Kecantikan dan kecerdasan yang dimiliki Amelia berhasil memikat hati seorang pria. Asmara yang menggelora mengantar Amelia pada titik keseriusan sang kekasih. Apakah hubungan mereka berjalan lancar sampai ke jenjang pernikahan? Apalagi setelah pria tersebut mengetahui jika Amelia ternyata seorang wanita panggilan.
Lantas, bagaimana Amelia melewati segala lika-liku kehidupannya? Apakah dia mampu meninggalkan dunia yang sudah membantunya mengobati luka di masa lalu atau justru semakin terjerumus di agensi yang menaunginya selama ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tie tik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kembali Ke Jakarta
Empat puluh hari sudah Marini meninggalkan dunia ini. Menyisakan kesedihan yang begitu mendalam bagi Lilis dan Amel. Mereka berdua sangat terpukul atas kejadian naas yang menimpa keluarganya.
"Nek, jangan terlalu dipikirkan ya. Kita harus belajar ikhlas atas semua yang sudah terjadi. Biarkan ibu tenang di sisi Tuhan," ucap Amel saat menemui Lilis di ruang keluarga. Wanita lanjut usia itu sering merenung sejak kepergian Marini.
"Kamu juga yang sabar ya. Jangan merasa sendiri karena masih ada nenek dan kerabat yang lain. Kamu harus menjadi wanita tangguh setelah mendapat cobaan yang bertubi," tutur Lilis seraya membelai pipi mulus Amel.
Amel hanya bisa menganggukkan kepala. Lantas, dia memeluk tubuh Lilis dengan erat. Hanya Lilis yang tersisa dalam hidupnya karena Amel tidak seberapa dekat dengan saudara-saudara ibunya. "Nenek harus sehat. Nenek gak boleh sakit ya. Aku ingin Nenek tetap sehat agar suatu saat bisa melihatku menikah dan mempunyai anak." Amel berusaha menghibur Lilis.
"Jadi sudah ada rencana menikah kah?" tanya Lilis seraya mengurai dekapan hangat Amel. "Kamu ingin menikah dengan Andra?" tanya Lilis tanpa basa-basi.
"Belum ada rencana. Aku ingin menyelesaikan urusanku dulu. Lagi pula aku juga masih fokus kuliah, Nek. Aku ingin lulus S2 dulu," elak Amel tanpa berani menatap Lilis. Dia hanya mengembangkan senyum tipis.
Suara ketukan pintu ruang tamu berhasil membuat mereka berdua menghentikan pembicaraan. Amel beranjak dari tempatnya untuk melihat siapa yang datang. "Andra," gumamnya dengan diiringi senyum manis.
"Silahkan masuk," ucap Amel sambil berjalan memasuki ruang tamu. "Kamu santai dulu saja. Aku mau siap-siap sebentar," ucap Amel setelah Andra duduk di sofa.
"Oke. Santai saja. Tidak perlu terburu-buru," balas Andra dengan diiringi senyum tipis. Andra meregangkan otot-otot tubuhnya karena merasa lelah.
Selang beberapa menit, Lilis menemui Andra di ruang tamu. Selama Amel berada di Bandung, Andra beberapa kali datang mengunjungi. Tentu hal ini membuat hubungan Lilis dan Andra semakin akrab.
"Nak Andra. Nenek titip Amel ya selama di Jakarta. Tolong jaga dia dengan baik. Bujuk dia agar segera menikah. Dia trauma dengan pernikahan," ucap Lilis dengan suara yang sangat lirih.
"Apa Amel pernah menikah, Nek?" tanya Andra.
"Belum. Dia tidak mau menikah karena takut tidak bahagia. Dia trauma melihat pernikahan ibunya karena ada suatu kejadian yang menyakitkan. Nenek tidak bisa cerita. Biar Amel saja yang menjelaskan kepadamu suatu saat nanti," jelas Lilis sambil memegang tangan Andra dengan erat.
Obrolan serius di antara mereka berdua harus terhenti karena terdengar derap langkah kaki Amel dari dalam rumah menuju ruang tamu. Gadis cantik itu sudah siap kembali ke Jakarta. Meski berat meninggalkan Lilis di sana, Amel harus segera kembali ke Jakarta karena tuntutan pekerjaan. Beberapa kali Sari menelfonnya agar segera kembali.
"Nek, aku berangkat sekarang ya," pamit Amel setelah bersalaman dengan Lilis. "Mang Jaka katanya akan ke sini selama beberapa hari untuk menemani Nenek," ucap Amel.
Amel menitikkan air mata setelah masuk ke dalam mobil. Dia melambaikan tangan sampai mobil yang dikendarai Andra mulai menjauh dari rumah. Helaan napas berat terdengar bersama suara isak tangis.
"Sudah jangan sedih lagi. Nanti nenek semakin sedih kalau kamu nangis terus begini. Kamu harus menunjukkan kepada nenek kalau kamu kuat dan tegar," tutur Andra sambil mengusap puncak kepala Amel dengan tangan kiri.
