Setelah bercerai, lalu mengundurkan diri sebagai seorang Ajudan pribadi. Akhirnya pria yang akrab disapa 'Jo' itu kembali menerima sebuah tawaran pekerjaan dari Denis yang tak lain adalah temannya saat sejak masih SMA.
Dia yang biasanya mengawal wanita-wanita paruh baya, seorang istri dari beberapa petinggi. Kini dia di hadapkan dengan seorang gadis keras kepala berusia 20 tahun, Jasmine Kiana Danuarta. Sosok anak pembangkang, dengan segala tingkah laku yang membuat kedua orang tuanya angkat tangan. Hampir setiap Minggu terkena razia, entah itu berkendara ugal-ugalan, membawa mobil di bawah pengaruh alkohol, ataupun melakukan balapan liar. Namun itu tak membuatnya jera.
Perlahan sifat Kiana berubah, saat Jo mendidiknya dengan begitu keras, membuat sang Ayah Danuarta meminta sang Bodyguard pribadi untuk menikahi putrinya dengan penuh permohonan, selain merasa mempunyai hutang budi, Danu pun percaya bahwa pria itu mampu menjaga putri semata wayangnya dengan baik.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anggika15, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Licik.
Nyaring suara alarm berbunyi, terdengar hampir ke seluruh ruangan yang tampak gelap gulita. Ponselnya terus menyala, bergetar sampai membuat Jovian yang masih terlelap segera menarik kesadarannya secara penuh.
Tangan Jovian bergerak meraih benda pipih yang tergeletak di atas nakas, membawanya hingga mendekat, lalu menggeser salah satu tombol sampai ponsel itu benar-benar berhenti berbunyi.
"Hhhh!" Jovian menyapu wajahnya, kemudian bangkit saat dia mendapati jam di dalam ponselnya sudah menunjukan pukul lima pagi hari.
Pria itu menurunkan kedua kakinya, memakai sandal rumahan yang dipenuhi bulu-bulu lembut berwarna hitam, kemudian berjalan bertelanjang dada ke arah ujung, untuk membuka gorden tebal yang masih membentang menutupi kaca besar kamarnya.
Jovian berdiri disana cukup lama memperhatikan beberapa orang yang sudah memulai aktivitas, di lantai 7 dimana Unit apartemennya berada. Hal yang selalu Jovian lakukan, hanya untuk mengusir rasa jenuh yang selalu terasa bahkan hampir setiap hari.
Setelah itu pandangannya beralih, menatap lurus cakrawala luas yang mulai menguning saat cahaya matahari muncul dengan sangat malu-malu.
Dia bergegas mendekati lemari pakaian, menarik satu kaos polos rumahan, berjalan memasuki kamar mandi, dan kembali setelah dia membasuh dan menggosok giginya.
Klek!
Pria itu keluar dengan menenteng sebuah jaket parasut khusus untuk olahraga, dengan sepatu lari yang melekat di kedua telapak kakinya.
"Selamat pagi, Pak?" Seorang petugas kebersihan menyapa.
Sementara Jovian hanya mengangguk, dengan seulas senyum tipis yang dia perlihatkan. Jovian segera beranjak pergi, untuk memulai olahraga paginya yang hampir tidak pernah dia lewatkan sama sekali, sebelum memulai aktivitas lain.
***
Pintu salah satu ruangan di lantai dua tiba-tiba terbuka. Kemudian munculah seorang gadis cantik, dengan keadaan sudah siap. Kaos putih yang terlihat begitu ketat membalut tubuh rampingnya, dipadukan dengan rok jeans diatas lutut, tak lupa kaos di atas tumit, juga sepatu Converse Run Star Hike hitam/putih.
Dia berjalan menuruni setiap anak tangga dengan sangat perlahan, menuju meja makan dimana ayah dan ibunya sudah berada duduk disana dengan beberapa jenis roti tawar, juga selai sebagai pelengkap.
