#Mertua Julid
Amelia, putri seorang konglomerat, memilih mengikuti kata hatinya dengan menekuni pertanian, hal yang sangat ditentang sang ayah.
Penolakan Amelia terhadap perjodohan yang diatur ayahnya memicu kemarahan sang ayah hingga menantangnya untuk hidup mandiri tanpa embel-embel kekayaan keluarga.
Amelia menerima tantangan itu dan memilih meninggalkan gemerlap dunia mewahnya. Terlunta-lunta tanpa arah, Amelia akhirnya mencari perlindungan pada mantan pengasuhnya di sebuah desa.
Di tengah kesederhanaan desa, Amelia menemukan cinta pada seorang pemuda yang menjadi kepala desa. Namun, kebahagiaannya terancam karena keluarga sang kepala desa yang menganggapnya rendah karena mengira dirinya hanya anak seorang pembantu.
Bagaimanakah Amelia menyikapi semua itu?
Ataukah dia akhirnya melepas impian untuk bersama sang kekasih?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
16. Kemarahan Raka
.
Hingar-hingar yang melambung tinggi selama pesta demokrasi seolah hanyut tertelan waktu. Suara sumbang para warga yang calonnya gagal terpilih sudah tak terdengar lagi. Semua sudah legowo, dan menerima dengan lapang jika Raka menjadi kepala desa Karangsono. Kini, kehidupan desa kembali mengalir dengan irama yang biasa — tenang, sederhana, seolah tak ada yang pernah berubah.
Begitupun dengan Amelia. Seiring berjalannya waktu, sayur yang ia tanam di halaman depan rumah Bu Sukma kini telah waktunya untuk dipetik.
Hari telah sore, matahari tak lagi terik menyengat ketika tangan Amelia yang sedang memegang pisau dapur mulai memotong batang-batang bayam, sawi, serta kangkung begitu subur. Ia memilih dan memotong batang sayur dengan teliti. Tidak semuanya. Hanya yang batangnya tebal dan daunnya lebat atau yang besar-besar saja yang dia pilih, sementara yang kecil dibiarkan untuk tumbuh lagi.
Setiap kali mendapatkan sekitar lima belas batang, ia akan langsung mengikat sayur itu. Tidak terlalu ketat agar batang sayur yang ada di bagian dalam tidak matang karena panas, tapi cukup kuat agar tidak terlepas.
Satu ikatan selesai, dia meletakkannya di atas selembar karung yang digelar di dekat tanaman itu, lalu kembali memetik yang lain. Semua dilakukan secara teratur. Pilih, potong, ikat, tumpuk. Seperti itu seterusnya agar nanti tidak mengulang pekerjaan.
(Ini kalo cara Mama Mia ya gaess. Jadi bukan potong, tumpuk, baru nanti dipilih untuk diikat. Itu akan membuat kita kerja dobel)
Setelah semua selesai, Amelia mengambil ember besar dan mengisinya dengan air dari kran. Sayur yang sudah diikat, satu persatu dicelup ke dalam air dan ditiriskan di atas bale-bale yang ada di beranda.
Kenapa sayur harus dicelup ke dalam air dulu? Itu supaya kalau besok pagi buta Mas Diman datang untuk membawanya ke pasar sayur itu berada dalam keadaan segar.
Amelia bertekad untuk memanfaatkan sebaik mungkin lahan yang ada di sekitar rumah Bu Sukma. Ia ingin membuktikan kepada dirinya sendiri, dan juga kepada keluarganya, bahwa ia bisa sukses dan mandiri meski jauh dari kemewahan dan fasilitas yang biasa ia nikmati.
Setelah semua selesai Amelia masuk ke dalam dengan membawa dua ikat sawi yang kata Bu Sukma akan dibuat bakmi untuk makan malam.
Setelah memberikan sayur pada Bu Sukma yang sedang berada di dapur, Amelia segera membersihkan diri. Gadis yang kemudian beristirahat membaringkan tubuhnya di atas ranjang. Senyum kepuasan masih terpancar.
Malam datang, di atas tikar di depan televisi, suasana makan malam di rumah Bu Sukma begitu hangat. Pak Marzuki yang biasanya tidak suka sawi hijau karena rasanya yang sedikit pahit, kini makan dengan lahap. Katanya, sawi yang ditanam oleh Amelia beda rasa. Ketiga orang yang makan sambil bercanda bersama.
*
*
*
Sementara itu di waktu yang sama, suasana makan malam di rumah keluarga Wiranto yang awalnya penuh kehangatan dan suasana kekeluargaan tiba-tiba berubah menjadi sedikit tegang.
Bu Sundari tak henti-hentinya memuji Safitri, putri dari juragan beras yang ingin dia jodohkan dengan Raka. Ia menceritakan tentang Safitri yang cantik, pintar, dan berasal dari keluarga terpandang. Ia juga memuji jabatan Safitri sebagai perangkat desa yang tentunya sangat sepadan dengan Raka sudah menjadi seorang kepala desa.