"Aku sebenarnya tidak tega meninggalkan nenek sendiri setelah terpukul atas kepergian ibu. Tapi aku ajak ke Jakarta juga tidak mau," ucap Amel sambil mengusap pipinya dari sisa air mata.
"Kita tidak bisa memaksa kehendak nenek, Sayang. Belum tentu beliau nyaman tinggal di apartment karena kalau di Jakarta 'kan nenek tidak bisa bertetangga ataupun menghabiskan waktu di kebun."
Andra mencoba menghibur Amel agar tidak terlarut dalam kesedihan. Dia mulai mengalihkan pembicaraan mengenai pekerjaan dan hal-hal yang disukai oleh Amel. Seperti pembahasan tentang pendidikan, saham atau tentang management keuangan.
"Kamu kok paham banget tentang management dan saham? Memang kamu dulu kuliah jurusan apa?" tanya Amel setelah mendengarkan beberapa penjelasan dari Andra.
"Ekonomi. Tapi aku banyak belajar dari teman-teman sih. Lagi pula sekarang juga banyak materi yang bisa dicari dari internet 'kan?" jawab Andra asal.
"Ah, gak mungkin. Kamu pasti bohong. Kalau aku simak dari penjelasanmu, sepertinya kamu pernah terjun di dunia itu. Kamu pebisnis?" sarkas Amel seraya menatap Andra.
"Ngaco. Sok tahu," elak Andra tanpa berani menatap Amel. Dia memilih fokus dengan kemudinya.
Sementara Amel masih mengamati ekspresi wajah Andra. Entah mengapa, instingnya mengatakan jika ada sesuatu yang disembunyikan kekasihnya itu. Akan tetapi Amel segera menepis keraguan itu karena tidak mau menaruh curiga kepada Andra.
"Eh, ini mobil baru kah? Sepertinya berbeda jauh dari mobil yang biasa parkir di rumahmu," tanya Amel setelah mengamati interior mobil yang ditumpanginya saat ini.
"Biasa. Pinjam punya teman," jawab Andra setelah berpikir beberapa detik.
Dering ponsel Andra menghentikan pembicaraan. Andra menepikan mobil di pinggir jalan saat menerima telepon. Andra mengernyitkan kening karena kontak ibunya yang menghubungi.
"Iya, Ma. Ada apa?" tanya Andra setelah panggilan terhubung. "Aku sedang di jalan, Ma. Lagi keluar sama pacar," ucap Andra setelah mendengar pertanyaan dari ibunya.
Ekspresi wajah Andra berubah serius setelah mendengar berita yang disampaikan ibunya. Dia melirik ke arah Amel saat mendengarkan pembahasan penting bersama ibunya. "Ya sudah, nanti aku langsung pulang saja. Kita bahas di rumah. Aku mau mengantar pacarku pulang dulu, Ma," pungkas Andra sebelum mengakhiri panggilan.
"Ada apa?" tanya Amel.
"Aku harus pulang ke Kalimantan hari ini. Ayahku sakit," jawab Andra seraya mengarahkan setir mobil ke jalan raya. Mereka kembali melanjutkan perjalanan menuju Jakarta.
Amel tidak melanjutkan pertanyaannya setelah melihat kecemasan dari sorot mata kekasihnya itu. Amel hanya bisa diam sambil menunggu Andra berbicara. Sepertinya kekasihnya itu sedang memikirkan sesuatu.
"Sayang. Kemungkinan aku pulang ke Kalimantan cukup lama. Aku harap kamu tetap setia kepadaku selama aku pulang kampung. Tolong jaga dirimu dari laki-laki lain ya? Atau kamu ikut aku pulang ke Kalimantan sekalian?" Andra menatap Amel penuh arti.
"Mana bisa aku pergi ke Kalimantan. Ada banyak hal yang terbengkalai selama aku berada di Bandung. Setelah ini aku pasti sangat sibuk dengan urusan kuliah. Pulanglah . Jangan khawatirkan aku," jawab Amel sambil mengusap lengan Andra dengan gerakan lembut.
Lagi dan lagi Amel merasa bersalah kepada Andra. Dia tidak mungkin mengiyakan keinginan Andra agar dirinya menjaga diri dari pria lain. Setelah ini, Amel justru sibuk melayani klien-klien nya. Tuntutan dari Sari Jelas semakin menjadi karena cukup lama Amel cuti dari pekerjaannya.
"Maaf, Ndra. Aku belum bisa mengatakan hal ini," batin Amel sambil mengamati wajah Andra dari samping.
...🌹TBC🌹...
Bonyok
Pasti mereka bakal suka rela membantu Amel buat kasih pelajaran..
Semoga Andra bisa membuat Amel terus bahagia dan berharga..
Amel untungnya punya prinsip kuat..
Kyk sudah rahasia umum kalau sudah berhubungan dengan bapak atau tiri..walau pun ada yg baik juga
Bikin kesel,,ibunya Amel sadarnya telat juga..
Miris banget nasib Amel
Ibunya Amel sudahsalah di awal..fatal akibatnya..