NovelToon NovelToon
Ijabah Cinta

Ijabah Cinta

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa
Popularitas:4.7k
Nilai: 5
Nama Author: Reza Ramadhan

[ OST. NADZIRA SAFA - ARAH BERSAMAMU ]

Kejadian menyedihkan di alami seorang Adiyaksa yang harus kehilangan istrinya, meninggalkan sebuah kesedihan mendalam.

Hari - hari yang kelam membuat Adiyaksa terjerumus dalam kesedihan & Keputusasaan

Dengan bantuan orang tua sekaligus mertua dari Adiyaksa, Adiyaksa pun dibawa ke pondok pesantren untuk mengobati luka batinnya.

Dan di sana dia bertemu dengan Safa, anak pemilik pondok pesantren. Rasa kagum dan bahagia pun turut menyertai hati Adiyaksa.

Bagaimanakah lika - liku perjalanan hidup Adiyaksa hingga menemukan cinta sejatinya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reza Ramadhan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

09

Wajah berbinar kini di perlihatkan oleh Pak Sapto dan juga Ibu Dewi saat mendengar kabar baik tentang cucunya, Damar.

"Terima kasih, Dok."

Dokter menganggukkan kepala dan meninggalkan Pak Sapto dan juga Ibu Dewi yang masih berdiri. Bergegas mereka masuk ke dalam ruangan.

Kedua orang tua itu pelan - pelan mengayunkan langkah menghampiri ranjang yang di tempati oleh Damar. Meski tengah berbaring namun kelegaan menghiasi wajah mereka saat melihat Damar yang kini sudah sadar.

Ibu Dewi lekas duduk di tepi ranjang dan menyunggingkan senyuman menatap Damar. "Kau sudah bangun, nak?"

Damar hanya terdiam menatap kedua kakek dan neneknya namun bukannya menjawab, lelaki kecil itu mengalihkan pandangannya ke pintu ruangan dan di sekitar ruangan tersebut.

Lelaki kecil itu tengah mencari keberadaan ayah serta ibunya namun tidak ada tanda - tanda keberadaan mereka.

Damar lantas menatap Pak Sapto dan juga Ibu Dewi. "Dimana ayah dan ibu? Aku ingin bertemu dengan mereka?"

"Degh"

Baik Pak Sapto dan juga Ibu Dewi sama - sama terpaku ketika mendengar pertanyaan yang di layangkan oleh Damar. Mereka pun tak tahu harus mau berkata apa untuk menjawab pertanyaan Damar.

Pak Sapto yang melihat kerisauan Ibu Dewi bergegas memegang pundak perempuan itu dengan sebersit senyuman sesekali menganggukkan kepala untuk menenangkan perempuan itu.

Pak Sapto kembali menatap Damar "Ayah dan ibumu sekarang sedang ada di rumah, nanti kalau sampai di rumah kakek dan nenek akan beritahu mereka bahwa kau sudah sadar."

"Janji, ya. Kek."

"Iya."

Sementara itu, Ibu Dewi melirik Pak Sapto. Perempuan itu terlihat bingung dengan jawaban yang di berikan Pak Sapto pada Damar.

"Kalau begitu, Damar banyak - banyak istirahat supaya nanti Damar bisa cepat pulang." Ucap Pak Sapto seraya mengelus rambut Damar.

"Iya, kek."

...🕌🕌🕌...

Setelah bercengkrama dengan Damar, Damar yang kelelahan pun segera tertidur. Senyum tersungging di bibir Pak Sapto dan juga Ibu Dewi saat melihat wajah tenang Damar saat tertidur.

"Kita tak menyangka bisa bertemu dengan bocah selucu ini untuk menjadi cucu kita tapi di sisi lain kenapa bocah sepolos dan selucu ini tertimpa musibah yang sangat berat." Ucap Ibu Dewi dengan sorot kesedihan.

"Kita tak pernah tahu rahasia Tuhan itu seperti apa? Aku juga merasa berdosa pada Damar karena sudah membohonginya dengan mengatakan bahwa ibunya kini ada di rumah." Ucap Pak Sapto berwajah sendu.

