Damian, lelaki yang dikenal dengan julukan "mafia kejam" karena sikapnya bengis dan dingin serta dapat membunuh tanpa ampun.
Namun segalanya berubah ketika dia bertemu dengan Talia, seorang gadis somplak nan ceria yang mengubah dunianya.
Damian yang pernah gagal di masa lalunya perlahan-lahan membuka hati kepada Talia. Keduanya bahkan terlibat dalam permainan-permainan panas yang tak terduga. Yang membuat Damian mampu melupakan mantan istrinya sepenuhnya dan ingin memiliki Talia seutuhnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 34
Di tempat lain, Talia tidak langsung balik ke hotel tempatnya menginap. Ia berjalan cepat menyusuri trotoar, mencari kafe atau restoran terdekat. Perutnya mulai memprotes karena belum di isi sejak tadi malam, tetapi pikirannya masih dipenuhi oleh kejadian yang baru saja terjadi antara dia dan Damian.
"Astaga, Talia! Kamu harus berhenti memikirkannya!" gerutunya pelan sambil menampar pipinya sendiri. Namun bayangan Damian masih saja muncul dalam benaknya.
"Haishh!" Talia mengacak rambutnya dengan frustrasi.
"Kenapa aku masih memikirkannya?!"
Ia menghela napas panjang dan akhirnya menemukan sebuah kedai kopi kecil di pinggir jalan. Tanpa pikir panjang, ia masuk ke dalam dan langsung memesan kopi hitam serta roti panggang. Setelah mendapat pesanannya, ia memilih duduk di sudut ruangan dekat jendela.
Ia menyesap kopinya perlahan, mencoba menenangkan pikirannya. Sesaat kemudian ada telpon masuk, dari Casen. Talia cepat-cepat angkat.
"Tal, lo di mana? Belum balik sekarang?"
Talia menghela nafas panjang. Wajar sih Casen bertanya karena ia bilang tadi akan segera kembali tapi karena ulah Damian, dia jadi lupa pulang. Para sahabatnya pasti akan mengomel-ngomel saat dia kembali.
"Bentar lagi Cas, gue lagi sarapan di kedai kopi. Gak lama kok."
"Cepetan pulang bocah, kakak lo nelpon barusan gak kita angkat-angkat. Lo periksa handphone lo sana. Pasti bang Jason udah nelpon lu puluhan kali. Tunggu aja di omelin panjang kali leher lu." Pasti hape Casen di loudspeaker karena ada suara Lintang.
"Lebar Lintang." bisa-bisanya si Lintang masih becanda.
"Ya udah. Gue fokus sarapan dulu sambil periksa hape." setelah berkata begitu, Talia langsung memutuskan sambungan.
Ia buru-buru membuka daftar panggilan di ponselnya. Benar saja, ada lebih dari sepuluh panggilan tak terjawab dari Jason, kakaknya. Ditambah beberapa pesan yang isinya hampir semua sama:
"Talia, angkat telepon!" atau
"Kamu ngapain? Beranak?!"
"Talia! Satu!"
Talia tertawa. Kakak sableng.
Talia menyandarkan punggungnya ke kursi, senyum geli masih tersungging di bibirnya. Jason memang selalu begitu—sok galak tapi sebenarnya peduli setengah mati.
Sambil mengunyah roti panggangnya, ia mengetik balasan singkat.
Talia:
Lagi sarapan, kakakku sayang. Stop spam telepon. Adek kakak yang cakep ini gak hilang.
Tak sampai lima detik, teleponnya berdering lagi. Kali ini Jason benar-benar menelepon. Talia menghela napas, menyesap kopi hitamnya dulu sebelum menjawab.
"Halo kakaknya Talia terganteng seanak komplek." sapa Talia dengan nada ceria.
"Kenapa baru angkat telpon? Kamu kemana aja? Gak ngelakuin yang aneh-aneh kan?" semprot Jason dari seberang. Lelaki itu memang sosok protektif terhadap adiknya. Mungkin karena belum punya pacar kali ya?
"Lagi boker kak tadi, heheh." bohong Talia. Berbohong kayak gini sih sudah menjadi makanan sehari-hari dia.
"Boker sampe tiga jam? Alasan yang lain!"
Kakaknya juga lucu. Udah tahu dia bohong, masih minta alasan lain.
