Ini kisah yang terinspirasi dari kisah nyata seseorang, namun di kemas dalam versi yang berbeda sesuai pandangan author dan ada tambahan dari cerita yang lain.
Tentang Seorang Mutia ibu empat anak yang begitu totalitas dalam menjadi istri sekaligus orangtua.
Namun ternyata sikap itu saja tidak cukup untuk mempertahankan kesetiaan suaminya setelah puluhan tahun merangkai rumah tangga.
Kering sudah air mata Mutia, untuk yang kesekian kalinya, pengorbanan, keikhlasan, ketulusan yang luar biasa besarnya tak terbalas justru berakhir penghianatan.
Akan kah cinta suci itu Ada untuk Mutia??? Akankah bahagia bisa kembali dia genggam???
Bisakah rumah tangga berikutnya menuai kebahagiaan???
yuk simak cerita lebih lengkapnya.
Tentang akhir ceritanya adalah harapan Author pribadi ya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon shakila kanza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pagi
Hari ini hari Minggu, pagi hari selepas subuh Mutia sudah sibuk menyapu, mengepel, menyiram tanaman, setelah selesai semuanya Mutia masuk dan berkutat di dapur. Mutia membuat nasi goreng sederhana dengan toping ayam dan timun di atasnya kemudian di temani kerupuk sebagai pegangannya.
Haris duduk di sofa seperti tidak terlihat, namun Haris Pun tidak sakit hati, ternyata sebegitu lincah dan energiknya Mutia meski usianya sudah tak lagi muda.
Haris membayangkan betapa sibuknya istri pertamanya itu saat anak-anaknya ada dan ingin sekolah semua, dirinya juga membayangkan saat dulu masih tinggal di rumah utama, betapa sibuknya Mutia saat mengurus dirinya, rumah, pekerjaannya dan juga semua anak-anaknya.
Haris merenung selama ini tak pernah sekali pun istri pertamanya itu mengeluh apapun padanya, padahal sudah mengurusi segitu banyak pekerjaan dan juga semua kegiatan rumah tangga.
Pantas saja bila kadang istrinya itu tidak sempat ke salon atau pun menjaga tubuhnya. Haris semakin berpikir betapa egois dan acuhnya dirinya selama ini yang hanya melihat satu sisi yang tidak dia sukai saja namun tidak melihat sebegitu luasnya kebaikan dan kehebatan istri pertamanya.
"Maaf Sarapan sudah siap, mari sarapan..." Suara Mutia memecahkan lamunannya.
Haris pun tersenyum kikuk dan segera berdiri mengikuti Mutia ke meja makan dan saat sampai di sana nampak nasi goreng yang menggugah selera di matanya. Tidak banyak makanan di sana hanya ada satu gelas susu coklat di depan Mutia, satu cangkir kopi kesukaannya dan dua porsi nasi goreng kesukaannya.
"Terimakasih Bun... "Kata Haris lalu duduk di kursi bersiap untuk makan, dalam hatinya Haris membatin " Kamu memang selalu tau makanan kesukaanku Bun... Andai aku masih bisa kamu perlakukan seperti ini setiap hari..."
Mutia menuang dua gelas Air putih lalu satu di taruh di depan Haris dan satu lagi di hadapannya, setelah itu barulah Mutia makan sarapannya tanpa bersuara.
Hening.
Tidak ada suara selain dentingan sendok beradu dengan piring, kedua manusia yang berhadapan itu saling membisu namun larut dalam pikirannya masing-masing.
Mutia selesai makan diapun berlalu ke wastafel lalu mencuci piringnya, di tolehnya Haris masih menikmati makanannya, Mutia pun berlalu ke kamar untuk membersihkan diri dan bersiap-siap untuk pergi mengawasi kebun-kebunnya.
Mutia memakai rok celana di padu dengan baju kaus panjang dan jilbab instan panjang, keluar dari kamar lalu memakai topinya, Mutia masih melihat Haris di meja makan sedang menikmati kopinya, tanpa pamit pun Mutia berlalu keluar Rumah dan menaiki sepedanya menuju ke kebun sayuran dimana sudah banyak pegawai yang tengah membersihkan rumput nya.
Mutia mengawasi kerja dari para pekerjanya, lalu memberi arahan bagi pekerja-pekerja yang masih muda dan belum berpengalaman.
Setelah selesai mengawasi Mutia mengambil keranjang lalu memilih bayam dan pakcoy yang sudah siap panen, selanjutnya memetik timun dan buah tomat yang sudah masak dia letakkan di keranjang, akan dia masak untuk makan siang.
Di tepi Jalan nampak Haris berada di dalam mobil memperhatikan semua aktivitas Mutia, Wanita itu semakin matang dan serba bisa, semakin hari tampak semakin mapan dalam menggeluti usahanya. Haris tidak menyangka tanpanya Mutia bisa bertahan dan tidak merengek ataupun ketakutan.
Mutia nampak beranjak dari posisinya lalu Haris pun keluar dari mobilnya dan menyapa Mutia." Terimakasih untuk semuanya Bun,... Aku pamit pulang..."Kata Haris yang di jawab dengan anggukan kepala sambil tersenyum tipis padanya. Cukup seperti itu saja Haris sudah merasa lebih di hargai dari pada sebelumnya. Sementara Mutia sangat bersyukur karena Haris akhirnya pergi, kedepan pintunya tidak akan dia buka lagi untuk sembarang orang.
*****
memang benar kita akan merasakan sakitnya dan kehilangan ketika semua sdh pergi.
senang bacanya, sllu penasaran di setiap episode, banyak pembelajaran yg diambil,,,,Mksih yaa thor...🙏🥰
senang bacanya, sllu penasaran di setiap episode, banyak pembelajaran yg diambil,,,,Mksih yaa thor...🙏🥰