Ijabah Cinta

Ijabah Cinta

01

Sebuah mobil BMW berwarna hitam kini tengah menderu di tengah malam yang kini bertabur bintang - bintang. Angin sepoi - sepoi tampak berhembus ke segala arah ketika seorang perempuan berambut hitam legam membuka kaca jendela mobil.

Kedua matanya kini berbinar menatap lautan luas yang kini terlihat ketika mobil mulai menapaki jembatan.

Perempuan itu tak menyangka di usia yang terbilang muda itu dirinya sudah di lamar oleh seorang lelaki namun yang jadi pertanyaan di dalam benaknya, "kenapa harus lelaki yang statusnya sudah menduda dan memiliki seorang putra? Lalu apakah tidak ada lelaki yang masih belum menikah untuk bersanding dengannya."

Itu adalah sebuah pertanyaan yang selalu di katakan di dalam benak perempuan itu terlepas dari rasa gembiranya karena sudah akan menjejaki dunia pernikahan.

Perempuan itu bernama Yulianti Fitriana. Seorang perempuan berusia dua puluh tahun itu akan dinikahkan oleh anak kerabat dekat ayahnya bernama Adiyaksa Cokroaminoto.

Awalnya, Yulianti tidak ingin menikah lebih dulu karena umurnya masih belum pas untuk menikah dan dirinya tidak mau menikah lebih dulu karena ia masih ingin bekerja dan melakukan kebahagiaan yang di rasakan oleh para remaja pada umumnya.

Namun, dirinya terkejut ketika malam itu, Ayahnya yang bernama Sapto Budiarto tiba -tiba telah meminang dirinya pada seorang lelaki dan ia terkejut ketika tahu bahwa yang meminangnya adalah seorang duda beranak satu.

"Yuli."

Panggilan dari seseorang membuat lamunan perempuan tentang ayahnya dan juga lelaki yang akan menikahinya pun terputus.

Yuli menoleh dan menatap wajah ibunya yang terlihat cantik dan juga sumringah. Namanya Ibu Dewi kusuma. Perempuan yang sudah melahirkan Yulianti itu kini menggenggam punggung tangan Yulianti.

Perempuan itu berbicara pelan pada putrinya. "Kenapa, nak? Aku sedari tadi melihat wajahmu sepertinya tidak suka dengan acara ini?"

Senyum terbit di wajah Yulianti. Yulianti tidak mau karena alasan dia masih ragu menikah di umurnya sekarang membuat hati ibunya turut sedih.

"Tidak, Ibu. Aku tidak memikirkan hal itu. Aku cukup senang dengan acara ini hanya saja, aku berpikir ayah terlalu terburu - buru untuk mencari calon pendamping untukku."

"Karena sebetulnya yang aku inginkan adalah aku ingin bekerja terlebih dulu, menyempurnakan masa depanku dulu sebelum menjajaki dunia pernikahan."

Ibu Dewi menganggukkan kepala. Perempuan itu paham akan apa yang di minta dan di inginkan oleh anak perempuannya itu.

Namun, karena ini adalah keputusan suaminya, perempuan itu tak bisa membantah. Dirinya juga teringat akan pembicaraan suaminya itu pada dirinya di kamar yang mengatakan bahwa Pak Sapto sangat dan ingin mempunyai seorang cucu dari putri satu - satunya itu.

"Maafkan kesalahan ayahmu dan juga Ibu yang terlalu memaksakan dirimu untuk segera menikah dan kau juga harus memahami ayahmu yang ingin punya cucu darimu."

"Iya, Ibu. Aku juga mengerti keadaan ayah, karena aku sudah sering melihat ayah begitu mendambakan cucu dariku dan mungkin ini adalah waktu yang tepat untukku yang akan menikah dan aku akan berikan cucu untuknya nanti."

"Terima kasih, sayang. Kau sudah mengerti keadaan ayahmu ini."

"Sama - sama, Ibu."

...🕌🕌🕌...

Di tempat lain, tepatnya di sebuah rumah besar bertingkat dua, terlihat beberapa orang tampak sibuk menyajikan beberapa menu makanan dan juga minuman.

Pemilik rumah tersebut yakni Bapak Cokroaminoto dan juga Ibu Laras Dwitasari tengah bersiap - siap untuk acara makan malam.