"Aku ketiduran kakakku sayang, pas bangun langsung keluar jalan-jalan, terus sekarang lagi sarapan. Puas?" sahut Talia lagi, masih bohong sih. Tapi semoga yang kali ini kakaknya percaya. Karena kebohongannya yang ini menurutnya masuk akal.
"Bener?"
"Ya udah gak apa-apa kalo kakak nggak percaya. Talia selalu jadi orang yang tersakiti, di sakiti sama kakak monsternya sendiri."
Di ujung sana Jason tertawa.
"Dasar ratu drama. Makanya kalau di telpon itu langsung angkat. Mama dan papa juga pengen tahu gimana kabar putri mereka yang suara sumbangnya udah gak tertolong lagi itu."
Raut wajah Talia seketika berubah dikatain sumbang.
"Aku sakitt... Aku sakit hati! Kau terbangkan ku ke awan lalu,"
"Stop!"
Jason segera menghentikan penggalan lirik lagu Yovie and Nuno yang dinyanyikan oleh adiknya.
Talia terkikik.
"Kenapa, gak kuat denger suara merdu adek sendiri?"
"Bukan merdu, tapi nyaris bikin telinga orang budek!" sahut Jason tanpa ampun.
Talia mendengus kesal.
"Ya udah, aku blokir nomor kakak ya. Biar gak usah denger suara jelek ini lagi.'
"Talia,"
"Habisnya kakak ngeselin banget sih. Masa adek sendiri dikatain, di kasih dukungan kek biar percaya dirinya bangkit.
"Dalam kasus kamu, kamu terlalu pede, harus dibawa ke jalan yang lurus biar gak malu-maluin.
"Kak Jasoonn ..."
Jason tertawa lagi, tapi kali ini nadanya lebih lembut.
"Ya sudah, habisin sarapan kamu. Kakak cuma mau pastiin kamu baik-baik aja apa nggak."
Talia tidak menjawab karena masih dongkol.
"Bye-bye adekku sayang." Jason akhirnya menutup telepon. Talia menatap layar ponselnya, merasa hangat di dada. Kakaknya memang menyebalkan, tapi perhatian Jason selalu membuatnya merasa aman. Mama dan papanya pun sama. Masih ada kedua sahabatnya juga, Casen dan Lintang. Serta ada kak Zaka yang sudah seperti kakak keduanya.
Talia melanjutkan sarapannya yang hampir habis, namun ia baru sadar kalau orang-orang yang berada di dalam kedai itu tengah menatapnya dengan tatapan aneh.
Apa karena nyanyiannya tadi? Atau karena bahasanya yang berbeda? Ini kan di Jepang, pasti mereka bingung dia ngomong pake bahasa apa. Talia tersenyum kikuk. Ia berdeham pelan dan menunduk, buru-buru menghabiskan sisa roti panggangnya. Sesekali, ia melirik sekeliling, memastikan orang-orang di kedai itu tidak lagi menatapnya dengan ekspresi aneh.
Aduh, memalukan banget. Dia lupa kalau ini Jepang, bukan Indonesia. Percakapannya yang berisik barusan pasti menarik perhatian.
Talia buru-buru menyesap kopi hitamnya lagi, berharap rasa pahit itu bisa menenggelamkan rasa malunya. Setelah memastikan tidak ada yang menatapnya lagi, ia menghela napas lega dan berdiri keluar dari kedai kopi tersebut.
Udara pagi di luar kedai terasa lebih segar dibandingkan suasana canggung di dalam tadi. Talia mengeratkan jaketnya, menyesuaikan langkahnya dengan ritme kota yang mulai sibuk.
Kota Jepang ini menurutnya sangat bersih. Talia menarik napas dalam, menikmati udara pagi yang segar. Matanya menyapu sekitar, memperhatikan betapa tertibnya kota ini. Jalanan bersih, orang-orang berjalan dengan rapi, dan suasana begitu teratur.
Dia masih ingin berlama-lama jalan-jalan di negeri sakura ini, namun ia harus menerima kenyataan kalau sebentar sore mereka harus segera balik ke negara mereka.
Tidak apa-apa, karena dia ingin menghindari Damian. Akhir-akhir ini rasanya sangat aneh, dia selalu bertemu dengan pria itu secara kebetulan. Aneh sekali, seperti takdir terus mempertemukan mereka. Pokoknya kali ini dia harus menghindar dan kabur dari laki-laki itu.
tanpa sadar Talia kasih bogem dan tendangan ke Damian