Ketika Naya, gadis cantik dari desa, bekerja sebagai babysitter sekaligus penyusui bagi bayi dari keluarga kaya, ia hanya ingin mencari nafkah jujur.
Namun kehadirannya malah menjadi badai di rumah besar itu.
Majikannya, Ardan Maheswara, pria tampan dan dingin yang kehilangan istrinya, mulai terganggu oleh kehangatan dan kelembutan Naya.
Tubuhnya wangi susu, senyumnya lembut, dan caranya menimang bayi—terlalu menenangkan… bahkan untuk seorang pria yang sudah lama mati rasa.
Di antara tangis bayi dan keheningan malam, muncul sesuatu yang tidak seharusnya tumbuh — rasa, perhatian, dan godaan yang membuat batas antara majikan dan babysitter semakin kabur.
“Kau pikir aku hanya tergoda karena tubuhmu, Naya ?”
“Lalu kenapa tatapan mu selalu berhenti di sini, Tuan ?”
“Karena dari situ… kehangatan itu datang.”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nuna Nellys, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
6. Aksi Heroik Baby Karan
...0o0__0o0...
...Maria terdiam beberapa saat. Senyum tipis terlukis di bibirnya, namun mata tuanya memancarkan sesuatu yang berbeda bukan kagum, melainkan waspada....
...“Berani-beraninya pengasuh itu…” batinnya dingin. “Bayi seumur itu bisa menurut pada gadis itu. Sejak kapan Karan punya ikatan sekuat itu dengan orang lain, selain Ayahnya sendiri ?”...
...Maria menatap Naya dari ujung kepala hingga kaki, menilai. Penampilan gadis itu, tapi setiap gerak tubuhnya tampak alami — lembut, penuh kasih, dan… memikat. Terlalu memikat....
...Sementara Arya menatap pemandangan itu dengan ekspresi rumit. Ada kelegaan terselip di matanya — tapi juga sesuatu yang lain, sesuatu yang membuat jantungnya berdebar....
...Mereka terpaku sejenak, ...
...Entah kenapa, Naya selalu berhasil mencuri perhatian semua orang di sekitarnya… termasuk dirinya....
...Maria menegakkan tubuh, mengembalikan senyum anggun di wajahnya....
...“Naya,” panggilnya lembut, meski suaranya terdengar seperti ujung pisau yang di bungkus sutra. “Kau tampaknya sangat pandai menenangkan bayi. Dari mana kau belajar hal seperti itu ?”...
...Naya tampak gugup, tapi berusaha tetap sopan. “Eum… saya dulu pernah bantu rawat keponakan saya, Nyonya. Jadi… mungkin karena itu, Karan cepat merasa nyaman.”...
...Maria mengangguk kecil, seolah menerima alasan itu. Namun dalam hati, benih kecurigaan mulai tumbuh....
...“Tidak ada perempuan yang bisa sedekat itu dengan anak lelaki Maheswara tanpa alasan. Apalagi secantik dia…”...
...Tatapan Maria berpindah pada Arya, yang sejak tadi diam namun matanya tak lepas dari sang babysitter....
...Dan di sanalah wanita paru baya itu melihat — sesuatu yang membuat dada Maria bergemuruh penuh emosi tertahan. Tatapan itu… tatapan lembut yang tak pernah lagi di lihat sejak kepergian menantunya....
...Kini, tatapan itu jatuh pada Naya....
...Seketika rahang Maria mengeras. Ia tahu pasti, tanda itu tak boleh di biarkan. ...
...Sebagai seorang ibu, ia tidak akan membiarkan putranya jatuh cinta pada wanita yang tidak sepadan dengan keluarga Maheswara....
...Tidak akan pernah....
...“Pergilah.”...
...Suara Maria terdengar datar namun dingin, seperti pisau yang menusuk udara. ...
...Semua orang di ruangan itu sontak menoleh, terkejut....
