TAMAT SINGKAT 28 SEPTEMBER 2023
Nyata pahit yang Vanessa pernah alami adalah, tak diakui oleh ibu yang telah melahirkan dirinya.
Terlebih, kala Vanessa baru mengetahuinya; tahu bahwa sang ayah yang sangat dia cinta telah lama disakiti ibu cantiknya.
Kekesalan, dendam, amarah, rasa ingin membuktikan membuat gadis 17 tahun itu bertekad untuk merebut kekasih ibunya. "Hello, Calon Papa Tiri...."
"Oh Shitttttt! Aku tidak berniat menikahi mu, gadis kecil!" Rega Putra Rain.
Polow IG kooh... [ Pasha_Ayu14 ] karena di sana terdapat mini clip untuk beberapa nopel kooh...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pasha Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
HOP DELAPAN
Rega dan laptopnya tak menyatu, meski mata terpaku pada gawai itu tapi pikiran Rega asyik melenggang kepada ucapan-ucapan Vanessa di pesawat kemarin.
"Anes akan terus mempermalukan, Om. Sampai Om putus sama Mama. Sampai Om pergi dari hidup Mama. Anes nggak mau punya Papa tiri seperti mu, Om."
"Papa tiri?" Jujur saja, Rega cukup kepikiran sedari kemarin. Papa tiri? Kenapa Vanessa berkata demikian padanya?
Mudah saja sebenarnya, untuk tahu lebih banyak, Rega bisa meretas ponsel milik Hilda.
Namun, dia begitu mengalami dilema, yah, antara ingin tahu tapi tidak ingin dianggap tak percaya pada kekasihnya. Bisa dipastikan Hilda akan sangat marah jika sampai disadap ponselnya.
Rega ingin membuka file milik SMA Millers corpora. Di sana pasti ada nama ibu biologis Vanessa, tapi lagi-lagi dia urungkan niatnya demi kebaikan hubungannya dengan Hilda.
Rega berdecak. "Sudah jelas anak itu tukang tipu. Kenapa aku harus memikirkan ucapan bohongnya?" Ia menggerutu sendiri sembari menutup laptop canggihnya.
•••••••••••••
^^^•••••••••••••^^^
Di negara yang berbeda. Hilda cemas, sedari setengah jam yang lalu, kakinya terus berjalan mondar mandir di balkon kamarnya.
Sore tadi, Rega bertanya serius, soal kenapa Vanessa menyebut dirinya Mama. Kebetulan Rega satu pesawat dengan anak itu kemarin.
Hal yang ditakutkan Hilda pun terjadi. Vanessa pada akhirnya mencoba memberi tahu calon suaminya. "Tidak boleh. Rega tidak boleh tahu tentang Vanessa!"
Sekarang dia terdesak. Jika meminta bantuan pada kakaknya pun, dia hanya akan terkena masalah baru sebab kakaknya tidak mungkin setuju membantunya berbohong pada Rega.
Dalam wajah cemas dan gigitan kukunya. Hilda memindai perempuan yang baru saja tiba di kamarnya untuk memunguti pakaian di keranjang baju kotornya.
Nimas Fathia, mungkin gadis 25 tahun itu bisa dia manfaatkan. Yah, benar, Hilda tersenyum licik, kenapa baru terpikirkan oleh otaknya, Nimas Fathia pasti bisa dia mintai pertolongan.
"Nimas," panggilnya. Dan perempuan itu berhenti langkah untuk memandang ke arahnya. "Iya Nyonya."
"Boleh aku minta tolong?" tanya Hilda yang membuat gadis asli Bogor itu mengerut dahi.
•••••••••••••
^^^•••••••••••••^^^
Minggu yang cerah, pukul delapan pagi Vanessa tampak berputar putar di depan cermin besar berbentuk oval, memastikan penampilannya sudah cukup sempurna.
Hari ini Vanessa bahagia. Impiannya akan segera terlaksana, karena dua hari yang lalu Hilda sang ibunda mengajaknya bertemu.
Bukan hanya itu, Hilda juga menyuruh Vanessa untuk mengajak ayahnya juga. Yang berarti, mereka akan melakukan kencan.
Sudah merasa cukup sempurna. Vanessa bergegas keluar kamar dan tergesa-gesa mendatangi mobil ayahnya. Arjuna sudah siap dengan pakaian kasualnya.
Tiba di mobil, Vanessa berdecak pada ayahnya. "Papa kok rambutnya acak-acakan sih! Sini, Anes benerin!"
