NovelToon NovelToon
Pelarian Cinta Termanis

Pelarian Cinta Termanis

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Pelakor / Penyesalan Suami
Popularitas:1.9k
Nilai: 5
Nama Author: Putri Anandhita

Terjebak dalam badai cinta yang penuh intrik dan pengkhianatan, Rasmi dan Daud harus menghadapi ujian tak terduga ketika jarak dan pandemi memisahkan mereka.

Selang dua minggu pernikahan, Rasmi dan Daud terpaksa tinggal terpisah karena pekerjaan. Setelah dua tahun mengadu nasib di negeri seberang, Daud pun pulang ke Indonesia. Namun, sayangnya Daud kembali di tengah wabah Covid-19. Daud dan Rasmi pun tak dapat langsung bertemu karena Daud terpaksa harus menjalani karantina. Satu minggu berlalu, kondisi Daud pun dinyatakan positif covid. Rasmi harus kembali berjuang melawan rindu serta rahasia gelap di balik kepulangan sang suami.

Dalam konflik antara cinta, kesetiaan, dan pengkhianatan, apakah Rasmi dan Daud mampu menyatukan hati mereka yang terluka dan memperbaiki ikatan yang hampir terputus? Ataukah sebaliknya?

Temukan kisah mendebarkan tentang perjuangan cinta dalam novel ini.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Putri Anandhita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Batas Kesabaran

Sekitar pukul empat dini hari, Rasmi tiba-tiba terbangun dari tidurnya. Ia menggeliat kecil sambil berusaha membuka mata. Terbangun di jam-jam seperti ini sebetulnya sudah biasa bagi seorang penulis seperti Rasmi, sebab ia memiliki tanggung jawab untuk melanjutkan naskah yang sebagian ceritanya telah terlanjur di-publish.

Sayangnya, ia melewati malam ini dengan situasi berbeda. Terakhir seingat Rasmi, ia tertidur telungkup di samping ranjang, anehnya saat ini posisinya telah berada di atas kasur bahkan dengan tubuh berbalut selimut.

"Mas Daud," tebak Rasmi. Kalau bukan ulah suaminya, lantas siapa lagi? Ia pun coba bergerak memutar tubuh mencari keberadaan sang suami.

Benar saja, Daud kini tengah tertidur pulas di sampingnya. Seolah tadi malam tak pernah terjadi masalah apa pun di antara mereka.

Meski rasanya hati Rasmi masih gondok, tetapi ia tak ingin mengganggu tidur suaminya itu, dan kembali membahas persoalan serupa. Hal itu hanya akan memperpanjang masalah atau bahkan menciptakan masalah lainnya.

"Kuharap ketika terbangun nanti, sikap Mas kembali mencair dan gak marah lagi sama aku," bisik Rasmi sambil memandang wajah damai suaminya.

Wanita itu masih yakin bahwa emosi Daud hanyalah sesaat saja.

Cukup lama Rasmi memperhatikan wajah sang suami, hingga terlihatlah gurat kelelahan yang begitu jelas menghiasinya.

"Kamu pasti capek banget setelah seharian dalam perjalanan pulang, Mas, belum lagi hari-hari sebelumnya istirahatmu pasti gak normal, ya. Kamu terpaksa tinggal bersama para penyintas lainnya selama karantina." Rasmi terus berbicara sendiri, membayangkan berbagai kesulitan yang telah dialami oleh suaminya itu.

Perlahan ... hatinya mulai tergerak untuk menyentuh pahatan sempurna di hadapannya, tetapi urung saat tiba-tiba Daud menggeliat kemudian merubah posisi jadi membelakangi.

Baiklah, memang sebaiknya aku bangun saja. Tulisanku juga harus segera diselesaikan sebelum masuk waktu subuh.

Rasmi turun dengan hati-hati dari ranjang, sambil mengikat rambut sebahunya agar lebih nyaman. Setelahnya, ia membasuh wajah ke dalam kamar mandi. Rasa dingin seketika menembus dinding kulitnya ketika pertama kali ia menyentuh air. Menciptakan rasa segar hingga kantuk Rasmi langsung sirna.

Dua puluh lima menit berlalu, Rasmi masih berkutat di meja kerjanya. Tepatnya di salah satu pojok kamar yang ada di sana. Namun, bukannya larut dalam tulisan, Rasmi malah sama sekali belum memulai.

"Ya Allah ..., kenapa rasanya buntu banget," gumam Rasmi. Ia setengah menjambak rambutnya karena kesal, bahkan mulai frustasi.

Tulisan yang baik selalu dihasilkan dari suasana hati yang baik pula, pikiran yang tenang dan situasi yang tenang pula. Maka ide-ide akan muncul dengan sendirinya, mengalir tanpa harus dipaksakan berpikir. Namun, Rasmi benar-benar kesulitan berkonsentrasi.

"Kukira aku sudah bisa menerima sikap Mas Daud, nyatanya ini masih terasa sakit." Rasmi refleks mencengkram dadanya, sambil mengedarkan pandangan ke arah ranjang. Memperhatikan suaminya yang sedang tertidur pulas hingga matanya menangkap satu stel pakaian Daud yang tergeletak begitu saja di samping tempat tidur.

Kebiasaan buruk Daud setiap kali melepas pakaian kotor.

Biasanya Rasmi akan kesal, lalu mengomel tanpa henti, dan Daud hanya akan tersenyum geli kemudian melontarkan berbagai macam rayuan padanya agar marah istrinya itu mereda.

Mengingat hal itu, bibir Rasmi tersenyum kecut. Ia rindu sekaligus sesak dengan kenangan gurauan manis di antara mereka. Namun, kini semua terasa berbeda.

