Akibat salah bergaul dan tidak pernah mendengarkan nasehat orang tua. Vivian, baru saja duduk kelas 3 SMP mendapati dirinya tengah hamil. Vivian bertekad akan menjaga bayi tersebut tanpa ada niat sedikit untuk membuangnya. Vivian sangat menyayanginya, janin tersebut adalah darah dagingnya dan Aksel, mantan pacarnya. Disisi lain, hal yang paling Vivian hindari adalah Aksel. Vivian cukup menderita, Vivian tidak ingin Aksel masih dalam bayangnya.
Mereka masih sangat belia dan Aksel adalah anak laki-laki yang bisa menghilang seolah tidak pernah terjadi apa-apa. Sedangkan Vivian seorang perempuan, yang menghadapi berbagai stigma masyarakat. Vivian memiliki tekad bahwa selagi otot yang kuat, tulang yang keras dan otak yang cerdas untuk mencukupi kebutuhan anaknya, dan yang terbaik untuk anaknya.
Lalu bagaimana Vivian melalui semua ini? Bagaimana dengan kedua orang tuanya?
Yuk ikuti kisah perjalanan, perjuangan serta tekad Vivian dalam Novel ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nysa Yvonne, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29- Flashback 11 (Keluarga Maximus)Membujuk
"Ma-Mass..."ucap Olivia sedikit tergagap. Olivia melihat siapa dihadapannya menatap dengan tatapan tajam. Olivia mundur beberapa langkah, namun keseimbangannya tidak stabil mengakibatkan Olivia terhuyung kebelakang dan dengan secepat kilat pria itu memegangi Olivia.
"Hati-hati kamu tidak apa-apa?"pertanyaan itu yang langsung keluar dari mulut pria itu. Olivia buru-buru melepaskan pegangan itu emosinya membuncah, trauma yang masih dirasakannya membuat dirinya takut disentuh lagi.
"Ngapain kamu kesini?"tanya Olivia dingin, rasanya sesak berada didekat lelaki itu. Siapa lagi kalau bukan Alexander, pria yang menbuatnya hancur berkeping-keping.
"Aku ingin menjemputmu, sayang..."ucap Alex dengan nada manisnya, untuk pertama kalinya Olivia mendengar panggilan sayang yang ditujukan padanya. Hal ini membuat Olivia merinding, belum lagi Olivia masih menekan rasa mualnya teramat menyiksa. Padahal sudah sebulan ini mualnya telah hilang, kini timbul lagi.
"Jangan mendekat dan jangan menyentuhku!"ucap Olivia lagi dan segera bergegas menuju toilet disebelah dapurnya dan menyeluarkan isi perutnya.
Alex yang menyaksikan hal itu, membuat dirinya semakin merasa bersalah. Sedari tadi ia melihat saja interaksi Olivia kepada orang-orang disekitarnya, hanya saja kepada dirinya sedikit berbeda. Ia ketus, amarah yang meledak dan tidak sudi bersentuhan dengannya.
Hal ini membuat Alex berkecil hati, dirinya tau bahwa ia sangat bersalah atas kejadian itu. Ia bertekad akan mengambil hati Olivia, terutama setelah melihat reaksi Olivia dengan membawa perutnya yang sedikit membuncit. Alex sedari tadi tertegun kemudian tersadar ada suara teriakan seseorang dari dalam sana.
"Ya Tuhan... Oliv, kamu kenapa Nak? Hei bangun Nak..."teriakan ini berasal dari Bu Lastri yang berusaha menepuk-nepuk pipi Olivia yang tengah pingsan di toilet tersebut. Alex mendengar hal itu menerobos masuk dan langsung mengangkat tubuh tidak berdaya Olivia.
"Bu saya antarkan Olivia ke rumah sakit ya..."ucap Alex dan langsung disetujui oleh Bu Lastri. Dari raut wajah Alex terlihat sangat menghawatirkan Olivia, hal itu tak luput dari pandangan Bu Lastri. Bu Lastri yang tidak tau apa-apa hanya diam saja.
Sesampainya dirumah sakit Olivia langsung ditangani oleh para medis. Alex berusaha menenangkan diri agar Olivia tidak terjadi apa-apa. Benar saja, ia bersyukur Olivia baik-baik saja dan hanya sensitif membuatnya mual hingga lemas tak sadarkan diri. Sembari menunggu Olivia siuman Alex mengajak Bu Lastri mengobrol sejenak.
