NovelToon NovelToon
Mempelai Pengganti

Mempelai Pengganti

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta setelah menikah / Pengantin Pengganti / Pernikahan Kilat / Cinta Seiring Waktu / Keluarga / Romansa
Popularitas:6.9k
Nilai: 5
Nama Author: Sablah

aku berdiri kaku di atas pelaminan, masih mengenakan jas pengantin yang kini terasa lebih berat dari sebelumnya. tamu-tamu mulai berbisik, musik pernikahan yang semula mengiringi momen bahagia kini terdengar hampa bahkan justru menyakitkan. semua mata tertuju padaku, seolah menegaskan 'pengantin pria yang ditinggalkan di hari paling sakral dalam hidupnya'

'calon istriku,,,,, kabur' batinku seraya menelan kenyataan pahit ini dalam-dalam.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sablah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

antara sahabat dan cinta

"aku tahu, aku bukan siapa-siapa dibandingkan Rama. aku tahu sejak awal aku tidak punya tempat di hatimu seperti dia. tapi, tahukah kamu, Da? aku sudah menyimpan perasaan ini terlalu lama... terlalu dalam... sampai-sampai rasanya menyakitkan."

Alda masih membisu, hatinya mulai bergetar.

"sejak kita SMP, aku sudah menyukaimu. aku selalu memperhatikanmu dari jauh, selalu mencoba mengejar jejakmu, tapi kamu terlalu cepat, terlalu jauh untuk bisa kugapai. aku pikir, mungkin kalau aku tetap di sisimu sebagai teman, itu sudah cukup. tapi aku salah, Da… ternyata itu justru semakin menyakitkan."

Gani mengangkat wajahnya, matanya yang teduh kini tampak berkabut.

"aku pikir, aku bisa mengubur perasaan ini. Aku pikir, aku bisa merelakan. Tapi nyatanya, aku hanya seorang pengecut yang takut kehilanganmu. aku takut, kalau aku jujur lebih awal, kamu akan menjauh. aku takut, kalau aku mengungkapkan semuanya, aku malah akan menghancurkan persahabatan kita."

Alda merasakan sesuatu menggenang di sudut matanya. ia tidak pernah menyangka bahwa Gani telah menanggung perasaan sebesar ini sendirian. dadanya terasa sesak. ia menggigit bibirnya, menahan guncangan emosinya sendiri.

Gani tersenyum tipis, namun jelas itu senyum yang dipaksakan. "dan sekarang, aku hanya bisa melihatmu dari jauh… seperti yang selalu kulakukan. bedanya, kali ini aku harus menerima kenyataan bahwa kamu bukan lagi sekadar seseorang yang jauh dariku, tapi seseorang yang sudah benar-benar bukan milikku."

kata-kata itu seperti belati yang menusuk perasaan Alda. dan akhirnya... air mata itu runtuh, Alda menangis bukan karena ia memiliki perasaan yang sama, bukan karena ia juga mencintai Gani, tapi karena rasa bersalah yang ia tanggung sendiri. kenapa harus ada perasaan seperti ini? kenapa harus ada hati yang terluka dalam persahabatan mereka?

Alda menggeleng pelan, suaranya bergetar ketika akhirnya ia bisa membuka mulut. "Gani… kenapa harus seperti ini?"

Gani tersenyum miris. "aku juga tidak tahu, Da. aku juga tidak ingin ini terjadi. tapi cinta ku tidak bisa dipaksakan untuk menyudahi menyukai mu"

Alda menundukkan kepalanya, air matanya semakin deras mengalir. bukan hanya karena perasaan Gani, tapi karena ia takut… takut semuanya akan berubah setelah ini. takut teman-temannya akan menghakimi Gani jika mereka tahu. takut kehilangan sahabat yang sudah seperti keluarganya sendiri.

"aku tidak ingin kehilangan kamu sebagai sahabat, Gani…" suara Alda nyaris seperti bisikan.