Herlin tersenyum, begitupun Danu. Mereka sedikit terpukau dengan penampilan anak gadisnya hari ini. Pakaian yang modis, kulit putih mulus tanpa cacat sedikitpun, dan jangan lupakan rambut pendek hitam mengkilap yang terlihat rapi, dihiasi sebuah jepitan kecil berbentuk mutiara.
"Cantik sekali!" Danu memuji putrinya.
Yang seketika membuat Kiana tertunduk tersenyum malu.
Herlin segera berdiri, membawa beberapa slice roti tawar, mengoleskan selai blueberry, lalu menempatkannya di atas piring dan memberikan kepada Kiana.
"Terimakasih, Mama." Kiana tersenyum.
"Papa mau roti juga? Atau kopi saja?" Dia menatap suaminya.
Danu menjawab dengan gelengan kepala, lagi-lagi bibirnya mengulas senyum tipis, memperhatikan Kiana yang mulai melahap roti isi selai blueberry kesukaannya.
"Papa tidak ikut makan?" Gadis itu bertanya dengan raut wajah yang terlihat begitu manis.
"Papa kopi hitam saja, sudah cukup."
Satu tangan Danu bergerak, lalu mengusap rambut Kiana dengan sangat lembut.
Berbeda dengan Danu yang tampak asik memperhatikan putrinya. Herlin justru ikut menikmati sarapan roti lapis, dengan selai kacang yang dia jadikan isiannya.
"Wajahmu berbinar sekali."
Kiana menoleh ke arah Danu, yang sedari tadi terus tersenyum. Pria paruh baya itu benar-benar terlihat berbahagia, setelah hubungannya dengan Kiana sedikit merenggang, akhirnya gadis itu kembali mendekatkan diri seperti biasanya.
Ya, putri manjanya yang sempat tak manja lagi hanya karena sebuah konflik keluarga yang tidak terlalu besar.
"Papa juga senyum-senyum terus!" Kiana membalikan kata-kata ayahnya.
"Papa bahagia melihat kamu seperti ini. Wajahnya ceria, tidak cemberut seperti kemarin-kemarin." Jelas Danu.
Herlin memperhatikan interaksi anak juga suaminya.
"Hemmm, … aku rasa apa yang Mama katakan ada benarnya. Papa begitu karena sayang sama aku kan? Ya sekarang aku nurut sajalah." Kiana berujar.
Danus kembali tersenyum.
"Sebenarnya sedikit berat. Aku sudah tidak boleh jajan, tidak boleh belanja, tidak boleh main sama temen-temen, … tapi aku coba!"
Jelas Kiana kepada ayahnya, membuat perasaan Danu sedikit terenyuh.
"Hhhh!" Danu menghela nafasnya kencang. "Memangnya siapa yang bilang tidak boleh? Papa hanya menarik fasilitas, dan meminta Jo untuk menjagamu juga mengatur semuanya, jika mau main ya silahkan, asalkan ada Jovian yang akan mengawal mu." Jelas Danu yang seketika membuat Kiana menghentikan aktivitas sarapan paginya.
Dia menoleh, menatap wajah ayahnya lekat-lekat.
"Benarkah? Aku masih boleh jalan-jalan? Shoping sama teman-teman?" Kiana terlihat sangat antusias.
Danu mengangguk.
Ekspresi wajah Kiana semakin berbinar.
"Aaa, … aku sayang Papa!" Dia bengkit lalu memeluk bergelayut manja di lengan Danu, ayahnya.
"Apa Mama mu sudah memberitahu sesuatu?" Dia menatap wajah putrinya dengan jarak yang begitu dekat.
Sesosok bayi mungil yang kini sudah benar-benar beranjak dewasa. Lukisan alis yang begitu indah, mata bulat dengan bulu mata yang tidak terlalu lentik, bibir mungil berbalut lipstik dengan warna nude dan jangan lupakan hidung mancung miliknya.
