Shi Hao, seorang pemuda biasa di dunia modern yang mati tanpa meninggalkan jejak, terlahir kembali sebagai bayi dari keluarga bangsawan kelas satu di dunia kultivasi. Kelahirannya mengguncang langit naga dan phoenix muncul, menandai takdir besar yang bahkan para dewa tak inginkan.
Dari seorang anak licik, lucu, dan cerdas, Shi Hao tumbuh dalam dunia penuh sekte, klan kuno, monster, dan pengkhianatan. Setiap langkahnya membawa kekacauan: ia mencuri pil, menghancurkan jenius lain, menertawakan musuh, dan mengalahkan ancaman yang jauh lebih kuat dari dirinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sang_Imajinasi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 8
Waktu adalah hal yang paling tak kenal ampun di dunia. Ia menggerus gunung menjadi debu dan mengubah lautan menjadi daratan.
Lima tahun berlalu sejak Upacara Pembangkitan Roh.
Kota Awan Putih kini tampak sedikit berbeda. Klan Zhu semakin makmur, tetapi tekanan dari luar juga semakin kuat. Klan Zhou, saingan abadi Klan Zhu di kota ini, telah menjalin hubungan dengan sekte besar dan mulai bertindak agresif mencaplok wilayah bisnis.
Di halaman belakang kediaman Klan Zhu, seorang pemuda berusia sepuluh tahun sedang duduk di atas dahan pohon persik.
Ia mengenakan jubah hitam sederhana dengan ikat pinggang merah. Rambut hitamnya yang panjang diikat tinggi, memperlihatkan wajah yang tampan namun memiliki garis ketegasan yang melampaui usianya.
Itu adalah Shi Hao.
Di mata orang luar, Shi Hao adalah jenius yang "sedikit mengecewakan". Mengapa? Karena dalam lima tahun ini, kultivasinya yang terlihat di permukaan hanya mencapai Qi Condensation Tahap 5.
Bagi anak sepuluh tahun, itu sebenarnya luar biasa. Tapi bagi seseorang yang menghancurkan Pilar Pengukur Roh, banyak yang berharap dia sudah mencapai Tahap 8 atau 9.
"Hah... menahan diri itu melelahkan," gumam Shi Hao sambil menggigit buah persik yang manis.
Ia melirik ke dalam tubuhnya. Di sana, di lautan Dantian nya, tidak ada kabut Qi tipis seperti kultivator Tahap 5. Melainkan sebuah pusaran emas cair yang padat dan menderu seperti lautan badai.
Kenyataannya Shi Hao sudah mencapai Qi Condensation Tahap 12 (Puncak Sempurna).
Di dunia ini, orang awam tahu batas Qi Condensation adalah Tahap 9. Tapi Shi Hao tahu, fondasi dewa membutuhkan Tahap 10, 11, dan 12 untuk mencapai kesempurnaan sebelum membangun fondasi (Foundation Establishment).
"Tuan Muda! Tuan Muda!"
Seorang pelayan pria berlari terengah-engah ke bawah pohon. "Gawat! Patriark sedang marah besar di Aula Utama! Tuan Muda Yan dibawa pulang dalam keadaan terluka parah!"
Mata Shi Hao yang semula santai tiba-tiba menajam. Zhu Yan adalah sepupunya, anak Tetua Kedua yang dulu pamer bakat api. Walaupun ayahnya menyebalkan, Zhu Yan adalah anak yang cukup baik dan sering membuntuti Shi Hao.
Srrrt!
Shi Hao melompat turun dari dahan setinggi lima meter, mendarat tanpa suara seperti kapas.
"Siapa yang melakukannya?" tanya Shi Hao dingin.
"Klan Zhou... Mereka... mereka menyergap rombongan Tuan Muda Yan di Tambang Batu Roh Lembah Angin," jawab pelayan itu gemetar.
Aula Utama Klan Zhu.
