NovelToon NovelToon
Kolor Sakti

Kolor Sakti

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / Spiritual / Balas Dendam / Dikelilingi wanita cantik / Mengubah Takdir / Anak Lelaki/Pria Miskin
Popularitas:4.9k
Nilai: 5
Nama Author: aiza041221

Seorang pria yang mendapat warisan leluhur setelah diceraikan oleh istrinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aiza041221, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

8

Setelah Jaenab beristirahat di tempat yang nyaman, Suparman segera mencari kayu bakar kering untuk menyalakan api. Dengan parang yang dibawanya, tak butuh waktu lama bagi Suparman untuk mengumpulkan cukup kayu. Setelah itu, ia segera menyiapkan api untuk memanggang kelinci.

Suparman kemudian beranjak ke sungai kecil yang tak jauh dari lokasi mereka untuk membersihkan kelinci, tak butuh waktu lama bagi Suparman untuk membersihkan kelinci yang telah dia potong.

Setelah membersihkan kelinci, ia kembali ke tempat Jaenab yang masih tampak lemas. Tanpa membuang waktu, Suparman langsung memanggang kelinci yang telah dibersihkannya.

" Jaenab, bagaimana keadaanmu sekarang? Apakah sudah lebih baik?" tanya Suparman sambil memanggang kelinci.

" Sudah mendingan Man? Hanya saja bekas gigitan ular itu masih terasa sedikit gatal, tetapi sepertinya tidak apa-apa." balas Jaenab dengan wajah memerah.

Masih teringat jelas diingatan Jaenab saat Suparman menghisap racun di tubuhnya, entah mengapa dia merasakan sensasi luar biasa saat Suparman menghisap bekas luka gigitan ular untuk mengeluarkan racun di tubuhnya.

" Itu normal Jaenab, bukankah kamu juga sering merasakan gatal jika Hasan yang melakukannya, apalagi ini gigitan ular pasti ada efek gatalnya, Sebenarnya dimana kamu digigit ular berbisa itu?" tanya Suparman penasaran.

Suparman teringat nasihat kakeknya saat dia masih kecil. Kakeknya pernah mengatakan bahwa obat herbal langka biasanya dijaga oleh binatang buas dan berbisa.

Suparman berpikir mungkin ada herbal langka di sekitar tempat Jaenab digigit ular, karena dia yakin ular tersebut tidak akan menyerang Jaenab tanpa alasan.

" Di bawah pohon besar itu, Man? Aku tadi ingin buang air kecil di situ, tapi begitu selesai, tiba-tiba seekor ular sebesar lengan muncul entah dari mana dan langsung menggigit pinggir sawahku. Untung aku bisa lari sampai ke sini, tapi anehnya ular itu tidak mengejarku ke sini," ujar Jaenab sambil menunjuk ke arah sebuah pohon besar yang tidak jauh dari tempat mereka berada.

" Man, kamu jangan cerita ke siapapun tentang kejadian ini ya? Aku takut warga berpikiran buruk terhadapku, apalagi kamu tau sendiri kalau Hasan jarang dirumah." lanjut Jaenab dengan wajah serius.

" Kamu tenang saja Jaenab, aku akan menjaga rahasia ini dengan baik? Lagian mau ditaruh dimana mukaku jika ada warga yang tau aku sudah melihat sawahmu yang ditumbuhi rumput liar sangat lebat." balas Suparman sambil tersenyum penuh arti kepada Jaenab.

" Hufffftttt, jangan katakan itu lagi Man? Aku hanya belum sempat mencukur rumput liar yang ada di sawahku, karna memang sawahku sangat jarang diolah oleh Hasan, walaupun dia ada dirumah." ujar Jaenab sambil tersenyum masam.

Suparman hanya tersenyum mendengar perkataan dari Jaenab, dia yang tidak ingin terlalu banyak mengerti kehidupan orang lain lebih memilih fokus untuk memanggang kelinci.

Tak berselang lama, kelinci yang Suparman panggang pun sudah matang, tanpa membuang waktu Suparman langsung mencari daun pisang untuk tempat dia meletakkan kelinci panggang yang baru matang.

" Jaenab, kamu makan dulu biar tenagamu cepat pulih, aku akan memeriksa ular yang menyerangmu, apakah masih ada atau tidak." ujar Suparman setelah meletakan kelinci panggang di hadapan Jaenab.

" Kenapa kita tidak makan bersama saja Man? Aku juga tidak mungkin sanggup menghabiskan kelinci sebesar ini sendirian." balas Jaenab sambil mulai mengambil kelinci panggang dihadapannya.

" Sudah tidak apa-apa, aku nanti saja jika kamu tidak bisa menghabiskannya, sekarang aku akan mencari ular itu terlebih dahulu karna aku sangat penasaran dengan apa yang dia jaga." sahut Suparman sambil tersenyum manis.