"Lambat laun, dia pasti akan tahu juga tapi untuk saat ini cukup untuk ini saja."

"Lalu, kenapa kau mengatakan hal seperti itu?" Ibu Laras menatap Pak Sapto lekat.

Pak Sapto yang mengerti arah pembicaraan istrinya itu segera menjawab. "Kalau aku tidak berbicara seperti itu, dia akan terus menanyakan dimana orang tuanya dan terus membujuk kita, maka demi kesehatannya aku berbicara seperti itu."

Dewi menganggukkan kepalanya dan memahami ucapan Pak Sapto lantas menatap kembali wajah sang cucu.

Tak lama kemudian, Pak Sapto lantas mengajak Ibu Dewi untuk keluar dari ruangan.

Dalam perjalanan, Pak Sapto tiba - tiba teringat dengan Adiyaksa, lelaki itu ingin mengetahui sedang apa lelaki itu di rumah.

Pak Sapto menghentikan ayunan langkahnya membuat Ibu Dewi kini menoleh menatap suaminya. "Ada apa, Pak?"

"Aku jadi teringat dengan Adiyaksa di rumahnya, aku jadi khawatir terjadi sesuatu dengannya."

"Kalau begitu, pulanglah dulu dan temani Adiyaksa, untuk urusan rumah sakit aku bisa menanganinya."

Dengan tergesa, Pak Sapto lantas berpamitan pada Ibu Dewi, menyusuri lorong hingga ke basemen dan segera lelaki itu mengemudikan mobilnya.

Beruntung, suasana di jalan raya cukup lengang membuat Pak Sapto melajukan kendaraannya dengan sedikit kencang. Dalam perjalanan, dirinya pun berharap semoga menantunya itu baik - baik saja.

"Semoga tidak terjadi apa - apa." Batin lelaki itu.

Mobil yang di kendarai oleh Pak Sapto lantas berbelok ke rumah Cokroaminoto. Setelah memarkirkan mobilnya, Pak Sapto bergegas keluar dan masuk ke dalam rumah besar tersebut.

Lelaki itu lekas membuka pintu dan begitu masuk ke dalam dirinya di kejutkan oleh tampilan rumah yang kini terlihat sunyi dan sepi dan juga sedikit berantakan.

Terlihat beberapa barang tampak berhamburan, vas - vas bunga yang sudah terpecah belah, bingkai - bingkai foto yang kacanya sudah berhamburan kemana - mana.

Tanpa berpikir panjang, Pak Sapto segera menyusuri rumah tersebut mencari keberadaan menantunya itu namun sama sekali tak ada tanda - tanda keberadaan Adiyaksa.

Hingga sebuah suara isak tangis di sebuah kamar menginterupsi nya, pelan - pelan dirinya menghampiri kamar tersebut.

Isak tangis itu semakin jelas terdengar oleh Pak Sapto. Ia berfikir mungkin Adiyaksa ada di kamar dan benar saja, saat membuka pintu kamar, Adiyaksa terlihat duduk berlutut sembari memeluk bingkai foto.

Raganya terlihat bergetar seiring suara isak tangis yang berasal dari dirinya.

"Adiyaksa." Pak Sapto pelan - pelan menghampiri dan menepuk pundak Adiyaksa.

Adiyaksa yang masih terisak lantas terkejut dan menoleh menatap Pak Sapto yang kini ada di sampingnya. Buru - buru dia mengelap tangis yang sedari tadi membasahi wajahnya.

"Nak, apa kau baik - baik saja?" Tanya Pak Sapto dengan lirih.

Namun, bukannya menjawab Adiyaksa kembali memeluk bingkai foto itu. Helaan nafas kini terdengar yang berasal dari Pak Sapto.

Lelaki itu segera berdiri dan mengemasi barang - barang yang berserakan di sekitar ruang kamar tersebut. Melihat kerapuhan Adiyaksa menjadi kemakluman tersendiri. Siapa tidak sedih kalau orang tua berserta orang yang di cintai sama meninggal di hari yang sama.

