"Aku akan membantumu!"
"Aku akan mengeluarkan mu dari kehidupanmu yang menyedihkan itu! Aku akan membantumu melunasi semua hutang-hutang mu!"
"Pegang tanganku, ok?"
Pada saat itu aku masih tidak tahu, jika pertemuan ku dengan pria yang mengulurkan tangan padaku akan membuatku menyesalinya berkali-kali untuk kedepannya nanti.
Aku seharusnya tidak terpengaruh, seharusnya aku tidak mengandalkan orang lain untuk melunasi hutangku.
Dia membuat ku bergantung padanya, dan secara bersamaan juga membuat ku merasa berhutang untuk setiap bantuan yang dia berikan. Sehingga aku tidak bisa pergi dari genggamannya.
Aku tahu, di dunia ini tidak ada yang gratis. Ketika kamu menerima, maka kamu harus memberi. Tapi bodohnya, aku malah memberikan hatiku. Meskipun aku tahu dia hanya bermaksud untuk menyiksa dan membalas dendam. Seharusnya aku membencinya. Bukan sebaliknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon little turtle 13, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21 Saksi
"Sekarang tersisa dirimu.."
Elio berbalik dan menatap pria yang masih terikat di bawah sana. Maxim terus meronta dan membuat suara. Seolah ingin mengatakan sesuatu pada Elio.
"Kenapa? Kau ingin membuat sebuah wasiat?"
Elio tersenyum miring, kemudian mendekati nya dan mencabut isolasi di mulut Maxim itu dengan kasar.
"Arggh!" seru Maxim.
"Abel Rune De Warren.."
Elio tertegun setelah mendengar Maxim menyebutkan sebuah nama. Rahangnya mulai mengeras.
"Apa yang mulut busuk mu itu katakan?!" Elio menekan wajah Maxim ke lantai.
"Kau bocah bodoh menyedihkan!" teriak Maxim tanpa rasa takut.
"Otakmu di cuci, dan dengan tangan yang gemetar itu kau memegang senjata tajam juga pistol. Menghabisi orang-orang dan menuruti perintahnya seperti seekor anjing!"
"Diam!" bentak Elio.
"Kau menghancurkan masa depanmu sendiri, nak.."
"Ku bilang DIAM!"
"Argghhh~"
Elio menancapkan pisau yang dipegangnya pada paha pria itu. Kemudian mencabutnya dengan kasar.
Darahnya serasa mendidih. Dia benar-benar murka. Kursi di sebelah sana dia raih, kemudian dia banting dengan sekuat tenaganya.
"Aargghhh!" teriaknya.
"Kau seharusnya belajar dari mayat yang ada di hadapan mu! Aku tidak pernah bermain-main!" bentak Elio.
"Ka-kau hanya diperalat olehnya!" ucap Maxim terbata karena menahan rasa sakit di kakinya.
"Kau tau kenapa aku melarikan diri? Karena aku adalah teman dekat Ayahmu. Aku juga ada di lokasi kejadian waktu itu. Dan sekarang dia memerintahkan mu untuk menangkap dan membunuhku?"
"Dia benar-benar tidak takut aku akan membuka mulutku.."
Elio berkacak pinggang sambil menatap langit-langit gudang kosong itu. Kemudian melonggarkan dasinya dan membuka beberapa kancing kemejanya.
Sedangkan pria di lantai itu terus memohon agar Elio percaya dan melepaskannya.
"Arggh~" Elio menginjak kaki pria itu.
"Kau pikir aku akan percaya? Kau bukan orang pertama yang mengatakan omong kosong itu untuk melepaskan diri!" tegas Elio dengan menambah kekuatan di kakinya untuk menginjak orang itu.
"Kasus itu sangat terkenal di kalangan dunia bawah. Siapa saja yang berurusan denganku pasti akan mengaku-ngaku berteman dengan Ayahku agar aku melepaskannya.." lanjut Elio.
"A-aku.."
Orang itu menggantung ucapannya.
"Aku telah menikah. Aku menikahi seorang wanita asal Moskow.." tutur pria itu.
Elio menundukkan kepalanya untuk menatap pria itu.
"Kau membuka informasi pribadimu padaku? Kau juga ingin aku membunuhnya?" ucap Elio dengan tawa kecil.
