Isya sadarkan diri dalam kondisi amnesia setelah mengalami kecelakaan ketika studi wisata. Amnesia itu membuat Isya lupa akan segala hal yang berkaitan dengan dirinya, bahkan banyak yang menilai jika kepribadiannya pun berubah. Hari demi hari ia jalani tanpa ingatan yang tersisa. Hingga pada suatu ketika Isya bertemu dengan beberapa orang yang merasa mengenalinya namun dengan identitas yang berbeda. Dan pada suatu hari ingatannya telah pulih.
Apa yang terjadi setelah Isya mendapatkan ingatannya kembali?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kanza Hann, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
009 : Ketahuan
Selesai sarapan, Pak Zain pergi ke ruang kerja pribadi beliau di rumah. Pak Zain hendak meninjau kembali berkas perusahaan mengenai sebuah program baru yang merupakan usulan dari salah seorang karyawan. Ketika sedang fokus meninjau berkas tersebut ada panggilan masuk di ponselnya.
Bip bip bip…
Pak Zain segera menerima panggilan tersebut, "Halo! Iya ada apa?"
Rupanya panggilan telfon itu berasal dari salah satu manager OlivC. "Halo pak, begini...mengenai program baru yang kita bahas pada rapat kemarin apakah akan segera ditindaklanjuti?"
"Jika tidak ada kendala, maka tetap sama seperti rencana awal! Ide ini cukup menarik jadi perlu saya tinjau lagi untuk keputusan yang akan kita ambil nanti!" jelas Pak Zain.
"Oh iya pak, untuk sisanya nanti biar saya yang selesaikan!"
"Baiklah kalau begitu." Pak Zain langsung mengakhiri panggilan jika dirasa sudah cukup. Beliau memang terbiasa tidak berbincang terlalu lama di telfon. Setelah mendapat inti pembicaraan maka beliau akan langsung melanjutkan pekerjaan yang lebih penting guna diselesaikan secepat mungkin.
Supaya tidak menggangu konsentrasi, Pak Zain berniat mematikan daya ponsel selama fokus meninjau ulang berkas perusahaan. Tepat sebelum ponsel dimatikan muncul notifikasi mengenai sebuah artikel di layar. Biasanya beliau tidak terbiasa membaca sembarang artikel, namun kali ini beliau menjadi tertarik untuk membacanya. Tanpa pikir panjang Pak Zain mengklik tautan dan menunggu beberapa detik sampai isi artikel ditampilkan. Beliau dibuat tertarik untuk membaca artikel yang berjudul "Korban Bullying Berinisial TN Ditemukan Tewas setelah Bunuh Diri di Sungai" sampai selesai.
***
Di sebuah kamar yang nampak masih gelap meski hari sudah siang karena gorden belum dibuka sehingga sinar matahari tidak mampu menembusnya. Selain terlihat gelap di dalamnya juga nampak sangat berantakan bagi kamar seorang gadis remaja. Benda-benda dalam ruangan tersebut seperti tidak tertata dengan benar. Guling di atas lantai, laci meja tidak tertutup rapat, lembaran kertas ada di mana-mana, peralatan make up berantakan di meja rias bahkan ada yang berceceran ke bawah, pintu lemari pakaian terbuka lebar, tumpukan baju di kursi, serta beberapa bungkus sisa makanan dan minuman juga ikut menghiasi.
Jika melihat secara langsung situasi ruangan tersebut, bagaimana bisa kamar seorang gadis menjadi kapal pecah seperti ini? Meskipun kamar sangat kotor dan berantakan, sang pemilik terlihat begitu nyaman tidur di atas ranjang sembari menyembunyikan diri di balik selimut bulu nan tebal.
Tak lama kemudian, pintu kamar dibuka dengan keras oleh seseorang dari luar.
Braakk…
Sang penghuni kamar langsung bangun begitu mendengar suara tersebut. Ia belum sepenuhnya sadar serta penglihatannya masih samar untuk mengetahui bahwa ada orang dengan raut wajah marah tengah memelototinya. Orang itu tidak lain dan tidak bukan adalah sang ayah dari gadis yang bernama Hendri Athalarik.
"Hoam...ada apa ayah? Masih pagi sudah mencariku?" ucapnya sembari meliukkan badan ke kanan dan ke kiri sebagai peregangan ketika bangun tidur.
"Ada apa? Masih pagi? Dasar anak ini! Hei kamu, Bella Athalia sadarlah!" beliau berteriak keras kepada putrinya. Bella pun langsung membuka mata lebar-lebar menuruti permintaan sang ayah. Perasaannya mulai tidak enak begitu sadar kalau ayahnya sedang dalam keadaan marah besar. Bibir Bella seketika tertutup rapat juga terasa berat untuk membuka suara guna menanyakan alasan dari kemarahan Pak Hendri.
Beliau memperlihatkan beberapa lembar kertas yang digenggam kuat-kuat, "Lihat apa yang ayah dapat!"
"Glek!" Bella hanya bisa menelan ludah saat melihat apa yang ada di genggaman Pak Hendri. Ia mulai cemas kalau sang ayah tahu mengenai apa yang sebenarnya terjadi selama ini. Tiada respon dari putrinya, Pak Hendri langsung melempar semua kertas yang beliau pegang tepat di depan wajah Bella. "Lihat itu sendiri!"