"Maaf Bu atas kelancangan saya tadi, Perkenalkan saya Alexander Maximus"Alex membuka suara terlebih dahulu dan mengulurkan tangannya dan disambut oleh Bu Lastri.
"Baik Pak. Panggil saja saya Bu Lastri..."Bu Lastri menyambut dengan sedikit ragu.
"Jangan terlalu sungkan Bu, panggil saja saya Alex jangan terlalu formal, saya suaminya Olivia."ucap Alex terlihat tegas.
"Oh maaf pa- ekhm maksud saya Alex."ucap Bu Lastri kembali. Sejak Alex memperkenalkan diri sebagai suami dari Olivia, pandangan Bu Lastri sedikit berubah menjadi kesal tapi dirinya tidak punya hak untuk memarahinya, karena dirinya juga hanya orang luar bagi Olivia. Walaupun sebenarnya Bu Lastri menganggapnya anak sendiri.
Keduanya hanya saling terdiam dengan pikiran mereka masing-masing. Alex tidak akan bertanya lebih lanjut mengenai perjalanan kisah Olivia selama dua bulan lebih ini. Karena ia rasa tidak perlu ditanyakan. Terpenting bagi Alex saat ini kondisi Olivia segera membaik. Tanpa menunggu waktu yang lama Olivia mulai siuman.
"Bu... Bu..."suara serak itu seolah memanggil Bu Lastri. Itulah panggilan pertama yang diucapkan Olivia. Alex merasakan bahwa Olivia sangat menjaga jarak dengan dirinya. Itu semua tidak akan mempengaruhi Alex untuk mendapatkan Olivia kembali.
"Kamu sudah sadar nak, syukurlah... Kamu mau apa nak?"ucap Bu Lastri dengan nada penuh ke khawatiran.
"Minum..."jawab Olivia lirih. Bu Lastri dengan sigap memenuhi permintaan Olivia. Setelah dirasa aman dan Olivia sudah nyaman Bu Lastri pamit untuk keluar dari ruangan itu, itu hanyalah alasan. Sebenarnya ia hanya memberi ruang untuk Olivia dan Alex saling bicara.
"Jangan lama ya Bu..."ucap Olivia sedikit merengek, dna itu hanya ditanggapi dengan anggukan dan elusan dipucuk kepala Olivia.
Kecanggungan pun terasa, keduanya saling terdiam dan Olivia enggan hanya untuk memandang Alex. Alex segera mendekat untuk mengikis jarak diantara mereka. Namun itu dicegah langsung Olivia.
"Jangan mendekat, bau anda membuat saya mual."ucap Olivia sarkas dan itu benar adanya. Olivia tidak tahan dengan aroma tubuh Alex saat ini. Penciumannya sensitif, ia kembali merasakan hal itu.
Alex yang sadar itu karena hormon ibu hamil hanya diam ditempat. Sebelum Alex membuka suara Olivia terlebih dahulu mengatakan sesuatu.
"Mengapa anda ada disini? Tidak puaskah anda membuat saya menderita? Atau anda ingin menagih uang yang saya bawa itu? Baiklah saya akan mengembalikannya, itu sudah saya siapkan."ucapan Olivia ini semakin membuat hati Alex tercabik-cabik. Uang yang dimaksud adalah uang yang ia gunakan untuk kodal usahanya, uang itu adalah mahar dari pernikahannya waktu itu.
"Tidak, jangan bahas itu... Aku kesini ingin melihat kondisimu dan... Anak kita..."Alex menjawab dengan menatap punggung ringkih Olivia yang masih enggan untuk melihatnya, kata terakhir Alex itu membuat emosi Olivia naik.
"Jika itu alasannya sudah Anda lihat bukan? Saya baik-baik saja, bahkan sebelumnya jika tidak ada Anda, Saya sangat baik sekali. Apa Anak? Apa Anda tidak salah dengar? Bukankah hubungan Anda dan Saya sudah berakhir? Kita sekarang hanya orang asing jadi janin dalam kandungan Saya ini tidak ada hubungannya dengan Anda"jawab Olivia panjang lebar, dan masih memunggungi Alex, bahu Olivia tampak bergetar tengah menahan isaknya.
