NovelToon NovelToon
Benih Pengikat Kaisar

Benih Pengikat Kaisar

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Balas Dendam / CEO / Cinta setelah menikah / One Night Stand / Percintaan Konglomerat
Popularitas:3.7k
Nilai: 5
Nama Author: Puji170

Satu tahun menikah, tapi Sekar (Eka) tak pernah disentuh suaminya, Adit. Hingga suatu malam, sebuah pesan mengundangnya ke hotel—dan di sanalah hidupnya berubah. Ia terjebak dalam permainan kejam Adit, tetapi justru terjatuh ke pelukan pria lain—Kaisar Harjuno, CEO dingin yang mengira dirinya hanya wanita bayaran.

Saat kebenaran terungkap, Eka tak tinggal diam. Dendamnya membara, dan ia tahu satu cara untuk membalas, menikahi lelaki yang bahkan tak percaya pada pernikahan.

"Benihmu sudah tertanam di rahamiku. Jadi kamu hanya punya dua pilihan—terima atau hadapi akibatnya."

Antara kebencian dan ketertarikan, siapa yang akhirnya akan menyerah?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puji170, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 8

Ita hampir tersedak air putih yang baru saja ia minum. Bagaimana tidak? Sahabatnya baru saja mengaku telah meminta pertanggungjawaban dari seorang Kai—dan bahkan mengancamnya.

Ia menatap Eka dengan ekspresi pasrah, menggelengkan kepala berulang kali. "Kamu benar-benar gila dan sepertinya punya nyawa cadangan, Ka."

Eka hanya mengangkat bahu, seolah tak merasa bersalah. "Memangnya kenapa? Cowok brengsek seperti dia memang harus dimintai pertanggungjawaban. Dan bukan cuma itu—aku juga butuh dukungannya untuk menghancurkan keluarga Wirawan. Aku harus berani, kan?"

Ita memijat pelipisnya, merasa kepalanya mulai pening. "Kamu memang berani, tapi kamu sadar nggak kalau kamu baru saja memprovokasi seorang Kaisar Harjunot?"

Eka mendengus, sama sekali tak menunjukkan ketakutan. "Memang dia siapa? Kenapa kamu begitu takut?"

Ita menatapnya tak percaya. "Kamu serius nanya itu?" Ia mendekat, suaranya mengecil nyaris berbisik. "Kaisar Harjunot itu bukan cuma cowok brengsek biasa, Ka. Dia pewaris keluarga Harjunot, punya koneksi luas, dan yang lebih gila lagi... dia nggak pernah kalah."

Eka menyeringai tipis. "Lalu? Aku juga nggak mau kalah."

"Kamu nggak ngerti!" Ita menepuk dahinya, frustrasi. "Cowok itu bukan cuma tajir dan berkuasa. Dia juga dingin, kejam, dan nggak segan-segan menghancurkan siapa pun yang berani mengganggunya. Kamu pikir kenapa selama ini nggak ada satu pun perempuan yang berani mendekati dia dengan cara seperti ini?"

Eka menyilangkan tangan di dada. "Karena mereka pengecut."

Ita hampir berteriak. "Karena mereka waras, Eka!"

Senyum tipis masih bertengger di wajah Eka. "Kalau gitu, aku pengecualian."

Ita menatapnya lama, campuran antara kagum dan ngeri berkecamuk dalam dirinya. "Astaga, Ka... Aku nggak tahu harus mendukung atau ikut gali lubang buat makam kamu."

Eka mengembuskan napas panjang. "Lagian bukan aku duluan, ini di luar kendali, Ta. Coba bayangkan, rencana Adit sudah disusun sedemikian rupa, tapi aku malah salah masuk kamar. Dan pemilik kamar itu… dia. Sekarang kalau bukan dia, aku harus minta pertanggungjawaban sama siapa?"

Ita terdiam, mencerna kata-kata sahabatnya. Logikanya memang ada benarnya, tapi tetap saja—ini Kaisar Harjunot yang sedang mereka bicarakan.

"Benar juga," gumam Ita akhirnya. "Dan selama ini Pak Kai nggak pernah menyentuh seorang wanita, kan? Bahkan kabarnya… dia punya masalah. Kamu yakin, Ka? Kalau kamu benar-benar tidur dengannya?"

Eka menggeram frustasi. "Arghhh... aku juga nggak tahu, Ta! Tapi tadi pagi, waktu aku bangun di kamarnya, aku..." Kalimatnya terhenti. Ia tak sanggup melanjutkan. Bagaimanapun, ini pengalaman pertamanya, dan mengatakannya dengan lantang terasa terlalu memalukan.

Ita menghela napas panjang, lalu berkata pelan, "Oke, oke. Saat ini kita cuma bisa berdoa… semoga dia nggak menaruh dendam padamu."

Eka tertawa kecil, tapi matanya tetap tajam. "Tenang, aku masih punya rencana cadangan. Kalau si Patkai itu pikir dia bisa seenaknya, kita lihat siapa yang akan tertawa terakhir."

Namun, meskipun kata-kata itu terdengar meyakinkan, dalam hatinya Eka tak bisa mengabaikan kegelisahan yang merayap. Benarkah yang dikatakan Ita? Benarkah Kaisar Harjunot bukan sekadar pria arogan, tapi seseorang yang dingin dan kejam?

Jika itu benar, bagaimana dirinya—yang kini tak punya apa-apa—bisa bertahan?

