Cerita anak Alana dan Devan. Ini versi terbarunya jadi cerita yang ada di dalam kisah adiknya nggak dibuat.
...
Karena kesalahan orangtuanya yang mengenali anak lain sebagai dirinya. Hidup Bella sangat menyedihkan di keluarga orang lain. Namun tiba-tiba saja identitasnya terungkap dan ia akhirnya mengetahui orang tua kandungnya.
Sayangnya kehadirannya tidak pernah di terima oleh orang tua dan kakak laki-lakinya. Mereka lebih mencintai anak salah itu dan mengabaikannya.
Belum juga mendapatkan kasih sayang orang tua. Bella di paksa menikah dengan pria misterius yang mengaku sudah menikah dan tua.
Ikuti cerita Bella yang penuh dengan lika-liku kehidupan dan balas dendam pada orangtuanya terutama anak perempuan yang sudah menempati posisinya pulihan tahun
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Annisa sitepu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Terpesona
Hari Minggu, di pagi hari. Al yang bisanya berangkat bekerja bahkan di hati libur tiba-tiba saja tidak ingin pergi ke perusahaan. Entah kenapa, dia lebih suka menikmati pemandangan indah dari balkon kamarnya.
Bunga-bunga yang sengaja di tanam di taman memancing perhatiannya, namun dia segera merasakan sesuatu yang aneh pada dirinya sendiri, bahkan tidak bisa dijelaskan secara ilmiah.
Bella, yang menggunakan dress berwarna maroon. Memperlihatkan kulitnya yang seputih salju, dengan rambut panjang yang terkadang menutupi wajahnya akibat tiupan angin. Bibir merah muda, dan senyum paling murni setiap kali berhasil mengambil gambar bunga di taman, membuat Al linglung dan tidak ingin mengalihkan pandangannya.
Di masa lalu, bahkan wanita paling cantik di ibukota pun tidak bisa membuatnya terpesona seperti sekarang. Seolah, Bella memiliki aura sihir yang menyedot segala perhatian orang-orang dan tidak bisa mengalihkan pandangan mereka yang sudah terkena sihirnya.
Tidak hanya senyum itu, ekspresinya yang tiba-tiba berubah kesal pun menarik perhatian Al.
Ketika dia melihat ada serangga mengganggu wanita itu, dia akan melihat ekspresi paling imut yang bahkan tidak pernah Al lihat pada bayi mana pun.
Bibirnya mengerucut ke depan, seolah-olah hewan itu sudah mengganggunya menikmati pemandangan bunga bermekaran di pagi hari.
"Apa yang dilakukan wanita itu di taman?" Al bahkan penasaran siapa yang sudah memberikan kamera pada Bella.
"Nyonya melakukan hobinya mengambil foto setelah ibu anda membelikannya kamera, Tuan."
"Ibu memberikannya kamera?"
"Ya, Tuan."
"Lalu apa lagi? Sepertinya ibu tidak keberatan memiliki menantu tanpa latar belakang istimewa." Al tahu kalau ibunya tidak akan cerewet tentang kriteria istrinya. Yang terpenting, wanita itu baik, tidak serakah dan tidak murahan.
"Nyonya juga membelikan kuas dan peralatan melukis. Tidak lupa, memberi banyak benang rajut untuk mengisi waktu luang nyonya saat di rumah. Nyonya tidak ingin nyonya Bella bosan setiap kali anda pergi ke perusahaan."
Al mengangguk paham. Matanya tidak pernah lepas dari sosok Bella yang sedang berjalan-jalan di antara bunga-bunga berbagai jenis.
"Dan nyonya Bella juga membicarakan tentang masa lalunya pada ibu anda, Tuan."
"Sepertinya dia mulai percaya pada keluarga Wesly."
"Benar, mereka bahkan menghabiskan waktu bersama hingga sore hari."
"Lalu, kapan lagi ibu akan datang?"
"Minggu depan, Tuan."
"Baiklah, kau bisa pergi."
Albert pergi meninggalkan Al yang sedang menikmati pemandangan istrinya yang tengah bermain di taman bunga dibelakang kediaman.
Bella yang sejak tadi bermain, tiba-tiba merasakan tatapan yang sedang mengawasinya dari jauh. Dan ketika melihat siapa yang menatap, Bella sedikit malu, namun dia memutuskan menyapa Al dengan sopan.
"Selamat pagi, Tuan Muda." Suaranya tidak terdengar, namun Al bisa membaca gerakan bibir merah muda milik istrinya. Dia hanya mengangguk kepala, tidak ada tanda-tanda bahwa dia malu setelah ketahuan sedang mengawasi.
Namun, pemandangan itu harus dihentikan. Alex, salah satu orang kepercayaan Al mengetuk pintu dan mengatakan bahwa dia ingin memberikan laporan tentang hasil penyelidikannya.
Bella yang melihat bahwa pria itu pergi dari balkon, menjadi sedikit sedih. Perasaan aneh ini, Bella sendiri pun dibuat bingung.
...
"Bagaimana menurut mu tentang wanita itu?" Larut malam, Al tidak bisa tidur sama sekali dan dia meminta Albert menemani berbicara.
