Kinan ibu muda berumur dua puluh enam tahun harus terjebak pada hubungan terlarang dengan seorang laki- laki karena keadaan ekonomi keluarganya yang sedang kacau. Dia terpaksa meminjam uang untuk biaya operasi sang anak dengan imbalan menyerahkan tubuhnya pada laki- laki tersebut karena dia tidak mampu mengembalikan uangnya. Sedangkan sang suami yang sejak dua tahun kena PHK harus kerja serabutan tiba- tiba menghilang entah ke mana. Mampukah Kinan menjalani hari- harinya seorang diri di tengah permasalahan yang tiada habisnya...?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy Almira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
2. Hutang
Keesokan harinya pagi- pagi Kinan memberanikan diri pergi ke warung bu Narti untuk hutang beras. Dari kemarin siang dia dan keluarganya tidak makan nasi karena uang belanja dan modal jualan diambil semua oleh bu Lulu. Untung saja di belakang rumah Kinan menanam singkong yang sudah siap panen.
Kinan pun hanya memetik singkong tersebut dan mengukusnya untuk mengganjal perutnya yang tidak terisi nasi.
"Assalamualaikum.." ucap Kinan.
"Waalaikumsalam.." jawab Bu Narti.
"Bu, maaf saya boleh hutang beras satu liter saja bu, dari kemarin saya dan anak saya belum makan nasi...."
"Enak saja, hutang kamu saja tiga ratus udah dua bulan belum dibayar, masa sekarang mau ngutang lagi. Nggak bisa, nanti dagangan saya habis nggak dapat untung karena dihutangi kamu terus..." jawab Bu Narti.
"Bayar dulu hutangnya yang kemarin baru nanti saya hutangi lagi..."
"Maaf bu, saya nggak ada uang, uang hasil jualan saya kemarin diambil oleh bu Lulu semua karena saya belum bayar uang sewa rumah selama tiga bulan...."
"Sukurin... Makanya kalau nggak punya uang nggak usah sok- sokkan sewa rumah. Untung kamu nggak diusir dari rumahnya bu Lulu. Kalau diusir, kalian mau tinggal di mana coba..? Di kolong jembatan...?" tanya Bu Narti.
"Sudahlah Kinan, sana pulang saja, kamu mau mohon- mohon pun saya nggak akan kasih hutang lagi. Saya sudah tidak percaya sama kamu... Kamu ini kebanyakan nggedabrus...." sambung Bu Narti.
"Bu, saya mohon. Kalau nggak boleh satu liter setengah liter juga nggak papa bu, asal anak saya bisa makan nasi. Kasihan dia sedang sakit..." Kinan sambil menangis.
"Kalau saya bilang nggak bisa ya nggak bisa..! Maksa banget sih...! Sudah sana pergi..! Pagi- pagi sudah mau hutang , saya aja belum dapat penglaris..!" bentak bu Narti.
Akhirnya Kinan pun pulang dengan tangan kosong dan perasaan sedih karena tidak bisa membawa beras untuk masak pagi ini. Di tengah perjalanan pulang Kinan bertemu dengan mak Surti janda anak dua yang bekerja sebagai art di apartement.
"Kinan kamu dari mana...?" tanya mak Surti wanita berusia lima puluh tahun itu.
"Dari warung mak, mak Surti mau berangkat kerja ya...?"
"Iya, mana belanjaannya...?" tanya mak surti.
"Nggak ada mak, tadi saya mau ngutang tapi karena hutang yang dulu belum dibayar makanya nggak dikasih..." jawab Kinan.
"Oya mak, Mak Surti kan kerja di apartement, kira- kira ada lowongan buat saya nggak ya mak, tolong dong tanyain ke tetangga majikan mak Surti ada yang lagi butuh art apa nggak, kalau ada Kinan mau dong mak..." ucap Kinan.
"Aduh, kalau soal itu sih mak nggak tahu, tapi nanti mak coba tanyain ke satpam deh, biasanya kalau ada penghuni apartement butuh art suka nyuruh satpam buat nyariin..." jawab mak Surti.
"Beneran ya mak, nanti tanyain, Kinan lagi butuh banget pekerjaan nih..."
"Iya, nanti kalau ada mak kabarin kamu ya..."
Iya mak terima kasih..." jawab Kinan.
Kinan lalu melanjutkan perjalanan pulang ke rumahnya. Sampai halaman rumah Kinan melihat suaminya baru pulang kerja. Iya, kemarin sore Rangga kembali dapat panggilan kerja dari tempat sortir paket. Semalaman Rangga pun kerja hingga pulang pagi.
"Mas, udah pulang..?" tanya Kinan sambil mencium punggung tangan sang suami.
"Iya dek, kamu dari mana..?"
"Dari warung mau ngutang beras tapi nggak dikasih..." jawab Kinan sedih.
Rangga pun mengusap kepala Kinan, dia merasa kasihan pada sang istri yang sudah dua tahun harus menderita karena dirinya yang tidak mampu memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga.