Raka hanya diam tak menjawab. Pemuda tampan itu fokus dengan makanannya, berusaha untuk tidak terpancing emosi. Ia sudah bosan mendengar ibunya memuji-muji Safitri setiap hari. Ia sudah berkali-kali mengatakan bahwa ia tidak tertarik dengan Safitri, tetapi ibunya seolah tuli dan terus memaksanya.
Hingga ketika Bu Sundari mulai menjelek-jelekkan Amelia, Raka menghentikan kunyahannya. Ia meletakkan sendoknya dengan kasar ke atas piring, menimbulkan suara yang cukup keras hingga membuat Pak Wiranto, Bu Sundari, dan Widuri adik Raka, dan Sutrisno, suami Widuri terkejut.
"Apa sudah selesai bicara?" tanya Raka dengan nada dingin. Matanya menatap tajam ke arah ibunya.
Bu Sundari terkejut dengan sikap Raka. Ia tidak menyangka Raka akan berani bersikap kasar kepadanya.
"Kenapa kamu bicara seperti itu, Raka?" tanya Bu Sundari dengan nada meninggi. "Ibu kan cuma mau yang terbaik buat kamu."
"Terbaik menurut panjenengan (kamu), bukan berarti terbaik menurutku," balas Raka dengan nada dingin. "Aku sudah bilang berkali-kali, aku tidak tertarik dengan Safitri. Dan aku minta, jangan jelek-jelekkan Amelia lagi. Aku tidak suka."
"Tapi dia itu cuma..."
"Cukup!" bentak Raka. "Selama ini, aku memang hanya diam, tapi jangan pernah melewati batasanmu, Bu Sundari. Ingatlah akan statusmu di sini. Panjenengan itu cuma istri dari Pak Wiranto, tapi panjenengan bukan ibuku."
Raka berdiri dari kursinya dan berjalan meninggalkan ruang makan. Selera makannya sudah hilang.
"Raka Bimantara!” teriak Pak Wiranto. “Jaga sopan santunmu di hadapan ibumu!” Wajah pria tua itu berubah merah padam dengan rahang mengeras.
Raka yang baru saja hendak pergi ke kamarnya menghentikan langkah kemudian membalikkan badan menatap tajam ke arah ayahnya.
"Sampai kapanpun, aku takkan pernah menganggap istri Ayah sebagai ibuku. Ibuku hanya satu, ibu Gayatri, yang sekarang sudah tenang di sisi-Nya. Jadi, ajari istri panjenengan itu untuk tidak ikut campur dalam urusanku, karena dia sama sekali tidak memiliki hak untuk itu. Ingatkan juga dia akan statusnya. Dia, sama sekali bukan Nyonya di rumah ini!"
Bu Sundari terbelalak mendengar kata-kata Raka. Begitupun dengan Widuri dan suaminya yang kini tiba-tiba mengkeret, takut dengan aura kemarahan yang terpancar dari wajah Raka.
Pak Wiranto hanya bisa menghela napas kasar melihat kepergian Raka. Ia tahu, Raka sangat marah dan kecewa dengan sikap ibunya.
"Sudah berapa kali aku bilang, jangan pernah menyinggung Raka," ucap Pak Wiranto, dengan mata menyorot marah. "Apa kamu lupa, syarat agar aku bisa membawamu masuk ke dalam rumah ini?"
"Kamu ini bagaimana sih, Kang?" balas Bu Sundari, dengan nada kesal. "Kamu tidak lihat Raka itu sudah dibutakan oleh Amelia? Dia itu cuma seorang mantan pembantu. Sekarang kamu lihat kan, sikap Raka menjadi kasar seperti itu. Itu pasti karena pengaruh buruk dari pembantu itu."
“Tapi kita bisa apa?" potong Pak Wiranto terdengar kesal. "Kalau kita terus menentang pilihannya, dia akan semakin menjauh. Jadi Bapak minta, untuk sementara ini akan lebih baik kalau kamu bisa mengambil hatinya. Atau dia akan semakin memusuhi kita.”
Setelah berkata demikian, Pak Wiranto beranjak dari kursinya dan berjalan menuju kamar.
Bu Sundari terdiam dengan tangan terkepal erat hingga buku-buku jarinya memutih. “Dasar sial!" wanita itu merasa marah, karena Raka berani membentaknya, apalagi di depan Widuri dan Sutrisno.
"Padahal kalau Raka menerima perjodohan dengan Safitri, kita bisa mengambil manfaat dari Safitri," geramnya tertahan, dengan gigi-gigi yang saling beradu. Rencana sudah tersusun rapi. Ia tidak rela jika itu harus kandas begitu saja.
"Terus sekarang bagaimana dong Bu?” rengek Widuri. Selama ini Safitri selalu bersikap baik padanya. Bahkan tak jarang Safitri mentraktirnya ketika mereka keluar bersama. Karena itulah dia senang jika Safitri menjadi saudara iparnya.
"Ini gara-gara mantan pembantu sialan itu, Raka jadi berani membantah ibu. Padahal sebelumnya dia tidak pernah bersikap seperti itu. Awas aja dia, ibu pasti akan membuatnya menyesal karena berani mendekati Raka!”
bentar lagi nanam padi jg 🥰