"Tidak ada salahnya jika anda mencobanya, Tuan. Bagaimanapun, nyonya wanita baik, dan mungkin paling tepat untuk posisi ini."
"Hm, aku juga mulai berpikir seperti itu." Sejak kejadian di taman bunga tadi pagi, Al tidak bisa menghilangkan bayang-bayang Bella dengan berbagai ekspresi.
"Bukankah penyakit OCD anda tidak bereaksi pada nyonya. Mungkin saja ini jawaban dari Tuhan atas segala kesulitan yang anda alami selama ini."
Sebenarnya, hal tersebut lah yang membuat Al semakin penasaran pada Bella. Dia tidak merasa jijik atau ingin menjauh dari Bella. Malah sebaliknya, dia senang ketika melihat sosok wanita itu.
"Tapi aku tidak tahu harus memulainya dari mana. Kau tahu sendiri bahwa aku tidak pernah berinteraksi dengan wanita manapun. Bahkan pada ibu sekalipun, aku jarang melakukannya."
"Anda tidak perlu menjadi orang lain, cukup jadi diri anda sendiri. Nyonya pasti bisa menerima anda."
"Kau sangat yakin bahwa wanita itu tidak akan takut pada ku."
"Bukankah sudah terbukti? Nyonya bahkan menyapa anda saat di taman tadi pagi."
Entah kenapa, Al jadi bersemangat setelah mendengar perkataan Albert. Memang, tidak ada salahnya mencoba, apalagi saat dia mengingat penampilan Bella dengan gaun maroon nya. Itu sangat hidup, dan dia ingin semakin mendekat.
"Sepertinya nyonya akan pergi ke dapur, anda bisa menggunakan kesempatan ini untuk mendekati nyonya."
Al menatap Albert yang sedang bersemangat. Pria paruh baya itu jarang berperilaku sangat semangat pada sesuatu, dan ini membuat Al tidak berdaya.
Baiklah, tidak ada salahnya mencoba. Dia juga penasaran bagaimana rasanya menyentuh kulit putih itu.
Setelah Bella sampai di dapur, Al keluar dari kamarnya. Meninggalkan Albert yang mengawasi keduanya dari ponsel. Dia harus menyimpan hasil rekaman cctv agar bisa mengirimnya pada Myra.
Saat Bella sibuk menyiapkan bahan-bahan untuk membuat nasi goreng. Al masuk ke dapur sambil membawa gelas yang tadi dia gunakan di kamar. Sekarang dia sedang berpura-pura ingin minum dan pertemuan mereka tidak di sengaja sama sekali.
"A-anda belum tidur, Tuan?" Setelah menenangkan diri, Bella akhirnya bersuara.
"Hm, apa yang kau lakukan di dapur larut malam seperti ini?" Sebisa mungkin, Al bersikap acuh. Dengan tenang, dia menuangkan air dari lemari pendingin lalu meminumnya dalam satu tegukan.
"Saya ingin membuat nasi goreng."
"Bukankah kau bisa meminta pelayan melakukannya."
"Ini sudah larut malam, dan saya tidak tega mengganggu tidur mereka."
Al menganggukkan kepalanya pertanda paham.
"Kenapa kau terdiam seperti itu? Apa kau tidak berencana membuat nasi goreng mu?"
"Bukan seperti itu, saya hanya merasa tidak sopan jika mengabaikan anda."
"Tidak perlu berperilaku seperti itu. Kau nyonya di rumah ini, jadi lakukan apa yang ingin kau lakukan." Dibalik kata-kata itu, Bella dapat menangkap makna 'jangan pedulikan aku' dan dia memutuskan melakukan apa yang pria itu inginkan.
"Apa anda juga ingin nasi goreng, Tuan?" Bella hanya basa-basi.
"Tidak." Namun Bella merasa bahwa di harus melebihkan porsi nasi goreng malam ini.
Al yang menyaksikan gerak-gerik Bella dari belakang tetap diam di tempat. Tidak ada tanda-tanda bahwa dia ingin pergi, dan itu membuat Bella semakin gugup, namun sebisa mungkin tidak dia perlihatkan.
Dan ketika dia akan mengambil bahan lainnya di lemari pendingin. Bella tergelincir dan hampir saja terjatuh ke lantai kalau saja Al tidak cepat tanggap.
Pada akhirnya, Al berhasil merasakan bagaimana lembutnya kulit putih yang menarik perhatiannya tadi pagi.
Posisi mereka yang berpelukan membuat Bella memerah, untung saja lampu tidak sepenuhnya hidup sehingga tidak akan ada yang melihat rona merah di wajahnya.
Ini kali pertama dia sangat dekat dengan Al dalam kondisi normal. Dan itu membuat jantung berdetak lebih kencang, aroma mint dari pria itu, ditambah dia tidak merokok sama sekali. Bella merasa tidak ingin lepas dari pelukan Al.
Hanya saja, Tuhan tidak mengabulkan doanya. Al segera melepaskan pelukan mereka, dan Bella bisa melihat bahwa pria itu tidak merasa jijik pada sentuhan mereka.
Jadi, apakah perkataan ibu mertua beberapa hari yang lalu benar. Tapi, Bella tidak ingin terlalu banyak berharap, dia takut terluka.