Suasana mencekam. Zhu Hao duduk di kursi kebesarannya, aura membunuhnya membuat udara di ruangan itu terasa berat. Di lantai, Zhu Yan terbaring dengan wajah pucat. Dadanya diperban, tapi darah masih merembes keluar. Ada jejak hangus hitam di lukanya Teknik Telapak Racun Api milik Klan Zhou.
"Zhou Ba (Patriark Zhou) sudah keterlaluan!" geram Tetua Kedua sambil menangis memegang tangan anaknya. "Dia berani melukai putraku karena sengketa tambang?!"
"Kita harus membalas! Kerahkan pasukan elit!" teriak Tetua Ketiga.
"Tunggu," suara Zhu Hao memotong. "Jika kita menyerang habis-habisan sekarang, Kota Awan Putih akan hancur dan pihak ketiga akan mengambil keuntungan. Zhou Ba sengaja memprovokasi kita."
"Jadi kita diam saja?!"
"Tidak," sebuah suara muda dan tenang terdengar dari pintu masuk.
Semua orang menoleh. Shi Hao berjalan masuk dengan langkah tegap. Ia tidak menatap para tetua, melainkan langsung berjongkok di samping Zhu Yan.
Ia memeriksa denyut nadi sepupunya. 'Racun Api Kalajengking. Ganas, tapi tidak mematikan jika ditangani cepat. Tujuannya untuk menyiksa dan merusak fondasi kultivasi Yan.'
Tanpa bicara, Shi Hao menempelkan telapak tangannya ke dada Zhu Yan.
"Hao'er, apa yang kau—" Tetua Kedua hendak melarang.
"Diam," desis Shi Hao.
Aura di mata Shi Hao membuat Tetua Kedua terbungkam seketika. Itu bukan tatapan anak sepuluh tahun, itu tatapan predator puncak.
Energi emas yang hangat mengalir dari tangan Shi Hao, masuk ke tubuh Zhu Yan, mengepung racun api itu dan memakannya habis dalam hitungan detik.
"Uhuk!" Zhu Yan memuntahkan darah hitam, lalu napasnya menjadi teratur. Warna kulitnya kembali normal.
"Dia sudah aman," Shi Hao berdiri, membersihkan tangannya.
Tetua Kedua ternganga. Tabib terbaik kota saja bilang butuh tiga bulan untuk memulihkan ini, tapi Shi Hao menyelesaikannya dalam satu napas?
Zhu Hao menatap putranya dengan bangga bercampur khawatir. "Hao'er, kau..."
"Ayah," potong Shi Hao. "Klan Zhou menargetkan generasi muda untuk memancing perang. Jika kita mengirim pasukan tua, kita kalah dalam permainan opini publik. Biar generasi muda yang menyelesaikan masalah generasi muda."
"Maksudmu?"
"Besok adalah hari negosiasi kepemilikan tambang, kan? Aku akan pergi."
"Kau?!" Tetua Ketiga meremehkan. "Kau baru Tahap 5! Putra Klan Zhou, Zhou Ming, sudah kembali dari sekte luarnya dan dia berada di Tahap 8!"
Shi Hao tersenyum tipis. Senyuman yang membuat bulu kuduk orang yang melihatnya berdiri.
"Tahap 8 ya? Kebetulan sekali. Tanganku sedang gatal ingin memukul seseorang yang merasa dirinya jenius."
Keesokan harinya, Lembah Angin.
Tambang Batu Roh adalah sumber penghasilan utama klan. Di depan pintu masuk tambang, dua kubu berhadapan.
Kubu Klan Zhou dipimpin oleh Patriark Zhou Ba, pria gemuk dengan wajah licik. Di sampingnya berdiri seorang remaja berusia 13 tahun dengan wajah angkuh Zhou Ming.
"Zhu Hao!" teriak Zhou Ba. "Sudah kubilang, serahkan 70% hasil tambang ini, atau putra-putramu akan terus 'kecelakaan' seperti kemarin!"
Zhu Hao mendengus. "Bermimpi saja kau, Babi Tua."