Entah kenapa meski raga suaminya berada tepat di hadapannya kini, tetapi pikirannya masih saja kalut.

Mungkinkah ini yang dinamakan firasat? Firasat seorang istri yang selalu kuat dan tepat ketika rumah tangga sedang diuji.

"Apa yang sudah kamu lakukan di luar sana aku memang belum tau pasti, Mas Daud. Tapi kuharap tak ada sesuatu yang buruk ke depannya." Perasaan Rasmi benar-benar tidak enak. Ia bahkan sudah berulang kali beristigfar, tetapi hatinya masih terus diliputi keresahan yang entah apa.

Keadaan Rasmi yang demikian terus berlanjut hingga adzan subuh berkumandang, ia pun akhirnya menyerah dan memilih untuk mematikan monitor laptopnya.

"Lebih baik aku segera beres-beres, lalu masak sarapan untuk Mas Daud," putus Rasmi.

Wanita itu beranjak dari sana, lalu berjalan memunguti pakaian Daud tadi dan bergerak menuju tempat mencuci pakaian. Kemarin sore ia sudah mensortir pakaian kotor milik suaminya yang semula berada di dalam koper, dan pagi ini Rasmi memang berniat mencucinya.

Dengan telaten ia memasukkan helai demi helai pakaian ke dalam mesin suci dengan jenis warna serupa, termasuk setelan kotor terakhir yang digenggamnya. Setelah selesai ia akan menambahkan air bersih.

Namun, belum sempat itu terjadi, Rasmi tak sengaja menangkap benda asing dengan warna pink mencolok pada salah satu kantong celana Daud yang hendak ia masukkan ke dalam mesin cuci. Benda berbentuk bundar sedikit berbulu itu menjulur keluar. Dengan segera Rasmi pun mengambilnya.

"Apa ini?" batin Rasmi bertanya-tanya. "I-ikat rambut?"

Trang!

Rasmi berjingkat kaget ketika menarik ikat rambut tadi, keluar pula sebuah kunci yang ia yakini bukanlah kunci rumah mereka. Melainkan kunci lain yang sama sekali tidak ia kenali.

Saking herannya, kening Rasmi sampai mengerut disertai alis yang bertautan.

Siapa pemilik ikat rambut berwarna pink magenta ini? Tidak mungkin milik suaminya, bukan? Lalu, kunci apa ini?

Keresahan yang semula sempat mereda pun kini mulai kembali menjalar di dalam hati Rasmi. Ada debar lain yang menyusup dan berhasil mengusik nalarnya.

"Enggak. Aku gak boleh berburuk sangka pada suamiku sendiri. Mas Daud adalah pria baik, dia adalah laki-laki pilihanku setelah kutolak pilihan Ayah dan Ibu. Nggak mungkin Mad Daud tega bermain api di belakangku, kan?" Rasmi terus meyakinkan diri, coba menepis segala bentuk prasangka yang kian menggerogoti hati.

Digenggamnya erat ikat rambut dan sebatang kunci misterius pemicu mood buruknya pagi ini. Rasmi sempat terbesit untuk membuang kedua benda itu, tetapi urung saat ia menemukan beberapa helai rambut di salah satunya.

Entah apa yang dipikirkannya, tetapi pada akhirnya ia memilih untuk menyimpan kedua benda itu serapi mungkin tanpa berniat mempertanyakannya pada sang suami.

Menjelang siang, Rasmi telah selesai dengan pekerjaan rumahnya, ia juga sudah rapi dan wangi. Masakan sederhana berupa nasi goreng kegemaran suaminya pun sudah ia hidangkan di atas meja makan.

Kini, ia tengah menata perabotan bersih ke dalam rak, lalu meletakkan beberapa alat makan ke atas meja. Rasmi bersikap seolah tidak terjadi apa-apa, walau hati dan pikirannya berkecamuk.

Tak berselang lama, Daud turun dari lantai atas. Pria itu masih mengenakan baju tidurnya semalam. Namun, wajahnya sudah jauh lebih segar.

Tanpa rasa bersalah, Daud berjalan melewati istrinya yang sedang menata meja, lalu duduk begitu saja di sana. Ia berkata, "Mas laper, Ras, kamu udah masak, kan?"

Hati Rasmi serasa tercubit dibuatnya. Setelah pria itu pergi dan kembali tanpa penjelasan, bukannya kata maaf yang keluar malah makanan yang dipertanyakan.

Sekuat hati Rasmi menahan diri, hingga tak terasa ia mengepalkan kedua tangannya disertai tenggorokan yang terasa sakit seolah ada kerikil tajam di sana.

Namun, Rasmi hanyalah wanita biasa yang punya batas kesabaran, setelah selesai melayani suaminya tanpa suara, ia pun akhirnya mengajukan tanya.

"Tadi malam kamu pergi ke mana, Mas?"

1
Sunaryati
Suka, ini tak kasih bintang 5 , tolong up rutin
Sunaryati
Ceritanya bagus buat deg- degan bacanya, ikut merasakan sakit hati dan marahnya Rasmi. Lancarkan proses perceraian Daud dan Rasmi, Rasmi bisa mengamankan rumahnya dan jika perlu penjarakan Daud karena membawa uang dan perhiasan Rasmi serta menikah lagi tanpa izin istri pertama
Sunaryati
Segera terbongkar pengkhianatan Daud, shg ada alasan Rasmi menggugat cerai
Yuli
nyesek bgt thor 😩 tapi aku suka
Yuli
lanjut thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!