Setelah mengemasi barang - barang dan di simpannya di tempat semula, Pak Sapto segera beranjak dari kamar, lelaki itu sedikit menoleh menatap menantunya sebelum benar - benar keluar dari kamar.

...🕌🕌🕌...

beberapa minggu kemudian, terlihat wajah ceria dari Damar yang di nyatakan sembuh dan akan segera pulang ke rumah oleh dokter. Lelaki kecil itu lantas meloncat - loncat karena kegirangan.

Lelaki kecil itu sudah tidak sabar ingin sekali bertemu dengan Ibu dan juga ayahnya. Terlihat pula, Ibu Dewi yang sedang mengemasi barang - barang milik Damar.

"Jangan loncat - loncat begitu, tak baik untukmu karena kau baru sembuh." Tegur Ibu Dewi. Kedua matanya menatap lekat cucunya itu.

Damar yang semula loncat kini menghentikan permainannya tersebut lantas duduk di depan Ibu Dewi yang tengah mengemas barang.

"Nek, kenapa Ayah dan Ibu tak kesini untuk menjemput aku? Aku kan sudah sembuh dan segera pulang?"

Ucapan itu lantas membuat Ibu Dewi menghentikan kegiatannya itu. Ibu Dewi lantas mendekati Damar. "Ayahmu sedang ada urusan, nak. Jadi tak bisa menjemput kamu?"

Damar lantas memasang wajah lesu, lelaki kecil itu masih memikirkan sosok ayahnya begitu juga dengan sang ibu sambung yang hadir untuk menjemputnya.

Namun ternyata hanya angan - angan anak kecil itu saja. Nyatanya orang tua yang di harapkan untuk menjemputnya kini tak ada batang hidungnya.

Pikiran - pikiran lain pun kini tumbuh di pikiran Damar yang mengira bahwa mereka tak sayang lagi padanya namun Damar segera menggelengkan kepala mengusir pikiran - pikiran itu.

Setelah mengemasi barang, Ibu Dewi lantas mengajak Damar untuk segera pergi dari rumah sakit menuju ke rumah Cokroaminoto.

🕌🕌🕌

Setiba di rumah, Damar segera masuk ke dalam rumah dan tak sabar ingin menemui ayah dan juga Ibunya, lelaki kecil itu berlari kecil masuk ke dalam rumah sembari memanggil ayah dan ibunya.

Langkahnya terhenti karena suasana di sana sangat sepi, berkali - kali, Damar memanggil ayah dan Ibunya pun tak ada siapapun.

"Wah, cucu kakek sudah datang." Pak Sapto muncul di balik taman belakang. Dengan wajah sumringah lelaki itu menyambut datangnya Damar.

"Bagaimana keadaan kamu?" Tanya Pak Sapto seraya menjejerkan posisinya dengan Damar.

"Baik, eyang." Damar berkata sembari celingak - celinguk dan kedua matanya jatuh pada sebuah kamar yang di tempati oleh Adiyaksa.

"Pasti ayah dan ibu ada di kamar." Damar segera berlari masuk ke dalam kamar. Lelaki kecil itu sumringah ketika membuka pintu kamar dan melihat punggung Adiyaksa yang kini duduk membelakanginya.

"Ayah.. "

...Bersambung....

1
Andi Budiman
pembuka yang menarik
Sinchan1103: terima kasih 🙏🙏
total 1 replies
LISA
Sedih bgt..baru nikah istrinya udh dipanggil Tuhan
LISA
Aq mampir Kak
Sinchan1103: terima kasih... 🙏🙏🙏
total 1 replies
Rowan
Pokoknya ini cerita wajib banget dibaca sama semua orang!❤️
Matilda
Jangan bikin penggemarmu menderita terus thor 😭
Kiritsugu Emiya
Pokoknya karya ini singkatnya kereeeeen banget! Makasih author sudah membuat karya yang luar biasa😄
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!