Dengan penuh gemetar Bella mengambil beberapa lembar kertas yang terlempar ke arahnya. Sepertinya dugaan awal mengenai kabar buruk yang selama ini ia tutupi, akhirnya bukti itu sampai di tangan orang tua. Dan parahnya lagi bukti itu sampai duluan di tangan Pak Hendri, ayahnya yang sangat galak.
Dengan berkacak pinggang penuh amarah beliau akan melakukan proses interogasi agar Bella memberi jawaban yang sebenarnya. "Sekarang ayah tanya...selama ini kamu kemana saja? Pamitnya pergi sekolah tapi kenapa ada laporan dari pihak sekolah bahwa kamu alfa sampai dua minggu lamanya?" lawan bicara beliau masih bungkam dan belum memberikan jawaban. "Jawab ayah!"
"I-iya ayah." Bella menjadi terbata-bata saat menjawab. "Iya apanya?" beliau kembali bertanya, namun Bella malah semakin menunduk ketakutan. "Jangan diam saja dan jelaskan kepada ayah! Ke mana saja selama ini kamu pergi saat pamit berangkat sekolah namun tidak sampai di sana? Jelaskan sekarang juga!"
"Se...selama ini aku se...sengaja bolos masuk sekolah, ayah." pandangan Bella semakin mendelik. Tangannya pun saling menggenggam erat dan dipenuhi keringat dingin. "Kenapa bolos?"
"Ka… karena…"
Pak Hendri meniru kata terakhir putrinya, "Karena?"
Rasa ketakutan dalam diri Bella semakin besar, seketika mulutnya diam seribu bahasa tak bisa lagi berkata-kata. Kesabaran Pak Hendri semakin memuncak hingga kini telah di ambang batas kesabaran. "Karena apa? Jawab ayah!"
"Ma...maafkan aku ayah!" hanya itu satu-satunya kalimat yang dapat terucap dari bibir Bella saat berada di keadaan darurat akibat kemarahan Pak Hendri
"Maaf? Jika kamu hanya bisa mengucapkan kata maaf seharusnya kamu tidak melakukan hal bodoh seperti ini!" beliau merampas kembali kertas yang kini di pegang Bella, lalu memperlihatkan secara jelas tepat di hadapan putrinya. "Lihat ini! Lihat! Ini semua perbuatanmu kan?"
"Korban Bullying Berinisial TN Ditemukan Tewas setelah Bunuh Diri di Sungai" pupil mata Bella bergetar setelah membaca kalimat yang terpampang jelas di hadapannya dalam hati. Memang benar Bela adalah pelaku perundungan gadis berinisial TN tersebut, namun dia tidak mengakui kalau perbuatannya bisa mengakibatkan orang itu mati. "Ti..tidak ayah! Tidak mungkin kalau dia mati hanya karena hal seperti itu!"
Plak!
Pak Hendri menampar keras pipi sebelah kanan Bella. "Hanya karena hal seperti itu? Memang apa saja yang pernah kamu lakukan padanya?"
Bella kembali diam sebab jika ia jawab maka semakin besar kemurkaan ayahnya. Sekarang pun pipinya terasa panas, sakit, serta sedikit perih akibat tamparan tadi.
"Bagaimana bisa putri seorang jaksa melakukan hal rendahan seperti tindak bullying? Kamu mau menghancurkan reputasi ayah ya?!"
"Ti...tidak ayah! Aku sama sekali tidak bermaksud seperti i..." ucapan Bella terpotong.
"Ah sudahlah! Kamu memang tidak pernah berpikir dulu sebelum bertindak! Jangan kira selama ini kamu diam saja ayah tidak bisa tahu tentang hal ini! Selama ini kamu sengaja bolos sekolah karena takut menjadi perbincangan teman-teman kalau ini semua perbuatanmu, iya kan?! Tapi apa gunanya semua itu? Lihat sekarang mereka sudah tahu bahkan pihak guru pun juga mengetahuinya! Hingga akhirnya kepala sekolah memberikan surat DO milikmu kepada ayah!" Pak Hendri mengutarakan semua fakta mengenai situasi putrinya yang beliau ketahui saat ini.
"Lihat kamu sudah dikeluarkan dari sekolah sebelum waktunya! SMA saja kamu tidak lulus apalagi keinginan untuk lanjut kuliah? Lupakan saja!" setelah mengatakannya, Pak Hendri langsung berbalik arah menuju pintu keluar. Kemarahannya kian memuncak sehingga bahaya jika masih berada di sana. Mengomel terus-terusan juga tidak membuatnya merasa puas dan malah semakin dibuat tertekan. Namun, langkah beliau terhenti untuk sejenak mengatakan suatu hal yang penting.
"Jika kamu tidak bisa lulus sekolah sekolah karena perbuatan burukmu itu...jangan harap kamu bisa menjadi putriku lagi! Karena seorang jaksa tidak memiliki anak dengan kasus kriminal!" sosok Pak Hendri seketika menghilang dari kamar Bella. Beliau sudah merasa begitu sesak menghadapi putri semata wayangnya yang penuh dengan masalah.
Sementara Bella sekarang merasa agak lega karena sosok yang menyeramkan sudah menjauh darinya untuk sementara ini. Ia masih memegangi pipi sebelah kanan yang rasa sakitnya belum juga reda. Saat melihat kembali surat DO serta sobekan koran yang dibawa ayahnya tadi membuat Bella kesal.
"Bahkan sampai mati pun kamu benar-benar menyebalkan!"
-One Step Closer-