Jaenab hanya bisa tersenyum melihat Suparman yang berjalan menuju pohon besar dengan parang ditangannya, Jaenab merasa sangat beruntung karena dirinya masuk ke hutan bersama Suparman, andai dia sendirian pasti dia kini sudah tidak ada lagi di dunia ini.

Sedangkan Suparman yang kini telah berada di bawah pohon besar dimana Jaenab tergigit ular, dengan parang ditangannya Suparman langsung memeriksa keadaan di bawah pohon besar itu.

Suparman langsung tersenyum lebar saat melihat seekor ular besar sedang menatapnya tajam di depan sebuah ginseng liar. Suparman yang tau kalau harga ginseng liar sangat mahal, tentu saja tidak mau melewatkan kesempatan untuk mendapatkan ginseng itu.

" Hei ular.. aku menginginkan ginseng liar yang kamu miliki, menyingkirlah atau aku tebas kepalamu..!" hardik Suparman sambil mengancan ular itu dengan parang di tangannya.

Suparman Langsung tersenyum lebar, saat melihat ular besar itu dengan perlahan meninggalkan sarangnya dan seolah mengijinkan dirinya untuk mengambil ginseng liar yang ular itu jaga.

Setelah memastikan ular itu pergi menjauh, dengan parang di tangannya Suparman langsung menggali ginseng liar itu dengan hati-hati.

' Hehehehe, aku sepertinya untung besar, aku sangat yakin kalau ginseng ini pasti berharga mahal, apalagi dengan bentuk seperti ini aku perkirakan usia ginseng ini sekitar lima puluh sampai seratus tahun.' gumam Suparman sambil memegang ginseng seukuran lengan orang dewasa dan sudah berbentuk seperti bayi.

Setelah selesai menggali ginseng liar tersebut, Suparman langsung kembali menemui Jaenab dengan senyum lebar menghiasi wajahnya.

" Jaenab, lihat apa yang aku temukan. Kita Untung besar karna masuk kedalam hutan ini, dengan ginseng ini kita bisa menjadi kaya raya." ujar Suparman dengan penuh semangat.

" Apa itu ginseng liar, Man? Darimana kamu mendapatkannya?" tanya Jaenab sambil asyik menikmati kelinci panggang di mulutnya.

" Aku menemukannya di tempat kamu digigit ular. Ternyata ular itu sedang menjaga ginseng ini. Nanti, aku akan menjualnya dan hasilnya kita bagi dua," seru Suparman dengan penuh semangat.

" Tidak usah, Man. Kamu yang mendapatkannya dengan susah payah, kok hasilnya dibagi dua denganku? Aku bisa selamat setelah digigit ular saja sudah sangat beruntung. Kalau kamu ingin memberiku sedikit bagian, aku mau menerima, tetapi kalau untuk dibagi dua, tentu saja aku akan menolak karena ginseng itu murni kamu dapatkan sendiri," balas Jaenab sambil tersenyum manis

" Baiklah, terserah kamu saja? Yang terpenting nanti kamu jangan menolak jika aku memberikan bagianmu?" balas Suparman sambil ikut menikmati daging kelinci panggang di hadapannya.

" Siapa sih yang mau menolak di kasih uang, tetapi juga jangan banyak-banyak ya? Yang penting cukup untuk bayar sekolah Juna saja." Balas Jaenab sambil tersenyum manis kepada Suparman.

Suparman pun hanya mengangguk dan memilih untuk fokus menyantap daging kelinci yang masih lumayan banyak, setelah selesai menikmati daging kelinci. Suparman langsung mengajak Jaenab untuk kembali kedesa.

" Man, aku masih belum kuat jalan jauh, rasa nyeri akibat gigitan ular itu masih sedikit terasa." ucap Jaenab sambil mengangkat keranjang bambu yang sudah penuh dengan jamur liar.

" Aku gendong kamu saja sampai rumahku, dari rumahku ke rumahmu kira-kira kamu sanggup berjalan sendiri tidak." sahut Suparman sambil tersenyum manis.

" Sampai pinggir hutan saja Man, kalau sampai rumahmu nanti ada yang melihat malah repot." balas Jaenab dengan senyum manisnya.

Suparman hanya tersenyum mendengar perkataan Jaenab. Dia juga menyadari bahaya jika ada yang melihatnya menggendong istri orang lain, bisa-bisa dirinya di amuk massa.

" Ya sudah sampai pinggir hutan saja? Aku titip kelinci dan lima ekor burung pegar di keranjangmu," ucap Suparman sambil meletakkan daun pisang di atas jamur liar, kemudian menaruh kelinci dan burung-burung di atasnya.