"Abel meninggalkan sebuah jam tangan padaku. Dia bilang itu untuk putranya yang sedang berjuang untuk masa depannya.."
"Tapi siapa yang tau.. Bukannya bergelut dengan pisau bedah, sekarang dia malah bergelut dengan pisau lipat dan senjata terlarang.." lanjut pria itu.
"Tutup mulutmu!" seru Elio.
"Hei Nak, aku benar-benar tidak berbohong. Jangan sampai kau mencelakai orang-orang yang tidak ada hubungannya dengan masalah ini.." tuturnya.
Tiba-tiba saja wajah Harley terlintas di pikirannya. Pikirannya sangat kacau. Dia tidak tahu harus percaya pada siapa. CCTV yang diperlihatkan Harvey waktu itu menunjukkan bahwa Harley yang telah membunuh Ayahnya.
"Kau bisa ikut denganku ke Moskow. Aku mengubur semua barang peninggalan Ayahmu itu di halaman rumah istriku,"
Elio melangkahkan kakinya, berjalan kebelakang sana dan mengambil kursi lipat besi. Menariknya dan membuat suara yang begitu berisik. Hingga sampailah dia di hadapan Maxim.
"Tiga pukulan keras tidak akan membuat tubuhmu hancur," ucap Elio.
"Nak, dengarkan! Aku bersumpah aku tidak bohong!" teriak orang itu.
Air matanya mulai mengalir deras, bercampur dengan keringat dingin yang membasahi tubuhnya. Tubuh yang bergemetar hebat. Celananya juga mulai terlihat basah.
Sambil menyiah rambutnya, Elio tertawa seperti seorang penjahat. Kemudian duduk di kursi yang dibawanya.
"Apakah menghadapi kematian begitu menakutkan?" tanya Elio.
"Ayahku menghadapi kematiannya sendirian. Betapa mengerikan saat arwahnya melihat jasadnya sendiri hancur.."
"Dan kau yang mengaku dekat dengannya malah melarikan diri,"
"Pukulan kecil ini tidak akan sampai membuat mu jadi seperti Ayahku,"
"Karena setidaknya jasad mu masih utuh.."
Pria itu tidak dapat mengatakan apa-apa lagi. Dia benar-benar ketakutan. Dia ingin membuka mulutnya dan mengatakan semua kebenarannya. Tapi sepertinya hal itu tidak membantu sama sekali. Elio benar-benar tidak mempercayainya.
"Abel.."
"Jangan sebut namanya dengan mulut kotor mu itu!" bentak Elio.
"Dia tau aku jatuh cinta dengan seseorang. Aku bilang padanya kalau aku ingin menikahi gadis itu. Dan hari itu Ayahmu menyuruhku untuk memberikan jam tangannya padamu.." tutur Maxim.
"Setelah setengah perjalanan aku baru sadar kalau aku tidak tahu siapa nama anaknya. Dia hanya menyebutkan nama Rumah Sakit.."
"Dan saat aku kembali semuanya sudah terlambat,"
"Aku tau dia telah menyelamatkan hidup ku. Dia ingin aku bahagia bersama gadis yang ku cintai.."
Pria itu menangis sejadi-jadinya. Rasa penyesalan yang sangat mendalam dia curahkan lewat tangisnya. Dia tidak peduli apakah Elio akan mempercayai nya atau tidak. Setidaknya dia telah melepas sedikit beban atas rasa berdosa yang di gendong nya selama ini.
"Ya, kau harus membayar semuanya.." ucap Elio seraya bangkit dari duduknya.
"Kau harus berterima kasih secara langsung pada Ayahku!"
Dia menarik kursinya mendekat. Maxim pun menarik napas panjang dan memejamkan matanya. Dia sudah siap dan pasrah.
"Kau harus menurut pada paman Harley,"
Elio menghentikan langkahnya.
"Dia ingin aku mengatakan hal itu padamu bersama dengan jam yang di berikan nya.." tutur pria itu.
"Kini aku telah menyampaikan semua wasiatnya. Selanjutnya terserah padamu, aku akan menerimanya.."
Elio menggertakkan giginya. Rahangnya yang tegas itu terlihat mengeras. Dia tertawa seperti orang kesurupan, kemudian berteriak sekencang-kencangnya. Dan..
Brakkk!
mampir juga dong ke karya terbaruku. judulnya "Under The Sky".
ditunggu review nya kaka baik... 🤗