Sheila Cowles, seorang anak yatim piatu, menjalani kehidupan sederhana sebagai cleaning service di sebuah toko mainan anak-anak.
Suatu hari, karena kecerobohannya, seorang wanita hamil besar terpeleset dan Sheila menjadi tersangka dalam kejadian tersebut.
"Kau telah merenggut wanita yang kucintai. Karena itu, duniamu akan kubuat seperti di neraka," kata Leonard dengan penuh amarah.
"Dengan senang hati, aku akan menghadapi segala neraka yang kau ciptakan untukku," jawab Sheila dengan tekad yang bulat.
Bagaimana Sheila menghadapi kehidupan barunya sebagai ibu sambung bagi bayi kembar, ditambah dengan ancaman Leonard yang memendam dendam?
🌹Follow akun NT Othor : Kacan🌹
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kacan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MDHD 9 (Pernikahan Rahasia)
Satu bulan berlalu, hari yang tidak dinantikan Sheila pun tiba.
Tepat pada hari ini Sheila Cowles berubah status menjadi seorang istri dari pria yang tidak dicintainya. Yaitu, Leonard Smith.
Mata Sheila berkaca-kaca, dengan tangan meremat pakaian milik mendiang Zora yang melekat di tubuhnya.
Betapa malangnya nasib wanita berumur 22 tahun itu. Hancur sudah impiannya untuk menikah dengan pria baik bak pangeran di negeri dongeng, kini dirinya terperangkap seumur hidup dengan singa ganas yang suka marah-marah disetiap waktu.
Pernikahan tanpa perayaan yang hanya dihadiri oleh pembantu dan supir di rumah Leonard. Menunjukkan seberapa kecil sosok Sheila di mata pria itu.
"Miris sekali diriku. Menikah dengan pria bermulut pedas, emosian. Gaun rumahan yang kupakai juga bekas wanita lain, hanya cincin ini yang memang benar milikku," gumam Sheila dalam hati sambil mengusap cincin di jari manisnya.
Sheila mengangkat kepalanya, ia menatap ke sekeliling rumah yang berubah sepi. Hanya ada pembantu yang bergelut dengan pekerjaannya masing-masing.
"Perasaan tadi si Singa Gila sama mommy mertua galak masih ada di sini setelah mengantar aku pulang dari tempat mengadakan pernikahan, kok tiba-tiba hilang seperti hantu?" Sheila menggaruk kepalanya yang tak gatal, wajah murungnya berganti menjadi bingung dengan begitu cepat.
Sejenak Sheila berpikir. Namun, detik berikutnya ia mengendikkan bahu tanda tak acuh.
"Bagus deh, setidaknya aku bisa tenang walau hanya sebentar. Rumah ini terasa seperti neraka kalau mereka sudah bersuara." Sheila memutar badannya, ia berniat pergi ke dapur untuk membasahi tenggorokannya yang terasa kering.
Kakinya yang mulus bersih melangkah dengan ringan menuju dapur.
Tidak sengaja Sheila berpapasan dengan salah satu pembantu yang tak lain dan tak bukan ialah Clare.
"Ckckck, yang sudah resmi menjadi nyonya Smith. Tapi, sayangnya hanya sekedar status. Hihihi." Clare terkikik geli, seolah kemalangan Sheila adalah lelucon baginya.
Sheila yang hendak mengambil gelas dari meja sontak berhenti.
Kepala Sheila menoleh ke kanan dan ke kiri. Secepat kilat mimik wajah Sheila berubah menjadi seperti orang yang sedang ketakutan.
"Hiii aku kok merinding ya." Sheila bergidik ngeri sembari mengusap tengkuknya seolah-olah tengah merasakan sapuan angin di lehernya. "Ada suara tapi tidak ada wujudnya. Rumah ini memang angker," lanjutnya seraya meraih gelas di meja dengan terburu-buru.
Seakan-akan sedang ketakutan, Sheila dengan langkah tergesa-gesa pergi menuntaskan dahaganya, lalu pergi meninggalkan dapur tanpa menganggap keberadaan Clare.
"Sial! Apa dipikirnya aku hantu? Ck, kasihan sekali tuan Leo mendapat wanita seperti dia!" Lagi-lagi Clare berdecak, hatinya sungguh kesal karena ulah Sheila yang di luar nalar.
Sementara itu, Sheila tersenyum puas setelah keluar dari dapur.
"Sheila dilawan? Oh tidak semudah itu," ucap Sheila penuh kebanggaan. Ia menepuk-nepuk dadanya yang membusung dengan bangga.
Dahi Sheila mengernyit, tiba-tiba ia mendengar suara tangisan bayi yang berasal dari ruang utama.
Sontak mata Sheila membelalak lebar, alisnya terangkat tinggi, jantungnya berdegup dengan sangat kencang.
"Nggg oek oek!"
"Hwahhh oek oek!"
