Surat keterangan infertil dari rumah sakit, membuat hidup Anyelir seketika hancur. Tidak ada kebanggaan lagi pada dirinya karena kekurangan tersebut. Namun sebuah kesalahan semalam bersama atasannya, membuat dia hamil. Mungkinkah seorang wanita yang sudah dinyatakan mandul, bisa punya anak? Atau ada sebuah kesalahan dari surat keterangan rumah sakit tersebut?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TATM BAB 3
"Ngadopsi!" ulang Bu Dini dengan suara tinggi. Melihat Robby mengangguk, emosinya langsung naik. "Enggak, Ibu gak setuju," dia langsung berdiri. "Kenapa harus adopsi anak jika kamu bisa punya anak sendiri? Yang mandul itu dia," telunjuknya menunjuk muka Anyelir.
Anye meremat blouse yang dia pakai sambil menunduk. Dia dan Robby sudah tahu jika akan seperti ini jika Bu Dini tahu, makanya berniat tak memberi tahu dan ingin langsung membawa bayi. Jika sudah seperti itu, ibunya itu tidak akan bisa menolak, tapi... sepertinya rencana tak berjalan sesuai rencana. Dan rencana sarapan pun, juga mungkin tak akan terealisasi.
"Ini sudah menjadi kesepakatan kami berdua, Bu," ujar Robby.
Bu Dini menatap Anye dengan mata penuh kebencian. "Ini pasti rencana kamu kan? Kamu yang maksa Robby untuk mengadopsi anak."
"Sumpah demi Allah, Bu, Mas Robby sendiri yang mengusulkan untuk mengadopsi anak, bukan Anye."
Bu Dini tersenyum simpul. "Kamu itu jadi wanita gak tahu diri banget ya," ia menatap Anye nyalang. "Kamu tahu kenapa dalam agama Islam diperbolehkan poligami? Ya untuk kasus seperti ini. Saat istri mandul, suami boleh menikah lagi untuk mendapatkan keturunan. Hasil tes kesehatan sudah jelas menunjukkan jika kamu itu mandul, tapi kamu masih saja egois, tak tahu diri, melarang Robby menikah lagi."
"Bu, sudah!" Robby mencoba menghentikan keributan tersebut. "Ini meja makan, lebih baik kita sarapan."
"Kali ini, jangan suruh ibu diam, Rob," bentak Bu Dini, menatap anak laki-lakinya tersebut. "Sudah cukup harga diri kamu sebagai laki-laki diinjak-injak oleh wanita itu," ia menunjuk Anye. "Mandul tapi banyak maunya, pakai ngelarang kamu poligami."
Anye tak kuasa menahan air matanya. Mungkin benar jika dia memang egois, tapi wanita mana yang mau dipoligami. Dia tak melarang Robby menikah lagi, tapi konsekuensinya, dia akan mundur.
"Kalau dia benar-benar wanita sholehah, harusnya mengizinkan kamu menikah lagi, bukan ngancem minta cerai kalau kamu nikah lagi."
"Bu, menikah itu adalah ibadah, yang tujuan utamanya, adalah untuk mencapai surganya Allah," ujar Anye yang lelah terus menerus dipojokkan. "Anak adalah bonus yang beri Allah, bukan sesuatu yang wajib ada dalam sebuah hubungan pernikahan. Allah pasti punya alasan kenapa kami tidak diberi keturunan."
"Kami?" Bu Dini tertawa sumbang. "Kamu aja kali, bukan Robby. Robby mah subur, sudah jelas dari hasil pemeriksaan. Kamu bilang, menikah untuk mencapai surga kan? Ya udah, biarkan Robby poligami, biar kamu bisa masuk surga. Imbalan wanita yang mau dipoligami itu, adalah surga."
Anye tersenyum getir mendengar itu. "Masih banyak cara lain untuk mendapatkan surga selain poligami. Poligami itu berat, Bu, harus adil. Dan jika sampai Mas Robby gak bisa adil, jatuhnya dia dzolim, dan bukan surga yang akan diperoleh dalam pernikahan ini, melainkan neraka."
"Halah, gak usah sok ngomong agama kamu, kalau belum bisa ikhlas mengizinkan suami untuk poligami aja, sok-sok an ceramah."
"Ibu juga wanita, bagaimana jika Ibu yang berada di posisi saya, apa ibu masih bisa bilang ikhlas dipoligami?"
"Halah, banyak omong kamu. Mending kamu ceraikan dia saja, Rob."