Zhou Ming maju selangkah, memainkan pedang di tangannya. "Paman Zhu, jangan keras kepala. Kudengar Zhu Yan sekarat? Sayang sekali. Padahal aku hanya menyentuhnya sedikit."
"Kurang ajar!" Para prajurit Klan Zhu emosi.
"Bagaimana kalau kita taruhan?" kata Zhou Ming lantang. "Satu lawan satu. Generasi muda. Jika aku menang, Klan Zhu harus menyerahkan tambang ini sepenuhnya. Jika aku kalah... Klan Zhou akan mundur selama sepuluh tahun."
Itu jebakan. Semua orang tahu Zhou Ming adalah yang terkuat di generasi muda kota ini.
"Siapa yang berani melawanku? Hah?" tantang Zhou Ming.
Hening di kubu Klan Zhu. Murid-murid lain menunduk ketakutan.
"Aku," sebuah suara datar terdengar.
Shi Hao melangkah maju keluar dari barisan. Ia tidak membawa senjata. Tangannya tenang di balik punggung.
Zhou Ming melihatnya dan tertawa terbahak-bahak. "Kau? Si jenius yang macet di Tahap 5? Shi Hao, kau mau menyusul sepupumu ke ranjang kematian?"
Shi Hao tidak menjawab. Ia hanya mengangkat satu jari telunjuk, lalu menggerakkannya Maju sini.
Wajah Zhou Ming memerah karena diremehkan. "Bocah sialan! Mati kau!"
Bum! Zhou Ming menerjang. Pedangnya dilapisi Qi berwarna kuning (Elemen Tanah), berat dan tajam. "Tebasan Pembelah Bukit!"
Serangan itu sangat kuat untuk ukuran junior. Angin menderu.
Zhu Hao bersiap melompat untuk menyelamatkan anaknya, tapi ia menahan diri saat melihat ekspresi Shi Hao.
Shi Hao tidak bergerak. Ia menunggu sampai pedang itu berjarak satu jengkal dari hidungnya.
Lalu, dengan kecepatan yang tak bisa dilihat mata telanjang, ia menampar pedang itu. Bukan menangkis, menampar bagian samping bilah pedang dengan punggung tangannya.
TING!
Suara logam beradu nyaring. Pedang besi berkualitas tinggi milik Zhou Ming bergetar hebat hingga retak, lalu terlepas dari genggamannya dan terlempar jauh.
"Apa?!" Zhou Ming terbelalak. Tangannya mati rasa.
Belum sempat ia sadar, telapak tangan Shi Hao sudah mendarat di pipinya.
PLAK!
Suara tamparan itu bergema di seluruh lembah, lebih keras dari suara pedang tadi.
Tubuh Zhou Ming berputar di udara seperti gasing, lalu jatuh tersungkur ke tanah dengan wajah mencium lumpur. Giginya rontok tiga biji.
Hening. Lagi-lagi hening.
Shi Hao berdiri di tempat Zhou Ming tadi berdiri, membersihkan tangannya seolah baru saja menampar lalat kotor.
"Tahap 8?" Shi Hao menatap Zhou Ming yang mengerang kesakitan di tanah. "Lemah. Bahkan babi di kandangku punya kuda-kuda yang lebih kokoh."
Ia kemudian menatap Patriark Zhou Ba yang wajahnya pucat pasi.
"Bawa sampah ini pulang. Dan ingat janjimu. Sepuluh tahun jangan menampakkan batang hidung kalian di depan Klan Zhu. Atau..."
Shi Hao menghentakkan kakinya pelan ke tanah.
KRAK... BOOM!
Tanah di sekitar tempat Zhou Ming berbaring retak, membentuk kawah kecil berdiameter dua meter.
"...Atau aku akan meratakan kediaman kalian sampai ke fondasinya."
Aura yang keluar dari tubuh Shi Hao sesaat terasa sangat mengerikan, seolah seekor naga purba sedang mengintip dari balik kulit bocah sepuluh tahun itu.