Seluruh tubuh Sheila bergetar, suara tangis bayi yang saling bersahutan terdengar nyaring menusuk ke telinganya.
Sheila memegangi dadanya, ada perasaan campur aduk yang mengerubungi dirinya.
"Apakah itu baby twins?"
Aliran darah di dalam tubuh Sheila mengalir deras, jantungnya yang memompa dengan cepat, membuatnya nyaris tidak bisa bernapas dengan benar.
Tidak ingin diam saja. Sheila berusaha menguatkan kedua kakinya yang bergetar untuk melangkah.
Dengan langkah mantap ia menapaki setiap lantai yang dilaluinya, hingga langkahnya berhenti kala sosok pria tinggi dan wanita tua yang masih terlihat segar bugar tengah berdiri di ruang tengah sambil membungkuk di depan kereta dorong bayi.
"Baby twins, tenanglah sayang," seru Leonard dengan lembut.
Daddy baru itu tidak dapat menenangkan Viola dan Viona yang menangis kencang hingga kedua wajah bayi kembar itu menjadi memerah karena kebanyakan menangis.
"Leo, sepertinya cucu Mommy haus." Hanny tidak begitu paham dalam merawat bayi. Sebab, sejak Leonard lahir, dirinya langsung menyerahkan urusan merawat putra semata wayangnya pada pengasuh.
Jadilah sekarang Hanny tampak kebingungan.
Tidak tega mendengar tangisan dua bayi kembar yang semakin menjadi-jadi.
Sheila dengan berani maju dan bersuara. "Emmm, apa aku boleh melihat baby twins?"
Kehadiran Sheila membuat Leonard dan Hanny menegakkan badan. Mereka menoleh, melihat kehadiran Sheila yang tiba-tiba.
"Pengasuh, kebetulan kau datang. Cepat buat cucuku tenang!" perintah Hanny dengan arogan.
Leonard menggeser tubuhnya tanpa bersuara, memberi celah pada Sheila untuk mendekat.
Tanpa menghiraukan lontaran kata pedas dari mertuanya, Sheila menghampiri dua bayi kembar yang berada di kereta dorong.
"Hai baby twins, selamat datang di rumah," sapa Sheila dengan riang sembari mengusap pipi bayi kembar itu.
Betapa ajaibnya, dalam sekejap tangisan Viola dan Viona berhenti seketika.
Dua bayi kembar itu menggeliat nyaman dengan mata terpejam.
Sheila yang melihat tingkah dua bayi gembul berambut pirang itu tentu merasa gemas. Tanpa sadar kedua sudut bibir Sheila terangkat tinggi.
"Huh, Mommy mau istirahat ke kamar. Leo, kamu awasi pengasuh ini! Jangan sampai dia melukai Viona dan Viola," ucap Hanny.
Leonard yang masih terpana dengan bayi kembarnya hanya menyahuti sang mommy dengan dehaman samar.
Cukup lama Sheila mengusap-usap lembut pipi gembul si kembar, sampai Leonard mulai buka suara.
"Ayo antar baby twins ke kamarnya!"
Spontan Sheila menoleh, ia dengan perlahan menarik tangannya dari pipi si kembar.
"Aku tidak bisa menggendong dua bayi sekaligus," kata Sheila pelan.
Leonard menatap wajah Sheila dengan mata tajamnya. "Aku yang menggendong Viona, dan kau menggendong Viola," tutur Leonard dengan nada terdengar berat.
Sheila berdiri, ia pun mengangguk setuju.
Dengan beriringan, Leonard dan Sheila berjalan menaiki tangga sembari menggendong masing-masing bayi.
Langkah penuh kehati-hatian itu berhenti di sebuah kamar yang merupakan tempat tidur Sheila selama tinggal di rumah Leonard, yaitu kamar Zora semasa masih hidup.
Sheila sedikit kebingungan. Bukankah kamar si kembar ada di samping kamarnya? Namun, ia tidak ingin ambil pusing, dirinya malah senang jika si kembar berada di kamarnya.
Dengan hati-hati Leonard dan Sheila meletakkan bayi kembar itu ke atas ranjang.
"Besok akan ada acara makan malam dengan relasi bisnisku di rumah ini," ujar Leonard tiba-tiba.
Sheila yang baru saja mendudukkan diri di pinggir ranjang sontak terkejut, ia menatap wajah Leonard dengan khawatir.
"Bukankah pernikahan kita dirahasiakan dari orang-orang?" tanya Sheila setengah berbisik.
Wajah Leonard terlihat santai. Pria berumur 34 tahun itu membalas tatapan wanita di hadapannya dengan sangat tajam.
"Pernikahan ini tetap dirahasiakan. Aku tidak akan memperkenalkanmu sebagai istriku!" jawab Leonard penuh penekanan.
Deg!
Bersambung ....
di tunggu kelanjutan ya