"Ayo kita masuk dek, mas punya sesuatu buat kamu..."
" Sesuatu apa mas..?"
"Ayo masuk dulu..." Kinan dan Rangga pun masuk ke dalam rumah.
Rangga lalu duduk di kursi ruang tamu. Kemudian Kinan mengambilkan minum untuk sang suami.
"Minum dulu mas, kamu kelihatan lelah sekali, pasti semalaman nggak tidur ya matanya sampai merah gini..." ucap Kinan merasa kasihan pada sang suami.
"Tidur kok dek pas istrirahat, lumayan tiga puluh menit. Oya dek alhamdulillah hari ini mas gajian. Tadi pulang dari kerja mas langsung ambil uang di ATM..'' ucap Rangga sambil mengambil uang di dompetnya.
"Ini ada tujuh ratus lima puluh ribu, bulan kemarin mas kerja empat kali..." sambung Rangga.
"Alhamdulillah mas..." Kinan bersyukur dan terharu melihat sang suami pulang kerja membawa uang di saat dia sendiri sedang tidak memegang uang sepeserpun.
"Iya dek, sudah sana ke warung beli beras. Sekalian cicil bayar hutang ke bu Narti biar nggak marah- marah terus..." ujar Rangga.
"Iya mas, aku ke warung dulu ya..." sahut Kinan. Tapi sebelumnya dia masuk ke kamar untuk menaruh sedikit uang untuk simpanan.
"Dek, Raka gimana keadaannya udah nggak sakit perut lagi kan..?" tanya Rangga.
"Nggak mas, udah baikan itu anaknya lagi nonton tv. Rangga lalu menghampiri Raka di depan tivi. Kemudian Kinan pergi ke warung.
"Dek tunggu..."
"Apa mas..?" Kinan yang sudah berada di teras rumah pun menghentikan langkahnya dan membalikkan badannya.
"Mas mau tidur, nanti jam sepuluh bangunkan mas ya, tadi mas ketemu Wandi, dia ajak mas kerja sama dia..."
"Wandi siapa..?"
"Itu lho suaminya Ririn yang rumahnya di rt sebelah...."
"Oh iya deh mas, nanti Kinan bangunin mas...''
"Tapi mas kerjanya jauh dek, di Bandung..."
"Memangnya mas kerja apa..?"
"Pasang panggung buat konser artis dek, kata Wandi, gajinya lumayan. Nanti jam sebelas mas sudah harus nemuin wandi di rumahnya, makanya kamu jangan lupa bangunin mas jam sepuluh biar mas bisa siap- siap. Lumayan masih ada waktu dua jam buat tidur..."
"Iya mas, ya udah Kinan ke warung ya..."
Sampai di warung Kinan disambut tidak ramah oleh bu Narti.
"Mau ngapain lagi kamu ke sini Kinan..? Kan tadi saya sudah ngomong sama kamu kalau saya nggak mau ngutangi kamu lagi sebelum utang kamu dibayar.." ucap bu Narti.
"Saya nggak mau utang kok bu, saya mau beli beras dua liter, telor setengah kilo sama ini, ini juga dan ini..." ucap Kinan sambil memilih belanjaan yang dia butuhkan.
"Eh Kinan, kamu mau bayar pakai apa semua belanjaan ini..?" tanya bu Narti.
"Saya punya uang kok bu, tadi suami saya baru gajian..." jawab Kinan sambil memperlihatkan dompetnya.
"Kalau kamu punya uang bayar dong hutangnya...!"
"Iya, ini buat nyicil bayar hutang ya bu, dua ratus ribu dulu sisanya nanti kalau suami saya gajian lagi, nanti sore dia mau berangkat kerja lagi sama temannya..."
"Gimana sih..? Kok cuma dua ratus ribu..?"
"Maaf bu , ini sisanya buat pegangan saya, takutnya kayak kemarin saya nggak ada uang sama sekali..."
"Ya sudah, nih belanjaannya semua jadi delapan puluh ribu..."
Kinan lalu membayar dengan uang seratus ribu dan bu Narti pun mengembalikan dua puluh ribu.
"Inget ya Kinan, utang kamu masih masih ada seratus ribu. Nanti kalau suami kamu gajihan lagi langsung dilunasi ya..."
"Iya bu... "
"Eh bu, Narti , Kinan abis bayar hutang ya..?" tanya bu Warni yang tiba- tiba nongol.
"Iya nih , tapi cuma dua ratus ribu masih ada sisa seratus lagi..." jawab Bu Narti.
"Lho kok hutang di saya nggak dibayar, sini bayar hutangnya, hutang kamu enam ratus ribu.." ucap Bu Warni.
"Iya bu, ini dua ratus ribu dulu ya sisanya nanti.." jawab Kinan sambil mengambil uang di dalam dompet..
"Ini bu..." Kinan mengulurkan tangannya memberikan dua lembar uang seratus ribu.
"Udah semuanya aja sini..'' sahut bu Warni mengambil semua uang yang ada di dompet Kinan.