"Ibu!" Robby menatap ibunya, tak suka dengan kalimat barusan. "Berapa kali Robby harus bilang, Robby gak akan menceraikan Anye."
"Fix, kena pelet kamu Rob. Bisa-bisanya masih cinta mati sama wanita mandul itu. Kamu itu masih muda, tampan, mapan, wanita mana yang gak mau sama kamu. Harusnya dia yang mikir kalau sampai bercerai sama kamu," Bi Dini menatap Anye, nafasnya memburu akibat ledakan emosi. "Siapa yang mau menikahi wanita yang jelas-jelas mandul seperti dia?"
Anye yang tak tahan dengan semua ucapan mertuanya, memilih meninggalkan meja makan, masuk ke kamar lalu membanting pintu.
Brakkk
"Lihat kelakuannya! Gak punya sopan santun seperti itu," Bu Dini menatap pintu kamar yang sudah tertutup akibat dibanting oleh Anye. Namun karena jaraknya dekat dari meja makan, dia yakin Anye bisa mendengar suaranya. "Sudah mandul, masih ditambah gak punya attitude. Apa yang kamu harapkan dari wanita seperti itu?"
"Sudahlah, Bu, mending Ibu pulang," Robby berdiri, sudah tak ada nafsu untuk sarapan. "Ibu teriak-teriak kayak gini, yang ada malah bikin malu, kedengaran tetangga."
"Emangnya kenapa kalau kedengeran, semua tetangga juga tahu kalau istri kamu itu mandul."
Anye yang meringkuk di atas ranjang, meremat bantal. Hatinya sakit sekali setiap kali dikatakan mandul, meski itu memang kenyataannya. Semua tetangga tahu soal ini, juga karena Bu Dini dan kedua anak perempuannya yang menyebarkan.
"Pokoknya Ibu tidak setuju ya, Rob, kalau kamu sampai ngadopsi anak."
Robby tak menggubris ucapan ibunya, menyusul Anye masuk ke dalam kamar. Ia menghela nafas berat melihat pemandangan yang akhir-akhir ini, sering sekali dia lihat, istrinya meringkuk di atas ranjang sambil menangis. Menutup kembali pintu, lalu menghampiri Anye.
"Silakan kamu menikah lagi, Mas," ujar Anye saat Robby baru saja mendudukkan bokongnya di sisi ranjang. "Sepertinya benar apa kata ibumu, aku wanita egois, wanita tak tahu diri. Sudah mandul, tapi tak mau dipoligami," ia menangis sekaligus tertawa, menertawakan nasibnya.
"Mas gak akan nikah lagi," Robby mengusap kepala Anye.
"Menikahlah lagi, aku sudah memberi izin. Mungkin memang sudah jalan takdirku seperti ini," Anye dihinggapi keputus asaan.
"Meskipun izin itu ada, aku tidak akan menikah lagi. Seperti yang kamu bilang, kita menikah bukan demi anak, tapi demi bahagia. Bahagiaku ada sama kamu, dan aku gak akan pernah menikah lagi," Robby menggenggam tangan Anye. "Gimana, jadi ke panti asuhan?"
Anye bangun, menyeka air mata, menatap Robby. Dia menggelengkan kepala. "Untuk apa mengadopsi jika nantinya, keluarga kamu tidak bisa menerima anak tersebut. Kasihan anak itu berada disini hanya untuk dibenci semua orang. Cukup aku saja yang merasakan dibenci seluruh keluarga kamu."
"Sayang, jangan bilang seperti itu," Robby menggenggam tangan Anyelir. "Mereka hanya masih belum bisa menerima kenyataan saja. Nanti saat kita sudah bisa membuktikan pada mereka jika kita baik-baik saja dan bahagia tanpa anak, mereka akan kembali sayang sama kamu seperti awal mula kita menikah dulu."
Anye tersenyum kecut. "Aku gak yakin, tapi semoga saja saat itu benar-benar datang."
"Aku bersumpah, aku gak akan menikah lagi," sebelah tangan Robby menyeka air mata di pipi Anye. "Sampai kapanpun, kamulah satu-satunya istriku. Jangan berfikir macam-macam, tidak ada poligami dalam kamus hidupku," ia mengecup kening Anye.
sebenarnya robby suami yang baik dan bertanggung jawab, tapi karena kebohongannya yang menjadikan posisi anye jadi bulan2nan hinaan keluarga robby, sedang robby sebagai suami selama ini juga lemahhh...tak tegas dalam melindungi istrinya dan sekarang saat anye minta cerai, robby ingin bertahan...kebohonganmu yang akan membuat anye pergi darimu Rob...