Suamiku Ternyata Orang Kaya

Malam semakin larut, udara dingin semakin menusuk ke tulang. Tapi beruntung sedikit tersamarkan karena alat penghangat ruangan yang dibeli oleh Nizam atas perintah Tara.

Sebenarnya sebelumnya juga sudah ada. Namun hanya ada satu, maka dari itu Tara memerintahkan Nizam untuk membelinya lagi agar bisa dipakai di dalam kamar masing-masing.

" Bang, kira-kira inget nggak?"

Nayaka memulai pembicaraan mereka malam itu. Sebenarnya Nayaka tidak ingin mengganggu malam dari sepasang pengantin baru yang sudah tidak baru lagi, tapi ia harus kembali ke jakarta untuk melakukan penyelidikan kembali.

" Dari salah satu gambar ini pasti adalah aku yang asli. Meskipun aku lupa, tapi aku nggak mungkin nggak mengenali diriku kan?"

Nayakan dan Nizam mengangguk secara bersamaan. Tentu saja apa yang dikatakan oleh Tara benar adanya, maka dari itu mereka bertiga membandingkan dua rekaman kamera pengawas yang sama-sama memuat sosok Tara di sana.

" Bang, apa perlu kita tanya Mr. Sun?"

" Eheee, jangan ntar aku diketawain kalau cuma ginian aja nggak bisa nyelesein."

Tentu Nayaka paham, dia juga masih ingin berusaha sendiri. Ia ingin bisa menyelesaikan sesuatu tanpa bantuan dari Mr. Sun yang ia kenal betul siapa orangnya.

Meskipun Mr. Sun akan langsung membantu jika diminta, tapi baik Tara maupun Nayaka ingin berdiri di kaki sendiri. Terutama Nayaka, sebagai ketua Wild Eagle ia pun ingin hebat dan kuat layaknya sang nenek dulu. Meskipun bidang mereka jauh berbeda namun ia tetap ingin sehebat sang nenek yang merupakan queen mafia pada masanya.

" Ini aku, dan ini bukan aku," ucap Tara setelah melihat kedua rekaman kamera pengawas secara bersama-sama. " Meskipun keduanya terlihat mirip tapi tubuh yang satu ini lebih kekar. Otot ku tidak sebesar ini. dan coba kalian perhatikan langkah kakinya, itu bukanlah caraku berjalan."

Nayaka dan Nizam melihat ke arah hal yang ditunjukkan oleh Tara. Keduanya menganggukkan kepala bersamaan sambil melihat satu sama lain.

Ternyata memang harus orangnya langsung yang mengamati dan memutuskan. Sesuatu hal kecil yang berbeda bisa ditemukan oleh Tara. Tapi dengan ini Nayaka menjadi belajar bahwa semua hal perlu diperhatikan dalam mengamati sesuatu.

" Oke Bang, nanti aku akan langung nyari kapalnya itu." Nayaka semakin bersemangat.

" Bos, sebelum menyudahi agenda malam ini, ini hanya dugaan ku saja lho ya. Apa mungkin Santiago ada hubungannya dengan semua yang Bos alami. Meskipun agak janggal, kenapa dia nggak bergerak setelah tahu Bos hilang. Mengapa baru 2 bulan setelah bos dinyatakan hilang."

Perkataan Nizam yang baru saja membuat Tara sejenak berpikir. Ada benarnya juga omongan Nizam bahwa Santiago mungkin terlibat. Tapi dia tidak merasa ada sebuah ingatan mengenai Santiago. Setidaknya akan ada percikan ingatan jika menyebut nama Santiago. Dan soal pencurian yang dilakukan setelah sekian lama itu juga merupakan sesuatu yang sedikit aneh.

" Udah nggak usah merembet dulu, yang ini dulu kelarin. Kalau Yaka dapet nama kapalnya dan bisa masuk ke sistem informasi yang ada di sana jelas kita bisa langung tahu siapa yang memancingku."

Malam itu juga Nayaka dan Nizam segera kembali ke Jakarta. Banyak hal yang harus keduanya lakukan. Apalagi Nizam, dia tidak bisa lama-lama meninggalkan Luhan karena anak itu pasti tidak akan bisa menghandle jika paparazi mendatangi kantor mereka. Bisa-bisa Luhan mengusir mereka dengan kekerasaan.

" Haaah, akhirnya. Tapi ini aneh deh. Kok aku beneran bisa nggak inget hanya di momen itu ya."

" Mas, apa sudah selesai ngobrol sama adik dan asisten Mas?"

Tara terkejut saat suara dan sentuhan Hilya menghampiri dirinya. Ia lalu melihat ke arah jam dinding, jam menunjukkan lewat tengah malam. Rupanya berbicara dengan Nayaka dan Nizam menghabiskan waktu sebegitu banyaknya.

" Kamu belum tidur apa kebangun? Maaf ya kalau lama ngobrolnya?"

" Nggak kok Mas, aku udah tidur. tadi kebangun aja dan lihat Mas belum balik ke kamar."

Tara merasa bersalah, bagaimanapun malam ini adalah malam pertama mereka. Meskipun ia juga belu akan meminta haknya tapi paling tidak dia tidak meninggalkan Hilya sebegitu lamanya.

" Maaf ya sayang, ayo kita balik ke kamar. kamu pasti capek, aah apa yang akan kita lakukan besok."

" Nanem bibit kentang."

Tara tergelak mendengar ucapan Hilya. Pemikiran gadis itu sungguh sangat sederhana. Tapi besok dia tidak ingin Hilya bekerja, ia ingin membawa Hilya pergi ke luar. Setidaknya untuk sekedar jalan-jalan. Anggaplah sebagai cuti menikah, ya itu lah yang akan Tara lakukan bersama istrinya itu. Dia ingin menghabiskan hari bersama wanita yang ia cintai.

Tempat tidur yang awalnya terasa begitu luas saat Tara tidur di sana sendirian, kini terasa penuh dan juga hangat. Bukan karena pemanas ruangan yang ia pasang tapi karena disisinya kini ada wanita yang berstatus sebagai istrinya.

" Kemarilah," pinta Tara kepada Hilya. Wanita itu tampak ragu saat hendak mendekat, tapi oleh Tara tubuh Hilya seketika itu ditarik sehingga Tara bisa mendekap tubuh kecil Hilya secara menyeluruh.

Degh degh degh

Bukan hanya milik satu orang tapi jantung keduanya berpacu cepat. Ini merupakan hal yang pertama kali bagi keduanya. Dan jelas suasananya menjadi sangat canggung.

" Kita begini aja dulu, aku nggak akan buru-buru Hil. Ah iya Hil, bagaimana pendapatmu setelah mengetahui bahwa aku mungkin banyak punya rahasia?"

" Terimakasih Mas, tapi jika Mas ingin aku pun siap. Untuk Mas yang punya rahasia, aku yakin suatu haru Mas bakalan nyeritain semua ke aku. Sepeti yang Mas katakan bahwa ada hal yang memang saat ini harus Mas lakukan."

Cup!

Tara mengecup singkat kening Hilya. Ia sungguh berterimakasih pasalnya Hilya mau mengerti. Mungkin PR yang sesungguhnya adalah menjelaskan kepada kedua orang tua Hilya. Terutama Sulis, ayah dari Hilya jelas bukan orang yang tidak tahu apa-apa. Dan mungkin Tara harus berhati-hati menjelaskan. Jangan sampai Sulis beranggapan bahwa Kedua orang tua Tara tidak menyetujui pernikahan anak-anaknya.

TBC