Celia Carlisha Rory, seorang model sukses yang lelah dengan gemerlap dunia mode, memutuskan untuk mencari ketenangan di Bali. Di sana, ia bertemu dengan Adhitama Elvan Syahreza, seorang DJ dengan sikap dingin dan misterius yang baru saja pindah ke Bali. Pertemuan mereka di bandara menjadi awal dari serangkaian kebetulan yang terus mempertemukan mereka.
Celia yang ceria dan penuh rasa ingin tahu, berusaha mendekati Elvan yang cenderung pendiam dan tertutup. Di sisi lain, Elvan, yang tampaknya tidak terpengaruh oleh pesona Celia, justru merasa tertarik pada kesederhanaan dan kehangatan gadis itu.
Dengan latar keindahan alam Bali, cerita ini menggambarkan perjalanan dua hati yang berbeda menemukan titik temu di tengah ketenangan pulau dewata. Di balik perbedaan mereka, tumbuh benih-benih perasaan yang perlahan mengubah hidup keduanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yanahn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mengambil Hati Calon Ipar
Keesokan harinya, suasana di vila mulai sedikit lebih tenang. Caleb bangun lebih awal dan berjalan-jalan di tepi pantai. Sedangkan Celia masih tertidur, sementara Elvan sibuk menyiapkan sarapan di dapur.
Saat matahari mulai meninggi, Caleb kembali ke vila. Ia menemukan Elvan sedang menggoreng telur mata sapi dengan hati-hati. Caleb mendekat dan mengamati dari belakang.
“Kau bisa masak?” Caleb bertanya, memecah keheningan.
Elvan menoleh sambil memutar bola matanya. “Menurutmu?” jawabnya santai, sambil meletakkan piring berisi telur mata sapi di meja. “Masak itu gampang. Aku memang bukan chef, tapi setidaknya masakanku layak dimakan.”
Caleb terkekeh pelan, lalu menarik kursi dan duduk di meja makan. “Aku heran, seorang DJ seperti kamu, yang sering terlihat di klub malam, ternyata bisa berkutat di dapur.”
Elvan menyeringai sambil menambahkan roti panggang ke piring Caleb. “Jangan menilai buku dari sampulnya. Hidupku bukan cuma soal musik dan lampu sorot. Lagipula, aku akan melakukan apa pun untuk orang yang kusayangi.”
Caleb tertawa kecil, tapi ada nada serius dalam suaranya. “Orang yang kau sayangi? Maksudmu Celia?”
Elvan terdiam sejenak, lalu menatap Caleb, “Ya. Aku serius dengan Celia. Kalau kamu mau menentang, lebih baik kita bicarakan sekarang.”
Caleb menghela napas pelan, melipat tangannya di atas meja. “Aku tidak punya masalah denganmu, dan aku juga tidak akan menentang. Bagaimanapun, Celia adalah adikku. Aku hanya ingin memastikan dia bahagia.”
“Sama,” jawab Elvan, suaranya lebih lembut.
Sebelum Caleb sempat menjawab, langkah kaki terdengar. Celia muncul dengan wajah masih sedikit mengantuk, rambutnya tergerai bebas.
“Kalian sarapan tanpa menungguku?” tanyanya sambil menguap kecil.
Elvan menggeleng dan tersenyum lebar. “Aku baru menyiapkannya, Sayang. Duduklah. Aku akan buatkan kopi untukmu.”
Celia menatap Elvan dan Caleb secara bergantian, merasa aneh dengan keakraban di antara Caleb dan Elvan. “Kalian ngobrol apa tadi? Sepertinya serius sekali.”
Caleb tersenyum tipis, “Oh, cuma soal masak-memasak. Aku baru tahu Elvan bisa masak. Van, aku juga mau kopi, tapi jangan terlalu manis.”
“Bikin sendiri, aku hanya membuatkan kopi untuk Celia,” jawab Elvan sambil memasukkan sesendok gula ke dalam cangkir.
Caleb mendengus sambil menatap Elvan. “Pelit banget, sih,” keluhnya sambil menoleh ke arah Celia. “Aku kan nggak pernah bikin kopi. Katanya mau ambil hati calon ipar, tapi tidak memperlakukannya dengan baik.”
Elvan terkekeh sambil menyerahkan cangkir kopi untuk Celia. “Mengambil hati calon ipar itu penting, tapi kopi Celia lebih penting. Lagipula, kamu harus belajar mandiri. Di sini nggak ada pelayan yang bisa kamu perintah.”
Celia yang duduk di meja hanya bisa menggelengkan kepala sambil tertawa kecil. “Sudah-sudah, biar aku yang buatkan," ujarnya sambil beranjak dari tempat duduk.
Caleb tersenyum puas, sementara Elvan mencebik.
“Jadi,” Caleb memulai percakapan sambil mengunyah roti panggangnya, “apa rencana kalian hari ini? Jangan bilang kalian hanya akan menghabiskan waktu di vila seharian.”
Celia tersenyum, melirik Elvan, seolah mencari jawaban.
“Aku harus pergi ke studio. Ada pekerjaan yang harus kuselesaikan,” jawab Elvan sambil menatap Celia dengan lembut.
“Lalu, bagaimana denganmu, Celia?” Caleb bertanya, sambil menyesap kopinya.
Celia berpikir sejenak. “Aku mau pergi ke rumah Nenek Kinan. Sudah lama tidak ke sana. Nanti malam, kita makan malam di rumah Nenek Kinan saja, ya? Aku akan menyiapkan makanannya,” ujarnya, menatap Elvan penuh harap.
Elvan mengangguk sambil tersenyum. “Kedengarannya menyenangkan.”
“Kamu tidak mengajakku?” tanya Caleb, memasang ekspresi pura-pura kecewa.
Celia terkekeh. “Memangnya kamu tidak punya acara?”
Caleb terdiam sejenak, lalu mengangkat bahu. “Aku akan bertemu dengan Lucas. Tapi setelah itu, aku tidak ada kepentingan lain.”
“Kalau begitu, mampirlah ke rumah Nenek Kinan nanti malam,” Celia menawarkan sambil tersenyum.
“Boleh juga,” jawab Caleb singkat. Ia kemudian melanjutkan sarapannya, sementara Celia dan Elvan saling bertukar pandang.