Gani menatapnya dengan mata sayu. "dan aku tidak ingin kehilangan kamu dalam bentuk apa pun, Da. tapi aku juga tidak bisa membohongi perasaanku sendiri."

namun sebelum Alda bisa membalas, suara langkah kaki terdengar mendekat dengan cepat.

"ada apa ini?"

Alda dan gani sama-sama menoleh dan mendapati tiga sosok berdiri tak jauh dari mereka, Arya, Laras, dan Ayu. wajah mereka jelas menunjukkan keterkejutan, terutama Arya yang langsung berjalan lebih dekat.

"kami tadi tidak sengaja menatap kalian, dan melihat Alda menangis. terus, kami dengar..." Laras tidak melanjutkan kalimatnya, tapi jelas mereka bertiga telah mendengar pengakuan gani.

Ayu menatap alda dengan bingung, lalu menoleh ke arah gani. "Gani… kamu…"

sementara itu, Arya langsung memasukkan tangan ke saku celananya dan menatap gani dengan sorot tajam. "jadi kau selama ini menyimpan perasaan pada Alda, dan kau baru berani berbicara sekarang? jadi inilah kenapa di pernikahan Rama dan Alda sikapmu sangat berbeda, Gan?. kau menganggap Rama merebut Alda"

Gani mengepalkan tangannya, rahangnya menegang. "aku tidak menghakimi siapapun"

"tapi dari cara mu berbicara, jelas kau masih belum bisa nerima kenyataan kalau Alda sudah menjad milik orang lain," balas Arya dengan nada yang lebih tegas. "Alda bukan barang yang bisa kau kejar seakan-akan dia harus jadi milikmu hanya karena kamu lebih dulu mengenal nya"

Gani menatap arya tajam. "aku tidak pernah menganggap Alda seperti itu."

"lalu kenapa kau berbicara seolah-olah Rama mengambil Alda darimu?" tantang Arya lagi. "sejak kapan Alda jadi sesuatu yang harus kamu miliki?"

Laras buru-buru menarik lengan Arya, mencoba menenangkannya. "Arya, sudah!…"

tapi Arya tidak berhenti. ia tetap menatap Gani dengan sorot tajam. "aku tidak ada masalah dengan perasaanmu, Gani. tapi menyalahkan keadaan cuma karena Alda tidak memilihmu? itu tidak adil buat dia… dan tidak Adil untuk Rama."

Gani mengertakkan giginya, kedua tangannya semakin mengepal. "aku tidak berharap Alda jadi milikku. aku hanya ingin dia tahu tentang apa yang aku rasakan."

Arya mendengus, tapi kali ini ia sedikit mengendurkan bahunya. ia tahu Gani sedang dalam posisi sulit, tapi ia juga tidak ingin sahabatnya, Rama, seakan-akan jadi pihak yang bersalah.

Ayu akhirnya bersuara, suaranya lebih lembut. "Gani… aku mengerti ini pasti berat buat kamu. tapi Arya benar, ini bukan tentang siapa yang lebih pantas atau siapa yang lebih dulu mencintai. perasaan tidak bisa dipaksakan, Gan?"

Laras mengangguk, menatap Gani dengan simpati. "aku yakin Alda juga tidak pernah mau menyakiti mu. tapi kalau kamu benar-benar sayang dengan dia, kamu pasti tidak akan membuat Alda terbebani dengan perasaanmu, kan?"

Gani terdiam, menundukkan kepala. ia tahu, mereka semua benar. tapi itu tidak menghilangkan rasa sakit yang ia rasakan.

Alda akhirnya memberanikan diri untuk bicara. "Gani… aku…"

tapi sebelum ia bisa menyelesaikan kalimatnya, Gani menarik napas dalam dan menegakkan punggungnya. "aku tidak akan pergi jauh, Da. tapi untuk saat ini… aku membutuhkan waktu."

baru saja kata-kata itu terucap, suara langkah kaki terdengar mendekat. semua menoleh, dan di sana, berdiri seseorang yang membuat suasana semakin tegang, Rama.