...“Kami butuh waktu untuk berkumpul tanpa orang asing,” lanjut Maria dengan nada tegas. “Apalagi Arya jarang berkunjung ke rumah ini.”...
...Naya mengernyit bingung. “K–kemana saya harus pergi, Nyonya ?” tanyanya pelan....
...“Pelayan akan mengarahkan mu,” jawab Maria sinis, tanpa menatap langsung....
...Naya menunduk sopan. “Kalau begitu, saya permisi, Tuan, Nyonya.”...
...Gadis itu berjalan mengikuti pelayan yang mengarahkan menuju halaman samping mansion....
...“Naya.” Suara berat Arya menghentikan langkahnya. “Jangan terlalu jauh. Aku tidak mau putraku menangis karena mencari mu.”...
...Naya menatap singkat, lalu mengangguk pasrah. “Baik, Tuan.”...
...Pelayan yang paham situasi segera memutar arah, menuntun Naya ke kamar tamu....
...Ceklek!...
...Pintu terbuka....
...“Masuklah. Dan jangan keluar jika tidak di panggil,” ujar kepala pelayan datar....
...“Terima kasih, Bik,” ucap Naya lembut....
...Pelayan itu hanya mengangguk singkat sebelum meninggalkannya sendirian....
...0o0__0o0...
...Suasana ruang keluarga kini kembali tenang. ...
...Mereka sibuk berbincang tentang urusan perusahaan, sambil menunggu makan siang di siapkan....
...Namun ketenangan itu tidak bertahan lama....
...Karan, yang duduk di pangkuan Maria, tiba-tiba menatap neneknya tajam....
...Lalu —Tangan mungilnya mencengkeram bibir merah Maria dengan kuat, membuat wanita itu menjerit tertahan....
...“Aduh! Lepas, Karan!”...
...Maria berusaha menarik tangan kecil itu, tapi bayi itu malah mencengkeram lebih kuat. Matanya menatap seperti menyimpan dendam....
...“Fafa… toyong!” pinta Maria tak jelas karena bibirnya terjepit....
...Arya dan Giorgio saling pandang — menahan tawa. Seolah mereka setuju dengan tindakan yang di lakukan si kecil kepada Maria....
...Karan baru berusia satu tahun, tapi dia bayi yang cerdas. Seolah bayi itu tahu persis siapa yang memperlakukan suster kesayangan-nya dengan buruk....
...Maria semakin panik. ...
...Karan kini menabok wajah neneknya, mencakar pipinya, bahkan menarik rambutnya hingga berantakan....
...Rambutnya kini awut-awutan, lipstiknya belepotan, dan wajahnya penuh jejak cakaran merah....
...Puncaknya, Karan menarik kalung mutiara mahal di lehernya hingga kepalanya tertarik ke depan....
...Arya langsung berdiri meng-gendong tubuh putranya, sambil berusaha melepaskan cengkraman tangan kecilnya....
...“Boy, lepas.” Suara Arya terdengar tegas, menahan tawa yang hampir pecah. Ia berusaha melepaskan tangan kecil itu dari kalung Maria....
...Namun Karan tidak menggubris. Tubuh Maria terpaksa membungkuk mengikuti tarikan cucunya itu....
...Sementara wajahnya sudah hampir menangis karena malu dan menahan sakit....
...Belum lagi, pinggang-nya yang terasa encok karena terlalu lama membungkuk dan tertarik tak tentu arah....
...“Na… Na… Na…” Karan berceloteh, memanggil nama yang paling ia sukai....
...Arya menghela napas berat. “Panggil Naya,” titahnya pada pelayan....
...Pelayan itu menunduk, menahan tawa yang hampir pecah, lalu bergegas menuju kamar tamu....
...Beberapa detik kemudian, suara langkah kaki tergesa-gesa terdengar....
...Naya melangkah mendekat, menunduk sopan. “Tuan memanggil saya ?” tanyanya hati-hati....
