NovelToon NovelToon
PEWARIS

PEWARIS

Status: sedang berlangsung
Genre:Crazy Rich/Konglomerat / Cinta Paksa
Popularitas:4k
Nilai: 5
Nama Author: Just story

Menceritakan tentang dimana nilai dan martabat wanita tak jauh lebih berharga dari segenggam uang, dimana seorang gadis lugu yang baru berusia 17 tahun menikahi pria kaya berusia 28 tahun. Jika kau berfikir ini tentang cinta maka lebih baik buang fikiran itu jauh - jauh karena ini kisah yang mengambil banyak sisi realita dalam kehidupan perempuan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Just story, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 8

Sepuluh tahun telah berlalu, diiringi gemerlap kota dan laju pesat kemajuan zaman. Kota itu kini menjelma sebagai surganya para penikmat kehidupan malam. Berjajar di sana beberapa klub eksklusif terbaik di dunia, salah satunya menjadi tujuan seorang pria yang kini telah menginjak usia 27 tahun.

Kilauan lampu neon berpadu dengan dentuman musik menghantarkan malam panjang yang penuh gairah. Di balik setiap pintu klub, kisah baru menanti untuk terukir—dan malam ini adalah miliknya.

"Rasanya aku tidak kuat lagi, Tuan... bisakah kita langsung ke kamar saja?" Suara itu lirih, hampir tenggelam di antara riuhnya musik malam. Gadis itu, seorang penghibur sewaan, duduk dengan tubuh limbung di salah satu meja bar. Matanya sayu, dan gerakannya tak lagi stabil, seolah energi yang ia miliki telah terkuras habis.

Mingyu menyandarkan tubuhnya santai di kursinya, menatap gadis itu dengan senyum kecil yang mengandung keisengan.

"Segalanya tidak akan menyenangkan jika kita terburu-buru, sayang."

Tangannya perlahan menjalar di paha wanita itu, sentuhannya memancing desahan lirih yang lolos tanpa sadar. Napas gadis itu tersengal, dan dalam helaan yang samar, nama Mingyu meluncur dari bibirnya—sebuah panggilan penuh kerinduan dan pasrah.

"Mingyu..."

"Apa kau menikmatinya?"

Di tengah aktivitas yang kian memanas, seorang pelayan wanita muncul tanpa suara, membawa nampan berisi es batu yang dipesan oleh Mingyu. Dengan ekspresi datar dan gerakan profesional, ia meletakkan es batu di meja mereka.

"Pesanannya sudah lengkap, Tuan. Saya permisi dulu."

"Tunggu! Apa kau sudah hilang akal?! Beraninya kau mengganggu kami?!" bentak gadis sewaan itu, geram karena sikap pelayan yang dianggapnya mengganggu.

Pelayan itu menatapnya tanpa ekspresi. "Saya tidak mengganggu, saya hanya mengantarkan pesanan sesuai prosedur."

"Beraninya kau menjawab! Apa kau tak sadar kalau kami adalah tamu prioritas?!"

Pelayan itu tersenyum tipis. "Itulah yang sedang saya pikirkan. Anda mampu membuka meja terbaik kami, tapi kenapa Anda tak memiliki cukup uang untuk menghabiskan malam Anda di tempat yang lebih baik?"

"Kurang ajar! Beraninya kau!"

Gadis itu mengangkat tangannya, amarahnya terlihat jelas di sorot matanya. Namun, sebelum tangannya melayang, Mingyu dengan cepat meraih pergelangannya. Pegangannya cukup kuat untuk menghentikan gerakannya, tetapi cukup lembut agar tidak melukai.

"Ambillah, aku sudah selesai denganmu."

"Tapi, Tuan, bagaimana dengan kamar hotel yang telah dipesan?"

Mingyu mengangkat bahu. "Kau bisa memakainya dengan kekasihmu. Sekarang pergilah, aku masih ada urusan lain."

Gadis itu meraih tasnya dengan cepat, lalu pergi tanpa sepatah kata pun. Namun, Mingyu tak menggubris kepergiannya. Tatapannya tetap terpaku pada pelayan di hadapannya, seolah hanya itu yang penting baginya saat ini.

"Berapa harga mu untuk semalam?" tanyanya santai.

Pelayan itu menatapnya tajam. "Di sini saya bekerja, bukan berjualan. Jika tidak ada lagi yang diperlukan, saya pamit."