Genggamannya mengerat di atas nakas. Ia tak boleh gentar. Tidak sekarang. Dendamnya pada keluarga Wirawan masih belum terbalaskan. Ia tak akan mundur sebelum itu terjadi.

Eka buru-buru mengusir ketakutan yang menyelinap di benaknya. Ia menarik napas dalam, lalu menatap Ita dengan tekad bulat. "Ta, aku ingin segera mengurus surat perceraian dengan Adit secepatnya."

Ita yang tadinya masih panik, kini mulai sedikit tenang, meskipun wajahnya tetap menyiratkan kecemasan. "Baiklah. Kamu kasih KTP, KK, surat gugatan cerai, dan buku nikah. Nanti aku minta Rendi untuk mengurusnya."

Eka tersentak. "Buku nikah?"

Ita mengangguk, tak menyadari perubahan ekspresi sahabatnya. "Iya. Itu dokumen penting buat urusan perceraian. Jangan bilang… kamu nggak tahu di mana buku nikahmu?"

Jantung Eka mulai berdetak lebih cepat. Selama ini, ia mempercayakan semua dokumen pada keluarga Adit dan tidak pernah benar-benar melihat buku nikah mereka.

Seingatnya, pernikahannya dengan Adit hanya disaksikan oleh pengurus agama di tempatnya. Untuk urusan administratif, ia sepenuhnya menyerahkan segalanya kepada Adit. Ia hanya ingin meringankan bebannya, membantu mengurus keperluan keluarga.

Dan sekarang, ia sadar… ia bahkan tak pernah melihat buku nikahnya sendiri.

Bodoh, bukan?

Ita menatapnya dengan sorot curiga. "Ka? Jangan bilang kamu nggak punya bukunya?"

Eka menggigit bibirnya, suaranya gemetar saat menjawab, "Aku… aku nggak tahu di mana buku nikah itu sekarang. Selama ini, aku menyerahkan semuanya ke Adit."

Mata Ita membulat. "Astaga, Ka… jangan-jangan selama ini kamu dan dia cuma nikah siri?"

Tubuh Eka menegang. Kata-kata Ita menggema di kepalanya, menciptakan lubang besar dalam keyakinannya. Apa selama ini aku hanya nikah siri?

Sejenak, Eka menarik sudut bibirnya, mengejek dirinya sendiri. Jika benar apa yang dikatakan Ita, maka benar juga bahwa dulu aku adalah wanita yang sudah tidak tertolong lagi. Demi cintaku pada Adit, aku bahkan tidak sadar akan hal ini.

Ita yang masih merasakan nyeri di sekujur tubuhnya kini menatap sahabatnya dengan perasaan semakin terluka. Sahabat yang dulu memiliki segalanya, yang bahkan bisa menjadi wanita karier sukses karena kemampuannya, kini hanya menjadi sosok tak berguna karena cinta.

"Ka... kamu..." Ita mencoba berkata sesuatu, tapi suara di tenggorokannya tercekat.

Eka menghela napas panjang, mencoba menenangkan dirinya sendiri. "Aku tidak apa-apa, Ta. Mungkin kamu benar… mungkin aku hanya menikah siri dengannya. Kalau seperti itu, bukankah sekarang aku memang sudah janda? Aku sudah mendapat talaknya, dan selama satu tahun ini… baik kebutuhan lahir maupun batin juga tidak pernah aku dapatkan darinya."

Nada suaranya terdengar getir. Eka merasa benar-benar konyol. Kenapa harus menunggu satu tahun untuk menyadari ini? Kenapa baru sekarang aku menyadari bahwa semuanya sudah tak bisa kugenggam lagi?

Ita mengulurkan tangannya, bersiap menjadi sandaran bagi sahabatnya. Eka yang merasa sedikit terpukul akhirnya tenggelam dalam pelukan Ita. Hanya beberapa menit, ia membutuhkan kenyamanan itu—lalu dengan cepat ia melepaskan diri.

"Jadi, apa rencanamu?" tanya Ita pelan.

Eka menarik napas dalam, lalu mengembuskannya perlahan. "Untuk kali ini, aku akan pergi ke rumah keluarga Wirawan. Aku mau memastikan… kalau memang aku dan Adit hanya menikah siri. Dengan begitu, aku bisa lebih tenang menghadapinya."

"Kamu yakin?"

Eka mengangguk mantap.

"Tapi lebih baik kamu istirahat dulu. Besok saja kamu ke sana. Kamu juga perlu mempersiapkan dirimu, kan?" ujar Ita lembut.

"Tapi…"

"Sudah, kamu tenang saja." Ita mengeluarkan kunci apartemennya dan menyodorkannya kepada Eka. "Kamu bisa ke apartemenku untuk istirahat dan membersihkan diri."

Eka menatap kunci itu sejenak sebelum akhirnya mengambilnya. Untuk pertama kalinya sejak tadi, sorot matanya sedikit lebih tenang.

Ia mengikuti saran Ita dan segera meninggalkan rumah sakit menuju apartemen. Namun, baru saja ia melangkah keluar dari beranda rumah sakit, suara seorang lelaki yang begitu familiar memanggil namanya.

"Eka."

1
Dia Fitri
/Ok/
Hayurapuji: terimakasih kakak
total 1 replies
Muslika Lika
Ya ampun patkaai..... imajinasi mu lho thor.... melanglang buana....
Muslika Lika: bener bener si eka eka itu ya.....😂
Hayurapuji: hahhaha, dia dipanggil anak buahnya Pak kai, nah si eka kepleset itu lidahnya jadi Patkai
total 2 replies
@Al🌈🌈
/Good/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!