"Tidak! Kita tidak pernah berakhir, dan itu adalah darah dagingku jadi aku berhak untuk anak itu."ucap Alex tegas. Sebenarnya Alex tidak tega melihat Olivia seperti ini, tapi ia tidak bisa berbuat banyak.
"Cukup! Anda tidak berhak berkata demikian, biarlah saya yang menanggung semua kebutuhan janin ini, Anda tidak punya hak!"Bentak Olivia yang sudah teramat kesal kepada Alex, mengapa dirinya kembali mengganggu kehidupan barunya.
Alex berusaha mendekati Olivia yang perlahan mulai duduk, tapi acungan tangan Olivia sudah cukup mengisyaratkan bahwa dirinya bisa melakukannya, akhirnya Alex terdiam dan dirinya masih was-was apa yang akan terjadi pada Olivia nantinya.
"Asalkan Anda tau, Saya sudah bertekad meninggalkan kehidupan Anda dan Istri Anda. Apakah Anda tidak mengerti, Saya juga butuh kebebasan dan tidak ingin di cap sebagai duri dalam rumah tangga kalian. Aku tidak mau... Aku tidak bisa...."tangis Olivia akhirnya pecah, mengingat perlakuan Alex selama ini kepadanya.
"Anda tau... Ketika itu Saya berharpa Anda sedikit membuka hati nurani Anda kepada Saya tidak akan menjadi seperti ini. Tapi hikmah dari itu semua Saya benar-benar mendapatkan seseorang yang sangat menyayangi Saya begitupun sebaliknya. Hal ini patut Saya syukuri..."ucapan itu terjeda Olivia mulai merasa tidak enak, perutnya mulai mual ketika Alex berusaha mendekat dan meraih tangan Olivia.
"Menjauhlah, jangan pernah sentuh Saya!"Olivia mencoba menetralkan diri agar tidak muntah dan membuat dirinya drop lagi. Alex masih saya keras kepala dan ketika tangannya menggenggam tangan mungil yang dingin milik Olivia, Olivia secepat kilat melepaskan genggaman itu.
"Ugh..."Olivia yang sudah tidak tahan lagi segera menepis Alex dan beranjak menuju kamar mandi yang ada diruangan tersebut.
*Huek... Huek... Terdengar Olivia mengeluarkan isi perutnya dengan infus masih terpasang di punggung tangannya. Ia memegang tiang infus dan bersandar di dinding kamar mandi tersebut. Nafas Olivia terlihat lemas, lidahnya terasa pahit.
"Oliv... Biar saya bantu ya?"Alex tidak tega dan berusaha membujuk Olivia, tapi hasilnya nihil. Olivia masih menolak apapun itu ya h ditawarkan oleh Alex.
"Anda tidak perlu repot mengurus Saya, jagalah jarak Anda dengan Saya, karena Saya tidak tahan bau badan Anda. Kapan perlu pergilah Anda jangan pernah mengusik saya lagi."ucap Olivia tegas. Olivia mencuci mulutnya dengan air yang ada di wastafel di kamar mandi tersebut. Dirasa cukup Olivia pelan-pelan beranjak ke ranjangnya kembali. Semua itu Alex hanya bisa menyaksikan saja.
"Apakah Anda tuli, pergilah. Anda hanya bisa membuat saya tersiksa!"ucap Olivia kembali menatap tajam pada Alex dan kini Alex hanya terdiam matanya tampak merah. Bukan karena marah, tapi ini kali pertama dirinya menangis untuk seseorang.
"Jangan keluarkan air mata buaya Anda, itu tidak akan membuat Saya menjadi luluh, bahkan itu terlihat sangat menjijikkan."Olivia kembali mengeluarkan kalimat-kalimat sarkas membuat mental Alex pun terguncang.
Alex terdiam menatap Olivia seraya bergumam dalam hati "apakah sebegitu bencinya kamu pada saya?" pertanyaan itulah ada dibenaknya.
"Baiklah kita lihat, aku akan membuat kamu luluh kembali." tekad Alex dan pamit undur diri.
...----------------...
Lanjut Bab Selanjutnya👉👉
mank enak.