...Semua mata langsung tertuju padanya...
... Karan, langsung menoleh cepat dan menjerit kecil penuh semangat,...
...“Na... Na...!”...
...Bayi itu langsung merentangkan tangan, berusaha meraih Naya dari pelukan Arya....
...Maria yang masih menahan rasa sakit di bibir, wajah dan rambutnya menatap tajam ke arah Naya ...
... Wajahnya setengah kusut seperti baru keluar dari perang kecil. Lipstik belepotan, rambut terurai liar, dan kalung mutiara mahalnya kini tinggal serpihan di lantai....
...Naya membeku di tempat. Matanya membulat melihat penampilan Maria yang kacau. ...
...“Astaga mirip lampir sehabis terjungkal ke selokan...” gumam-nya pelan tanpa sadar....
...Arya hampir tersenyum melihat reaksi itu, tapi segera menahan diri....
...“Ambil Karan,” ucapnya datar, tapi nada suaranya lembut, berbeda sekali dari biasanya....
...Naya berjalan pelan ke arah Arya, mengambil bayi itu dengan hati-hati. Begitu berada di pelukannya, Karan langsung tertawa lebar dan memeluk leher Naya erat-erat, seperti ingin melindungi dirinya dari dunia....
...Suasana ruangan mendadak canggung....
...Hanya suara napas dan detak jam dinding yang terdengar....
...Maria menggertakkan gigi, menatap pemandangan itu dengan campuran marah dan harga diri yang terluka....
...Bayi itu—cucunya sendiri—lebih memilih perempuan asing dari pada neneknya sendiri. ...
...Hanya Karan yang bisa dan berani menistakan Maria. Wanita paru baya yang terkenal angkuh dan sombong....
...“Kau benar-benar memanjakan cucuku,” desis Maria dingin. “Sampai-sampai Karan berani melukai ku.”...
...Naya menunduk cepat, merasa bersalah meski tak tahu harus menjelaskan apa. “Saya... saya minta maaf, Nyonya. Karan hanya—”...
...“Cukup.” Maria memotong cepat, suaranya seperti cambuk. “Bawa karan keluar. Sekarang.”...
...Arya memejamkan mata sejenak, mencoba menahan emosi. “Mama...” suaranya pelan tapi mengandung peringatan....
...Namun Maria mengangkat dagunya tinggi. “Tidak usah membelanya, Arya. Aku tidak terima di permalukan oleh bayi satu tahun dan suster kampung itu.”...
...Ruangan hening....
...Naya menunduk lebih dalam, menahan dongkol di dadanya sekaligus menahan tawa. Ia tahu dirinya tidak punya hak bicara di rumah sebesar ini....
...Tapi saat Naya berbalik untuk pergi, tangan kecil Karan tiba-tiba melambai ke arah Maria — bukan dengan lembut, tapi sambil menempeleng udara beberapa kali, seolah masih kesal....
...Arya hampir tak bisa menahan tawa....
...Giorgio menunduk, pura-pura sibuk dengan jam di pergelangan tangannya....
...Sementara Maria... hanya menatap tajam ke arah cucunya, wajahnya pucat karena malu dan amarah yang bercampur menjadi satu....
...Naya pun berjalan menuju kamar tamu, menggendong Karan dengan lembut. Bayi itu menempel di dadanya, tenang. ...
..."Good Job, Karan." Bisik Naya pelan. "Hari ini kamu dapat hadiah Nenen sepuasnya, karena berhasil bikin nenek lampir itu teraniaya." ...
...Gadis itu terkekeh renyah sambil menciumi wajah Karan yang juga ikut tertawa bahagia. ...
..."Didikan Sus Naya memang gak pernah gagal." Guman'nya bangga sama diri sendiri....
...Dan untuk sesaat, Arya menatap punggung Naya yang menjauh — dengan tatapan yang ulit di artikan....
...0o0__0o0...