Ia berbalik hendak pergi, namun Mingyu menahan lengannya. Dengan cepat, pelayan itu melepaskan genggaman Mingyu dari tangannya. Sorot matanya yang penuh amarah berubah tajam, dan tanpa ragu, telapak tangannya melayang menghantam pipi Mingyu dengan keras.

Suara tamparan itu terdengar jelas di tengah bisingnya klub.

Mingyu mendongak, wajahnya mengeras. "Beraninya kau menamparku..."

Sebelum keadaan semakin memanas, seorang pria bertubuh tinggi—sekitar 183 cm, dengan garis wajah blasteran yang khas—bangkit dari meja yang tak jauh dari mereka. Senyum tipisnya muncul saat ia melangkah mendekat.

"Hey, Mingyu, kita sudah mau pulang. Bagaimana kalau close bill sekarang aja?" Pria itu adalah Vernon, sahabat Mingyu sejak sekolah di asrama.

Mingyu masih menatap pelayan itu dengan tajam, lalu merogoh sakunya dan melempar kartu ke atas meja. "Hey, pelayan sialan, urusan kita belum selesai. Tapi bawa kartu ini dan selesaikan pembayaran meja kami."

Pelayan itu mengambil kartu tersebut tanpa ekspresi. "Baik, Tuan."

Ia pergi setelah mengambil kartu Mingyu, meninggalkan mereka dalam keheningan.

Vernon menatap Mingyu dengan heran. "Ada apa? Kenapa kau terlihat kesal?"

Mingyu menyandarkan diri ke kursinya, matanya menyipit. "Wanita sialan itu... Aku pasti akan memberinya pelajaran."

Tak lama kemudian, seorang pria bermata almond mendekat. Wonwoo, sahabat Mingyu dan Vernon sejak masa kuliah.

"Bagaimana? Apa sudah beres?" tanyanya santai.

Sebelum Mingyu sempat menjawab, pelayan itu kembali menghampiri mereka.

"Maaf, Tuan, tapi pembayaran Anda tidak dapat kami proses."

Dahi Mingyu berkerut. "Itu tidak mungkin. Apa kau sengaja ingin mencari masalah denganku?!"

Di tengah kebingungan yang meliputi Mingyu, langkah cepat Kim Woon mendekat. Tanpa basa-basi, ia memberi salam dengan hormat, wajahnya terlihat tegang.

"Maafkan saya, Tuan Muda, tapi kakek Anda meminta saya untuk menjemput Anda sekarang. Dan beliau ingin saya memberi tahu Anda bahwa semua akses kartu Anda telah diblokir dan tidak akan dikembalikan sebelum saya membawa Anda menemui beliau."

Mingyu terdiam sejenak, rahangnya mengeras. "Apa lagi mau orang tua itu..."

Begitu tiba di rumah, Mingyu melangkah cepat menuju ruang tamu. Do Hyun sudah menunggunya, duduk tenang di kursi dengan secangkir teh yang masih mengepul di tangannya.

“Kakek, apa maksud semua ini?” suara Mingyu meluncur tajam. “Apa kau sengaja ingin mempermalukanku di depan teman-temanku?”

Do Hyun menyesap tehnya sebelum menjawab, “Aku senang akhirnya mengetahui kalau kau masih memiliki rasa malu.”

Mingyu menghela napas, menahan emosinya yang hampir meledak. “Langsung saja, apa yang kakek inginkan dariku kali ini?”

Do Hyun menatapnya dalam. “Kau tahu apa yang kuinginkan. Jadi, untuk apa masih bertanya?”

Mingyu mengepalkan tangannya. “Dan kakek juga tahu, sampai mati pun aku tidak akan sudi duduk di kursi itu dan berakhir seperti ayah.”

Do Hyun tersenyum tipis. “Baiklah. Jika itu keputusanmu, tidak masalah. Tapi kau tidak akan menikmati satu pun fasilitas yang kumiliki.”

Mingyu tertawa sinis. “Itu bukan urusanku. Justru kakek yang akan menanggung malu ketika orang-orang mulai membicarakan bagaimana pewaris tunggal keluarga konglomerat nomor satu di Korea tidak mampu membayar tagihannya.”

Do Hyun tetap tenang. “Aku tidak keberatan dengan rumor itu. Tapi apakah kau sanggup hidup tanpa fasilitas yang kuberikan?”

Sorot mata Mingyu menajam. “Kenapa kau selalu menggangguku? Apa ini yang juga kau lakukan pada ayah hingga akhirnya ia memilih mengakhiri hidupnya?”

Ekspresi Do Hyun tidak berubah. “Terserah apa yang kau pikirkan. Tapi kali ini, aku punya tawaran untukmu. Jika kau menerimanya, aku akan membebaskanmu dari semua tanggung jawab dan kewajiban ini.”

