun dengan cepat pria itu menjauhkannya.

"Aku atau kamu sama saja" balas Adil sambil mengedipkan sebelah matanya pada Delima. Menggoda wanita yang kini sangat dicintainya. Adil tak malu menujukkan perasaannya di depan sang nenek tercinta.

Delima hanya tersenyum, membiarkan Adil menyuapi Nyonya besar sampai buburnya habis. Dilanjut dengan jus apel kesukaan Nyonya besar.

Sejak tadi Nyonya besar memperhatikan Delima. Ia melihat kalau wanita itu tidak memiliki perasaan seperti cucunya. Ia harus segera bicara pada Adil sebelum cucunya itu melangkah terlalu jauh.

"Terima kasih atas bantuannya, Tuan Adil." Delima tetap menujukkan kesopanannya terhadap Adil. Meksi saat ini pria itu adalah kekasihnya. Delima harus tetap profesional kalau saat sedang bekerja.

Wanita itu pamit undur diri dari hadapan mereka. Kesempatan itu digunakan sang nenek untuk berbicara dengan cucunya.

"Kamu sangat mencintai Delima?."

"Iya." Tak ragu Adil mengakuinya.

"Apa kamu tahu perasaan Delima padamu?."

Adil mengangguk lemah. Hening untuk beberapa saat sampai nenek bicara lagi.

"Kalau tahu kenapa kamu masih mencintainya?."

"Ada yang belum nenek tahu tentang Delima." Adil memberitahukan sang nenek dengan sangat hati-hati. Untungnya neneknya mengerti dengan mengangguk-anggukan kepala.

"Jadi aku tidak masalah kalau sekarang Delima belum sepenuhnya menerima aku."

"Nenek paham, tapi bagaimana kalau cinta itu tak pernah kunjung datang?." Nenek masih sangat khawatir akan nasib cintanya Adil.

"Apa aku tidak baik, tidak tampan, tidak seksi sampai-sampai cinta itu tak tumbuh di hati Delima untuk cucumu yang super duper tampan ini." Adil cukup pandai mencairkan suasana hati neneknya. Hingga neneknya tersenyum lebar. Walau ada keraguan di dalam hatinya. Namun ia sangat yakin kalau suata saat nanti Delima akan menerimanya seutuhnya.

Obrolan mereka berakhir kala neneknya harus beristirahat. Dan adil sendiri akan mandi lalu menghabiskan sisa makanannya.

Adil sudah merasa segar, ia melihat sang nenek yang sudah tidur pulas. Ia pun segera keluar dan menutup pelan pintu kamarnya. Langkah Adil menuju meja makan terhenti karena Wati yang berdiri tepat di hadapannya.

"Kenapa Mas Adil begitu jahat pada saya." Katanya menatap intens pada Adil.

"Aku kenapa?." Tanya balik Adil dengan wajah biasa.

"Mas Adil tahu perasaan saya 'kan? Terus kenapa Mas Adil malah dekat dengan Delima? Kenapa enggak dekat sama saya?."

Adil mengusap kasar wajahnya, itu lah akibat dirinya yang terlalu baik pada Wati.

"Aku harap kamu mengerti dan bisa menerimanya. Terima kasih untuk perasaan kamu." Kata Adil tetap berusaha tidak ingin menyakiti Wati. Sebab bagaimana pun Wati sudah banyak berjasa.

"Jadi benar Mas Adil dan Delima..." Wati tidak sanggup lagi meneruskan kata-katanya. Ia terdiam sambil menikmati hatinya yang sakit. Air matanya pun ikut menetes.

"Aku tidak ingin bohong dan sekali lagi aku harap kamu mengerti aku dan Delima. Mungkin aku akan segera menikahinya." Walau tidak tega dan tidak ingin menyakitinya namun ia juga tidak ingin membuat Wati terus berharap padanya. Jadi lebih baik ia katakan itu pada Wati.

Wati menutup wajahnya yang basah, lalu berjalan menuju dapur. Meninggalkan Adil yang masih diam ditempatnya. Tatapannya bertemu dengan Delima yang baru masuk dari pintu depan.

Delima tahu pasti Wati sangat terluka namun ia tidak memiliki pilihan lain.

"Maafkan aku." Batin Wati.

Delima berjalan mendekati Adil yang masih menatapnya sambil tersenyum.

"Dari mana?." Tanyanya.

"Pos depan, antar kopi."

"Kenapa tidak Sopian saja?."

"Mas Sopian lagi ke pasar."

"Tunggu, Mas Sopian?."

Delima mengangguk.

"Kamu manggil Sopian...Mas, bisa. Masa manggil aku...Mas, enggak bisa?." Adil merajuk manja. Membuat Delima menggelengkan kepala namun sambil tersenyum.

Bersambung

1
Esti Purwanti Sajidin
aduhlah ikut deg2 an jg jadi nya
Teti Hayati
Mulai tegang...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!