Olivia Caroline adalah seorang wanita matang dengan latar belakang kedua orang tua broken home. Meski memiliki segalanya, hatinya sangat kosong. Pertemuan dengan seorang gadis kecil di halte bis, membuatnya mengerti arti kejujuran dan kasih sayang.
"Bibi, mau kah kamu jadi Mamaku?"
"Ha? Tidak mungkin, sayang. Bibi akan menikah dengan pacar Bibi. Dimana rumahmu? Bibi akan bantu antarkan."
"Aku tidak mau pulang sebelum Bibi mau menikah dengan Papaku!"
Bagaimana kisah ini berlanjut?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kumi Kimut, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 21
Olive kaget bukan kepalang, dia bahkan tidak memikirkan hal ini. Dia lantas menelepon seorang staf kantor, Soni namanya.
"Sialan! Gak dijawab lagi!" ujar Olive kesal. Dia lantas mematikan panggilan telepon lalu dilanjutkan dengan WA-nan.
Son, kamu udah pulang dari perjalanan bisnis?
Udah Liv. Tapi waktu aku kembali ke kantor, kondisinya kacau.
Aku akan susul kamu.
Jangan, ada Pak Roni di sini, dia yang akan membereskan segalanya.
Tapi ... Son ...
Tenanglah, lebih baik kamu ke rumah bos, bawa putrinya pergi bersamamu.
Baiklah!
**
Situasi di kantor milik Aarav ...
Soni menyimpan kembali ponselnya lalu mundur perlahan, mencoba memahami situasi yang ada. Dia tidak menyangka bahwa kepulangannya akan disambut dengan pemandangan yang begitu kacau. Para demonstran berteriak-teriak dengan lantang, sebagian membawa megafon untuk menyuarakan tuntutan mereka. "Tangkap Aarav! Tutup perusahaan ini! Jangan lindungi koruptor!"
Jantung Soni berdetak kencang. Dia langsung merogoh sakunya dan menghubungi Roni. "Pak Roni, kamu di mana?" tanyanya dengan suara tertahan.
"Aku di dalam kantor. Son, ini benar-benar buruk. Berita tentang Aarav sudah menyebar ke mana-mana. Mereka menuntut pertanggungjawaban," jawab Roni dengan nada panik.
Soni menarik napas dalam-dalam. "Aku nggak bisa masuk lewat pintu depan. Ada jalan lain nggak?"
Roni berpikir sejenak. "Coba lewat pintu samping. Aku akan coba cari cara buat buka pintunya dari dalam."
Soni mengangguk, meski Roni tidak bisa melihatnya. Dia segera melangkah menjauhi kerumunan, menyusuri sisi gedung dengan hati-hati. Sesampainya di pintu samping, dia mengetuk pelan. Beberapa detik kemudian, pintu terbuka sedikit dan terlihat wajah Roni yang dipenuhi kecemasan.
"Masuk cepat!" bisik Roni.
Begitu Soni masuk, Roni segera mengunci pintu kembali. "Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Soni.
Olive menghela napas. "Aku juga baru tahu. Pagi tadi, ada berita besar yang keluar tentang Aarav. Katanya dia menyalahgunakan dana perusahaan untuk kepentingan pribadi dan melakukan suap besar-besaran. Ini jadi viral, dan sekarang orang-orang menuntut keadilan. Tapi, sebenarnya masalah intinya adalah Mario."
Soni meremas rambutnya, frustrasi. "Ini gila. Aku pergi hanya beberapa hari, dan tiba-tiba semuanya berantakan. Mario? Pria sesat itu? Mau apa lagi? Bukannya dia sudah menguasai pasar global?"
"Iya Son, kamu tahu sendiri. Dia dengan Aarav seperti apa dulu? Mereka akan tetap menjadi rival. Apalagi, cewek yang lagi dekat sama Aarav, mantan pacar dari Mario."
Tiba-tiba, suara langkah cepat terdengar dari koridor. Roni dan Soni menoleh bersamaan. Seorang pria berbadan besar dengan jas hitam muncul dari tikungan. Itu adalah Pak Dharma, kepala keamanan perusahaan.
"Kalian berdua harus keluar dari sini," katanya dengan nada mendesak. "Situasi semakin buruk. Kita nggak bisa menahan mereka lebih lama."
"Tapi bagaimana dengan perusahaan?" tanya Roni.
Pak Dharma menggeleng. "Dewan direksi sedang berunding. Tapi kalau situasi makin panas, bisa jadi mereka akan tutup sementara atau bahkan selamanya."
Soni menelan ludah. "Bagaimana dengan Aarav? Di mana dia sekarang?"
Pak Dharma menghela napas berat. "Dia masuk penjara."
Mata Soni melebar. "Astaga, apa ini benar Ron?"
"Iya, untung aku yang menginterogasinya. Dia aman sekarang," jawab Roni.
"Kok jadi kek gini sih? Mario lagi Mario lagi!" ujar Soni gak bisa ngomong apa-apa lagi. Mereka bertiga terjebak dalam gedung itu.
**