Rama terdiam sejenak, matanya langsung tertuju pada Alda yang berlinang air mata. ia juga melihat Gani yang berdiri dengan ekspresi penuh beban. namun, alih-alih bereaksi dengan amarah, rama justru menarik napas panjang.

"maaf, Gan."

Gani mengernyit, menatap Rama dengan sorot mata tajam. "apa?"

Rama tetap tenang. "aku meminta maaf untuk hati mu. aku benar-benar tidak mengetahui bahwa selama ini kau memiliki perasaan terhadap Alda."

Gani menghela napas dengan nada penuh kekecewaan. "kau serius meminta maaf sekarang? setelah semuanya menjadi seperti ini?"

Rama mengangguk pelan. "ya. aku sungguh tidak mengetahui perasaanmu, Gan. jika aku menyadarinya lebih awal, mungkin keadaan tidak akan serumit ini."

Gani mengepalkan tangannya. "itu masalahnya, Rama! mengapa kau tidak menyadarinya?! mengapa semua orang tidak menyadarinya?! apa kau pikir selama ini aku mendekati Alda tanpa alasan?!" suaranya mulai bergetar, matanya tampak memerah. "aku selalu ada untuknya, aku selalu menjaganya, tetapi apa? aku hanya menjadi bayangan yang tidak pernah kau lihat!"

Rama terdiam, membiarkan Gani meluapkan semua yang selama ini ia pendam. namun, yang Rama lakukan berikutnya justru lebih mengejutkan.

ia menoleh ke arah Alda, menatapnya dalam-dalam.

"ijinkan aku bertanya langsung dengan mu, Alda."

suasana mendadak hening. Alda menegang.

"apakah selama ini kau juga memiliki perasaan yang sama terhadap Gani?"

Alda membelalak, matanya bergetar.

"jika memang demikian, aku siap mundur, Da. kau harus bahagia yang sesungguhnya"

kata-kata Rama barusan seperti petir di siang bolong. semua orang terdiam. Alda sendiri seakan kehilangan suaranya.

Rama menatapnya tanpa keraguan. "aku tidak ingin kau bersamaku hanya karena merasa kasihan. aku tidak ingin kau berada di sisiku hanya karena kau tidak tega melihat aku ditinggalkan di pelaminan saat itu."

Alda menggeleng lemah, tetapi bibirnya kelu.

"tidak apa-apa, jujurlah, Da. kau tidak benar-benar memilihku, bukan? kau hanya merasa kasihan."

Alda spontan menutup wajahnya dengan kedua tangan. tubuhnya sedikit gemetar. bukan karena ia memiliki perasaan yang sama terhadap Gani, tetapi karena ia merasa seolah telah menyakiti Rama tanpa ia sadari.

padahal… ia tidak pernah berniat demikian.

Laras dan Ayu segera menghampiri Alda begitu melihat dia semakin terisak dalam tangisnya. tanpa ragu, mereka merangkulnya dari kedua sisi, berusaha menenangkan sahabat mereka yang jelas sedang dilanda perasaan yang begitu berat.

"alda, sudah.., jangan nangis lagi ya" bisik Laras lembut, tangannya mengusap punggung Alda dengan penuh ketulusan.

Ayu ikut menggenggam tangan Alda dengan erat. "kami ada di sini, Da. jangan menahan semuanya sendiri. katakan apa yang sebenarnya kamu rasakan."

Alda menutup matanya sejenak, berusaha mengendalikan diri. beberapa menit berlalu, suasana masih terasa begitu tegang. Gani menundukkan kepalanya, sementara Rama tetap berdiri di tempatnya, menunggu jawaban yang akan keluar dari mulut Alda.

akhirnya, setelah menghela napas panjang, Alda mengangkat wajahnya. matanya yang masih berkabut air mata kini menatap Gani dengan lembut.

"Gani..." suaranya terdengar pelan, tetapi penuh ketegasan. "aku menghargai semua yang kamu katakan. aku menghormati perasaanmu. tetapi... aku harus jujur kepadamu."