Arjuna terkekeh, semenjak putrinya mengerti fashion sendiri. Dirinya juga ikut didandani dengan style ala Om Om masa kini.
Pakaian, aksesoris, tunggangan, semua yang menyangkut tentang penampilan, diatur oleh Vanessa Disaga putri kesayangannya.
"Nah kan ganteng." Vanessa menyengir memperhatikan penampilan ayahnya.
Setelah cukup sempurna, Arjuna segera melajukan tunggangan beroda empat miliknya, membelah jalanan padat kendaraan di jam delapan ini.
Setelah kemarin Hilda menyerapah lewat pesan teks. Sejatinya Arjuna sendiri masih tak mengerti, apa tujuan Hilda bertemu dengannya.
Tak seperti Vanessa yang selalu berpikir positif pada ibunya. Arjuna tak bisa untuk tidak curiga pada mantan istrinya.
"Mama mau ketemu Papa, jadi apa yang Papa mau kasih ke Mama?" tanya Vanessa. Gadis itu menatap bahagia tawa kecil sang ayah.
"Memang harus kasih sesuatu?"
Vanessa tergelak. "Ya.... Enggak juga sih. Kan Mama nggak matre.... Tapi, Papa seneng kan mau ketemu Mama Hilda?"
"Tentu saja." Arjuna akan selalu senang jika itu bisa membuat putrinya senang.
•••••••••••••
^^^•••••••••••••^^^
Hilda sudah siap di restoran out door, di kursi kayu ia duduk bersama Nimas. Wajah yang cantik kini dihiasi senyum ketika kemudian ia melihat Vanessa turun dari mobil Porsche hitam.
"Mama!" Vanessa berlari padanya. Putrinya terlihat bahagia. Dan ini kali pertama mereka bertemu di Jakarta.
Hilda beralih pada sopir tampan yang baru saja turun dari mobil putrinya. Maniknya lantas menatap ke arah belakang mobil, menunggu ada satu pria lagi yang keluar.
Namun, tak ada lagi yang tampak. Karena hanya pria tampan nan tinggi berkemeja hitam yang mendekati mejanya.
"Anes." Hilda beralih pada putrinya. "Papa kamu mana? Anes sama siapa?" tanyanya.
Vanessa tergelak gelak. "Mama becanda? Ya tentu aja sama Papa!"
"Hah?" Hilda terperangah, kembali Hilda menatap pria berkemeja hitam itu. Jika di lihat seksama tak mirip dengan Arjuna yang dia kenal dahulu.
Pria yang berjalan mendekatinya itu cukup modis, tampan, dan berwibawa. "Papa Juna kamu?" tanyanya memastikan.
Vanessa mengangguk. "Siapa lagi, Papa Anes cuma satu, Papa Arjuna."
Sontak Hilda menjatuhkan kembali rahangnya. Tujuh belas tahun berlalu, dia tak menyangka mantan suaminya yang culun akan bertransformasi menjadi pria tampan nan trendy.
"Ekm..." Anes menyenggol siku ibunya yang lalu tersadar dari keterpakuanya. "Mama kangen Papa ya?" bisiknya.
Hilda menunduk, lalu mendongak kembali untuk bertatapan dengan Arjuna. "A-apa kabar Juna," sapanya.
"Baik..." Raut muka Arjuna begitu datar meski wajah cantik Hilda berada di hadapannya saat ini. Mungkin kebodohannya sudah mengikis seiring hinaan yang didapatkannya.
"Bisa kita bicara empat mata?" pinta Hilda.
Arjuna mengangguk. "Tentu saja." Mereka menyuruh Nimas untuk menepi bersama Vanessa sebelum kemudian duduk besitatap.
"Apa rencana mu?" Arjuna tak mau basa-basi, karena Arjuna yakin Hilda menemui dirinya untuk rencananya.
Hilda tampak terdiam. Wanita itu masih sering terpaku pada pesona mantan suami culunnya.
"Aku tidak punya banyak waktu," kata Arjuna.
"Mmmh ... Aku mau minta bantuan mu. Aku minta maaf sebelumnya. Kemarin aku bicara yang tidak-tidak padamu," ucap Hilda.
"Jadi?" tukas Arjuna.
Hilda membetulkan posisi duduk, lalu menyentuh pergelangan tangan Arjuna yang terdiam di tempatnya. Ini pertama kalinya Hilda menyentuh kulit lelaki itu dalam kondisi yang waras.
"Aku mau kamu setuju untuk mengubah nama ibu biologis Anes, dari Hilda menjadi Nimas."
"Apa?" Arjuna terperangah shock.