Kiana benar-benar menjadi gadis yang begitu cantik. Ya, Danu bahagia karena dia memiliki bagian darinya versi gadis yang begitu cantik.
"Papah!?" Kiana memanggil-manggil.
Namun pria itu sepertinya tak berhenti mengagumi kecantikan putrinya sendiri.
"Lihat! Papa mu baru saja menyadari jika dia memiliki putri yang sangat cantik." Herlin terkekeh, dia paham isi kepala suaminya.
Dan itu mampu membuat kesadaran Danu tertarik sepenuhnya.
"Papa hanya takut, setelah ini akan banyak pria yang ingin mengencanimu."
"Benarkah? Tapi aku belum kepikiran ke arah sana." Kiana tertawa.
"Hmmm, … kembali pada pertanyaan awal. Apa Mama sudah memberitahukan sesuatu?"
"Apa?"
"ATM akan Papa kembalikan. Tapi ingat! Ikut sertakan Jo bersamamu, maka izin dari Papa akan selalu kamu kantongi."
Kiana segera mengangguk, pertanda dia setuju. Tidak ada perlawanan, atau sedikit penolakan, kini Kiana hanya perlu menuruti semua keinginan ayahnya, makan dengan itu hidup dia akan kembali mudah seperti semula.
"Thank you, Papa! I love you to the moon and back."
Cup!
Dia mencium pipi ayahnya, lalu beralih mendekati Herlin, dan melakukan hal yang sama.
"Mama juga mencintaimu. Tidak usah ucapkan kata-kata itu, atau Mama akan pingsan karenanya." Herlin terkekeh pelan saat Kiana bertubi-tubi mengecup seluruh wajahnya dengan kecupan basah.
Kemudian sebuah mobil tampak memasuki gerbang rumahnya, lalu berhenti di tempat biasa, terparkir dengan mobil-mobil para pekerja lain.
"Om Jo sepertinya sudah tiba, … aku berangkat dulu! Papayo Mama, … papayo Papa … love you."
Terlebih dulu dia meneguk susuk hangatnya hingga habis setengah, lalu berlari ke arah luar.
Gadis itu mendekati mobil BMW 53oi putih miliknya, seraya menatap pria yang baru saja turun dari dalam mobil dengan begitu gagah.
Tatapannya begitu tajam, berjalan pelan dengan tubuh tegap, bahkan Jovian memasukkan kedua tangannya kedalam saku celana.
Kiana menadahkan tangan, membuat pria yang sedang berjalan mendekatinya mengerutkan kening.
"Mana ATM ku!" Pinta Kiana sembari menaikan satu alisnya.
"Akan saya berikan jika sampai kampus nanti." Jovian berujar.
Kiana memutar kedua bola mata, lalu mencebikan sudut bibir.
"Curang!" Kiana berucap ketus.
"Kau yang curang. Apa yang kamu rencanakan? Aku sangat mencurigai mu, Nona Kiana! Tingkah semalam yang selalu memperhatikan saya … dan apa ini? Kau berpenampilan tidak layak!" Ujar Jovian, kemudian mengeluarkan kunci mobil dan menekan tombol remote yang tergantung di sana.
"Cih, tidak layak kan menurut Om. Lagian target aku bukan bapak-bapak seperti Om, tapi oppa-oppa Korea. Seperti Min Yoongi misalnya!"
Kiana segera meraih handle pintu mobil, membuka nya dengan sekali tarikan, dan masuk meninggalkan Jovian yang mematung, dengan mata terbelalak.
"Bapak-bapak? Apa dia berbicara jika aku ini tua? Selain licik ternyata gadis itu buta juga!" Jovian mengumpat, dia kesal bukan main.
Baru kali ini ada yang meledeknya seperti apa yang Kiana lakukan.
Dan dengan segera Jovian menyusul masuk, menyalakan mesin mobil, dan melajukan kendaraan roda empat milik putri atasannya itu dengan kecepatan sedang, berjalan melewati gerbang rumah besar yang dijaga beberapa security disana.