Acara makan malam bersama calon besan dan juga calon menantunya. Hari ini adalah hari dimana mereka akan mengadakan pertemuan bersama calon besan dan menantunya untuk membahas masalah pernikahan putra dan putri mereka.

"Kau sudah siap, sayang?" Tanya Ibu Laras. Perempuan itu segera berdiri dan menghampiri dan membantu Pak Cokro memakaikan dasi di leher lelaki itu.

"Aku sudah siap dan aku berharap semoga pertemuan dengan mereka berjalan dengan lancar dan anak perempuan mereka setuju untuk menikah dengan anak kita."

"Semoga saja, doa kita terkabul dan anak kita segera mendapatkan calon pendamping. Aku merasa kasihan pada putra kita yang sibuk mengurus perusahaan sambil mengurus cucu kita dan sudah saatnya anak kita mendapat calon pendamping untuk mengurus putra dan cucu kita dan semoga saja mereka cocok."

"Amin."

Di lain tempat, perbincangan juga terjadi di salah satu sudut rumah yang lain, tepatnya di sebuah kamar yang terdapat beberapa aksesoris dan pernak - pernik anak laki - laki.

Tempat tersebut adalah merupakan kamar seorang anak yang bernama Damar Adiputra.

Lelaki berumur enam tahun itu merupakan cucu dari seorang bapak Cokroaminoto dan sekarang lelaki kecil itu menatap dirinya di atas cermin bersama seorang lelaki berumur dua puluh lima tahun dan dia adalah ayahnya yang bernama Adiyaksa Cokroaminoto.

Mereka sama - sama tengah merapikan kemeja mereka yang senada yaitu memakai kemeja berwarna putih dan terlihat keduanya sangat tampan.

Damar melirik ayahnya yang masih berkutat di atas cermin dengan menarik kemeja Adiyaksa. "Ayah, kenapa kita harus memakai baju ini?"

Adiyaksa melirik sebentar anaknya sebelum menyibukkan diri kembali merapikan kemejanya di balik cermin. "Karena kita akan bertemu seseorang dan kau juga harus ikut karena ini tentang masa depan kita."

"Masa depan." Gumam lelaki kecil itu.

"Ting tong.. "

Sebuah bel rumah berbunyi dan menandakan bahwa tamu yang sedari tadi di tunggu mereka sudah datang ke rumah mereka.

Adiyaksa segera menggandeng tangan anaknya bergegas keluar dari kamar. Tampak dari jauh, Pak Cokroaminoto membuka pintu dan memasang wajah sumringah.

"Selamat datang, Pak Sapto dan Bu Dewi. Mari silahkan masuk." Ujar Pak Cokroaminoto mempersilahkan tamunya masuk ke dalam rumah.

Bersamaan dengan itu, Adiyaksa bersama putra sudah turun dari kamar yang berada di tingkat dua. Adiyaksa terkejut ketika kedua tatapannya mengarah pada seorang perempuan yang kini memakai sebuah gaun.

Entah kenapa dirinya merasa tersanjung dengan paras perempuan tersebut dan dirinya mulai bertanya - tanya, siapa perempuan itu? Apakah perempuan itu yang akan dijodohkan ayahnya padanya?"

"Ayah" Damar lagi - lagi menarik kemeja ayahnya membuat Adiyaksa tersadar.

Lelaki itu menatap putranya. "Ada apa?"

Damar menunjuk keluarga Pak Sapto yang kini sudah duduk di meja makan dengan jari mungilnya. "Siapa itu, Ayah?"

Adiyaksa mengedikkan bahunya. "Kalau kau ingin tahu, ayo kita kesana."

Adiyaksa dan Damar segera mengayunkan langkah menghampiri ruang makan. Tanpa sengaja, kedua tatapan Adiyaksa tertuju pada Yulianti yang sama - sama melihatnya.

Terlihat Yulianti gugup ketika berhadapan dengan suasana seperti itu. Dirinya baru tahu bahwa lelaki pilihan ayahnya itu terlihat tampan begitu juga dengan anaknya.

"Sebelum kita membicarakan tentang pernikahan putra dan putri kita. Silahkan untuk mencicipi hidangan yang sudah ada di meja makan." Pak Cokroaminoto membuka pembicaraan.

...Bersambung. ...

Terpopuler

Comments

Andi Budiman

Andi Budiman

pembuka yang menarik

2024-08-05

1

LISA

LISA

Aq mampir Kak

2024-08-03

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!