Setelah Jaenab naik ke punggungnya, Suparman mulai berjalan santai menuju keluar hutan. Berkat kolor sakti peninggalan leluhurnya, menggendong Jaenab yang membawa keranjang penuh jamur tidak terasa berat sama sekali.

Suparman terus berjalan menyusuri hutan dengan wajah memerah menahan gelora di tubuhnya, apalagi Jaenab seperti tanpa sengaja menempelkan buah melon kembar yang dia bawa ke punggungnya.

Jaenab mendekatkan wajahnya ke Suparman, suaranya pelan namun terdengar jelas. "Man, kamu sudah sering melakukan itu, ya?" bisiknya dengan tatapan penasaran.

Suparman menatapnya balik, menyembunyikan kebingungannya dengan pura-pura tidak mengerti. "Maksud kamu apa, Nab?" tanyanya sambil mengangkat alis.

Wajah Jaenab merona, ia tertunduk sedikit. "Maksudku, saat kamu menghisap bisa ular dari tubuhku. Kamu tampak seperti sudah ahli," lanjutnya dengan suara yang lebih halus.

Di dalam hati, Jaenab merasa bingung kenapa dia sampai bertanya hal itu. Namun kenangan ketika Suparman dengan cekatan menangani bisa ular itu terus berputar dalam pikirannya, membuatnya tak bisa tidak mengungkapkan rasa penasarannya itu.

Menurut Jaenab, Suparman tampaknya sudah berpengalaman dalam menghadapi situasi seperti yang dia alami bersama, dengan mantan istrinya. Karna dia merasa Suparman sangat ahli saat menghisap bisa ular di tubuhnya.

" Tidak pernah, Linda akan marah jika aku melakukannya. Kami bahkan tidak pernah pemanasan terlebih dahulu, langsung saja dan setelah itu, semuanya selesai. Apakah kamu juga mengalami hal yang sama dengan Hasan?" tanya Suparman.

" Aku merasakan hal yang sama. Hasan tidak pernah mau berdiskusi dan langsung saja. Sebagai wanita, terkadang aku merasa tidak dihargai, apalagi ketika dia langsung tidur atau pergi tanpa berkata apa-apa setelahnya," jawab Jaenab dengan rasa malu.

Percakapan antara Suparman dan Jaenab tentang hubungan keluarga mereka yang serupa berlanjut. Mereka begitu asyik berbicara sehingga tanpa sadar telah sampai di pinggiran hutan.

" Sampai di sini saja, Man?" bisik Jaenab dengan lembut.

" Baiklah, biar aku yang membawa keranjangmu. Nanti, setelah sampai di rumahku, baru kamu yang membawa. Lagipula, rumahmu kan lewat rumahku," balas Suparman sambil menurunkan Jaenab dari gendongannya.

Dengan keranjang bambu milik Jaenab di punggungnya, Suparman melanjutkan perjalanan menuju desa, di sepanjang perjalanan menuju desa, Suparman dan Jaenab terus mengobrol dengan santai.

" Jaenab, kalau kamu lelah lebih baik istirahat disini saja dulu, aku perhatikan jalanmu masih sedikit kesusahan." ucap Suparman begitu dia dan Jaenab tiba dirumahnya.

" Iya man, kalau boleh aku minta air putih ya? Aku sedikit haus." balas Jaenab sambil tersenyum manis.

" Siappp.. tunggu sebentar, aku mau menaruh buruanku dan ginseng ini terlebih dahulu." ujar Suparman dengan santai.

1
Hiu Kali
seharusnya MC punya ruang penyimpanan galaksi di kolornya.. jadi tinggal cling, harta sudah berpindah tempat.. keren ini cerita, ringan, menggelitik, ada adegan kulit bertemu kulit dan bulu bertemu bulu yang tidak monoton..upayakan 10rb kata thor per hari..hehehe
🍁FAIZ❣️💋🅂🅄🄼🄰🅁🄽🄸👻ᴸᴷ
waaah pak retenya juga main judi
🍁FAIZ❣️💋🅂🅄🄼🄰🅁🄽🄸👻ᴸᴷ
kalahkan terus bandarnya biar bangkrut
🍁FAIZ❣️💋🅂🅄🄼🄰🅁🄽🄸👻ᴸᴷ
udah tahu Linda hamil mau juga man
🍁FAIZ❣️💋🅂🅄🄼🄰🅁🄽🄸👻ᴸᴷ
cerdas juga leluhurnya, di kolornya ada tulisan S biar kayak Superman 🤣🤣🤣🤣
🍁FAIZ❣️💋🅂🅄🄼🄰🅁🄽🄸👻ᴸᴷ
ceritanya bagus Thoor, usul per chapter di kasih judul ya.. langsung vote ini
Muji wiyono
Buruk
Yuliana Tunru
Luar biasa
Aqlul /aqlan
ni ada kelanjutanya nggak...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!