"Jangan semua bu, ini buat pegangan Kinan..." sahut Kinan.
"Halah.. Pake pegangan segala. Nih kamu pegangan dua puluh ribu aja ya. Berarti utang kamu tinggal tiga ratus ribu..." ucap Bu Warti mengembalikan uang dua puluh ribu yang dari kembalian bu Narti.
"Ya Alloh bu Warni..." Kinan menangis.
"Udah nggak usah nangis, nggak usah merasa teraniaya, saya cuma ambil hak saya kok, memangnya salah. Lagian kamu juga sudah belanja itu kan..." ucap bu Warni sambil menunjuk kantong belanjaan Kinan.
Kinan pun pergi dari warung dengan perasaan sedih dan sakit hati atas perlakuan bu Warni. Dia segera pulang ke rumah untuk masak nasi dan dadar telor dan masak sayur bening bayam dan jagung. Dia juga memberikan jajanan buat Raka yang dia beli di warung bu Narti.
Pukul setengah sepuluh masakan pun sudah siap tersedia. Kinan segera menyuapi Raka karena kasihan dari kemarin hanya makan singkong rebus saja.Raka pun makan dengan lahap.
Tepat pukul sepuluh Kinan membangunkan Rangga. Rangga pun lalu mandi kemudian makan sebelum dia berangkat ke rumah Wandi.
"Dek, mas berangkat ya, kamu baik- baik di rumah, jagain Raka, nanti kalau Raka sakit perut lagi bawa ke puskesmas saja biar ketahuan penyakitnya apa. Uangnya masih ada kan..?" ucap Rangga.
"Masih mas, tapi tinggal seratus lima puluh ribu. Sisanya tadi diambil semua oleh bu Narti dan bu Warni untungnya tadi Kinan nyisain uang di rumah kalau nggak mungkin Kinan udah nggak pegang uang lagi karena semua diambil sama mereka. ..." jawab Kinan sedih.
"Ya sudah nggak papa, yang penting masih ada pegangan..." Rangga mengusap kepala sang istri. Rasanya kali ini dia begitu berat meninggalkan sang istri dan anak di rumah.
Kinan lalu mengambil sisa uang di kamar.
"Mas, ini uang buat pegangan mas di Bandung, untuk beli makan.." ucap Kinan memberikan satu lembar uang lima puluh ribu.
"Nggak usah dek, kamu pegang saja. Kata Wandi di tempat kerja mas dapat makan kok...."
"Tapi mas..."
"Nggak papa dek, kamu pegang saja, takutnya nanti Raka minta jajan..."
"Iya mas, hati - hati ya... oya mas pulangnya kapan..?"
"Besok sore kata Wandi sudah pulang kok dek. Kan nanti malam mas langsung kerja pasang panggung, kira - kira selesai sampai besok siang. Sorenya balik ke sini deh..." jawab Rangga.
"Ya udah hati- hati ya mas..." ucap Kinan lalu memeluk sang suami. Entah kenapa Kinan merasa berat melepas kepergian Rangga kali ini.
Rangga pun tersenyum melihat tingkah sang istri yang tumben sekali terlihat manja.
"Kenapa dek...?"
"Nggak, ade ingin mas cepat pulang..." Kinan menangis.
"Eh, kenapa nangis..? Mas cuma pergi sebentar kok nggak lama...." Rangga mengusap kepala sang istri.
"Tapi mas bakalan pulang ke rumah ini lagi kan..?" Kinan sambil mendongakkan kepalanya menatap sang suami.
"Tentu saja dek, kalau mas nggak kembali ke sini memangnya mas mau ke mana..?" sahut Rangga lalu mengecup bibir Kinan. Kinan pun tersenyum.
"Mas, tapi lusa kita harus bayar sewa rumah lho,..."
"Iya, nanti mas usahakan ya..."
Rangga pun lalu berpamitan pergi ke rumah Wandi dengan jalan kaki. Karena dari rumah wandi mereka akan naik mobil menuju Bandung. Kinan melihat kepergian sang suami dengan hati tidak tenang. Begitu juga dengan Raka yang tumben sekali nangis melihat sang ayah pergi, biasanya juga tidak.
Kinan hanya bisa berdoa dalam hati supaya sang suami selalu dilindungi dan pulang membawa rejeki.
Bersambung...
🌸🌺 Jangan lupa kasih dukungannya 🌺🌸
wajar kalau Rangga masih ragu... karena masa lalunya Kinan pernah jadi wanita nggak bener.
trus Kinan nggak punya saksi juga. sedangkan seluruh warga percaya sama pak RT... jadi serba salah.. kalau Rangga bela Kinan juga malah dimusuhi orang sekampung entarnya.
emang baiknya nikah sama orang lain. karena Rangga masih kepikiran masa lalu... masih belum bisa melupakan ..
Kinan mending juga cepat nikah... karena kalau dikampung jadi janda tu serba salah...
maaf ya kk, karena aku benar-benar nggak suka sama istri yang berselingkuh. apa lagi sampai hamil dari hasil selingkuhannya...