Mingyu mendengus. “Apa tawarannya?”

Do Hyun menyandarkan tubuhnya. “Mudah saja. Kau hanya perlu memberikan pengganti. Seseorang yang akan meneruskan segalanya dan memenuhi ekspektasiku.”

Mingyu mengernyit. “Maksud kakek?”

“Kau harus menikahi gadis yang kupilih dan memberiku seorang pewaris laki-laki darinya.”

Mingyu terkekeh, tidak percaya. “Baiklah. Aku akan menikah. Tapi aku yang memilih gadisnya.”

“Tidak, Mingyu.” Nada suara Do Hyun terdengar mutlak. “Siapa wanita itu, hanya aku yang berhak menentukan. Dia tidak boleh menjadi bumerang, baik untukmu maupun untukku.”

Mingyu mengerutkan kening. “Aku tidak mengerti.”

“Gadis yang kuinginkan harus berasal dari bawah,” ujar Do Hyun dengan tenang. “Dia tidak boleh berpendidikan, tidak memahami perkembangan zaman, dan tidak memiliki koneksi yang bisa membahayakan kita.”

Mingyu menahan napas.

“Jika dia memiliki keluarga,” lanjut Do Hyun, “mereka harus tunduk di bawah kendali kita. Mereka harus dipastikan tidak akan pernah berani menyerang kita.”

Mingyu menggeleng. “Kakek, di zaman sekarang ini mustahil menemukan gadis seperti itu.”

Do Hyun tersenyum kecil. “Kau tidak perlu khawatir soal gadisnya. Kau hanya perlu setuju dan mengikuti arahanku.”

Sementara perdebatan itu berlangsung, seseorang telah berdiri di balik pintu sejak tadi. Wajahnya pucat, sorot matanya dipenuhi ketakutan.

Suara lirih terdengar, nyaris tercekat di tenggorokan.

“Tuan…” Kim Woon menatap Do Hyun dengan ekspresi yang sulit diartikan. “Gadis yang Anda maksud… apakah dia Yeon Ji?”

Sementara itu, di paviliun yang diterangi cahaya lampu, seorang gadis muda duduk menanti dengan gelisah. Bayangan lampu berpendar lembut di dinding, membentuk siluetnya yang tampak sendu. Usianya hampir genap tujuh belas tahun, namun sorot matanya tak mampu menyembunyikan keresahan yang menggelayuti hatinya.

Jari-jarinya meremas ujung gaunnya, sesekali mengusapnya dengan gelisah. Pandangannya terus terpaku pada pintu, menanti seseorang yang belum juga pulang. Setiap detik berlalu terasa begitu berat tanpa kehadiran ayahnya—satu-satunya harapan di malam yang seharusnya penuh kebahagiaan.

Yeon Ji menghela napas pelan, lalu berbisik lirih, “Ayah… kenapa kau belum pulang? Apa mungkin… kau tidak akan kembali malam ini?”

Tatapannya beralih ke kue kecil di hadapannya. Senyum tipis terukir di bibirnya, meskipun matanya tetap menyiratkan kesedihan yang dalam.

“Waktunya telah berlalu,” gumamnya pelan, “meskipun ayah tidak ada di sini… aku masih bisa membuat harapan.” Ia memejamkan mata sejenak, lalu berbisik, “Semoga, di ulang tahunku yang ke-17 ini, aku diizinkan untuk melihat seperti apa dunia luar.”

1
endang sumiati
ayo ming yu bangkit dan cintai yeon ji...biar kakekmu kalah...bucinlah
endang sumiati
alur cerita yg menguras emosi...bagus sekali...
kakek yg egois dan berhati iblis...bagaimana jika cucux benci yeon ji berubah menjadi bucin...
Just story: Ntah lah terkadang kehidupan gak begitu adil pada beberapa orang, namun terkadang kehidupan juga tidak selamanya seperti yang terlihat. Dia yang terlihat lemah tak berdaya mungkin bukan karena tuhan ingin dia begitu tapi karena adanya dia akan menjadi ujian bagi siapapun yang bersama nya
endang sumiati: yg tau endingx hanya author tapi penikmat bacaan lebih menginginkan bacaan yg menghibur dan realistis meskipun ini fiksi semata sebatas imajinasi author...
seperti ada siang ada malam ...ada baik ada buruk...ada tangis ada bahagia ...mungkinkah yeon ji akan menangis terus...
total 3 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!