Gani menelan ludah, menanti kelanjutan kata-kata itu.

Alda menarik napas lagi sebelum melanjutkan, "aku tidak pernah merasakan getaran apa pun saat berada di dekatmu. perasaanku padamu tidak pernah berubah sejak dahulu… kamu selalu seperti seorang kakak bagiku."

seketika, keheningan menyelimuti mereka. Gani tetap diam, wajahnya sulit untuk ditebak.

Alda menggigit bibirnya, lalu kembali berkata dengan suara yang lembut dan penuh kehati-hatian, "aku tidak ingin menyakitimu, Gan. aku sangat menghargai semua yang telah kau lakukan untukku, dan aku sangat bersyukur memiliki sahabat sepertimu. tetapi... aku tidak bisa memberikan perasaan yang sama kepadamu."

Gani masih tidak mengatakan apa-apa. Laras dan Ayu mempererat genggaman mereka di tangan Alda, memberi kekuatan agar ia tidak merasa sendirian dalam menghadapi situasi ini.

Alda menundukkan kepalanya sedikit, suaranya semakin pelan tetapi tetap jelas. "maaf, Gani. Aku tidak ingin kamu terluka. tetapi aku juga tidak ingin berbohong tentang perasaanku."

Gani mengangkat kepalanya perlahan, matanya yang tadi dipenuhi emosi kini tampak lebih tenang, tetapi jelas masih menyimpan luka. ia menatap Alda dalam-dalam, seolah mencari jawaban yang lebih dari sekadar kata-kata.

lalu, dengan suara yang lebih rendah namun masih sangat emosi, ia bertanya, "kalau aku yang menanyakan ini, kamu menjawabnya dengan begitu pasti… tapi bagaimana kalau Rama yang menanyakannya, Da? jawabanmu tetap sama, kan? kau juga tidak mencintainya, kan?"

Alda terdiam.

ia tidak tahu harus menjawab apa. bukan karena ia tidak punya jawaban, tetapi karena pertanyaan itu mengguncang sesuatu di dalam dirinya, sesuatu yang bahkan belum berani ia akui sepenuhnya.

namun sebelum Alda bisa mengeluarkan sepatah kata pun, suara lain menyela dengan tenang namun tegas.

"Alda tidak akan mencintaiku."

semua mata tertuju pada Rama.

ia berdiri tegak di sana, wajahnya tanpa ekspresi berlebihan, tetapi sorot matanya mengandung kepastian yang tak tergoyahkan. ia tidak ragu dengan kata-katanya sendiri.

"Alda wanita baik. dia terlalu baik," lanjut Rama dengan nada yang lebih dalam. "dan aku… aku tidak pantas untuknya."

Alda mengangkat wajahnya, menatap Rama dengan sorot kaget dan penuh pertanyaan.

"aku tahu kenapa dia menikah denganku," Rama melanjutkan, pandangannya tidak lepas dari Alda. "bukan karena cinta. bukan karena dia menginginkanku. tapi karena dia tidak ingin melihatku sendirian saat itu."

suasana hening sejenak. bahkan angin yang berembus pun terasa sunyi di antara mereka.

Ayu dan Laras saling bertukar pandang, merasa bahwa pembicaraan ini sudah memasuki ranah yang lebih dalam daripada sekadar pengakuan perasaan.

sementara itu, Gani menghela napas panjang, lalu mendengus pelan. "jadi kau tahu, Rama? kau tahu bahwa Alda tidak benar-benar mencintaimu, dan kau tetap bertahan?"

Rama mengangguk, senyum tipis tetapi pahit terulas di sudut bibirnya. "tentu saja aku tahu."

Alda masih diam. tubuhnya terasa dingin, seolah udara di sekitarnya perlahan menyelimuti dengan kebisuan yang menyesakkan.

lalu, dengan suara yang lebih rendah, Rama menambahkan, "tapi aku tidak pernah meminta Alda untuk mencintaiku."

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!