Laras terbangun di tubuh wanita bernama Bunga. Bunga adalah seorang istri yang kerap disiksa suami dan keluarganya. Karna itu, Laras berniat membalaskan dendam atas penyiksaan yang selama ini dirasakan Bunga. Disisi lain, Laras berharap dia bisa kembali ke tubuhnya lagi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Elmu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pasar Malam
Meja makan yang biasanya hanya terisi dua orang, kini bertambah satu lagi. Dan pastinya lebih ramai dari biasanya. Lihat saja, Aksa sekarang mirip patung. Keberadaannya diabaikan. Sementara Mamanya dan Laras mengobrol seru. Cekikikan berdua.
Aksa menyelesaikan sarapannya dengan cepat. Mengelap mulutnya dengan tisu.
"Aksa sudah selesai, Ma."
Mama hanya meliriknya sekilas.
"Terus?"
"Aksa antar mama pulang."
"Lah, siapa yang mau pulang? Orang mama mau disini seminggu."
"Ma-mama mau disini seminggu?"
"Biasa aja kali, Sa. Emang kenapa sih? Mama juga di rumah sendirian. Papamu lagi dinas di luar kota."
Aksa menatap ke arah Laras. Tapi yang dituju cuek.
"Kamu gak ngebolehin mama nginep?" Mama memasang wajah kecewanya.
"Bukan gitu, Ma."
"Terus?"
Aksa mendesah pelan. Mengukir senyum tipis.
"Gak papa, Kok, Ma. Kalau begitu," Aksa beranjak dari duduknya. "Aksa ke kantor dulu."
Aksa meraih jas dan tasnya. Tanpa dia sadari, Laras ikut berdiri dan menghampirinya. Pria itu terkejut dengan improvisasi tiba-tiba dari gadis itu. Laras tengah membenarkan dasinya.
"Aih, so sweetnya kalian ... Mama aja sekarang jarang loh, begitu sama papa."
Aksa hendak menjawab, tapi didahului Laras.
"Hehe ... Udah kesepakatan kita kok, Ma. Pokoknya sebelum berangkat, Bunga harus meneliti penampilan mas Aksa. Tadi ngeliat dasinya agak menceng, jadi Bunga benerin deh."
Aksa menatap tak percaya. Bunga benar-benar berubah. Harus Aksa akui, Bunga yang ini lebih berani dibanding sebelum kepalanya terbentur. Aksa bahkan harus berhati-hati dengan Bunga versi yang sekarang.
"Wah, bagus dong. Mama jadi seneng liatnya. Kalian romantis sekali."
Laras bahkan tertawa kecil. Tawa yang tak seperti biasanya. Manis. Tanpa sadar, Aksa memandang lekat gadis di depannya itu.
"Nah, udah rapi," senyumnya, menepuk lembut dada Aksa.
Cup ~
Netra Laras membulat. Gerakannya menepuk dada pria itu terhenti. Darahnya tersirap. Di luar dugaan .... Aksa menempelkan benda kenyal nan hangat di keningnya. Aksa menciumnya lembut.
"Aku berangkat dulu." Berikut usapan lembut di kepalanya. Laras sampai tersirap. Mematung di tempat. Netranya tanpa sadar memandang punggung tegap yang melangkah keluar itu.
"Emm .... Romantisnya ...."
Lamunannya tersadar. Laras menggeleng. Bisa-bisanya dia baper. Dia yang memulai, dia juga yang terbuai suasana. Laras segera kembali ke kursinya.
"Mama jadi iri deh, ngeliat kalian, jadi inget masa-masa muda. Hihi."
Laras tersenyum canggung. Kembali menyantap makanannya dengan perasaan tak karuan.
Jangan ...
Jangan sampai dia jatuh dalam permainannya sendiri.
.
.
Hari ini Aksa pulang sesuai jadwal biasa. Dia heran dengan keadaan rumah yang sepi.
"Mama kemana, Bi?" tanyanya pada Bi Imah.
"Nyonya sama non Bunga keluar, Mas."
"Keluar kemana, Bi?" Aksa mengerutkan dahi. Sedekat mamanya dan Bunga, selama ini gak pernah mereka keluar bareng.
"Waduh, bibi mah kurang tahu, Mas Aksa. Tapi tadi dianterin sama pak Andi."
Pak Andi, supir keluarga di rumah mamanya.
Aksa manggut-manggut. Setidaknya dia tak perlu khawatir. Mereka pergi dengan orang terpercaya.
Aksa ke kamarnya, mandi.
Jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Tapi belum ada tanda-tanda mama dan Laras pulang. Aksa sengaja menunggu di balkon sambil mengerjakan pekerjaannya. Pria itu meletakkan laptopnya, meraih kopi dan menyesapnya. Netranya terarah ke gerbang. Kembali memeriksa ponselnya. Terakhir yang dilihat adalah status mamanya. Itu aja dia lihat jam setengah enam tadi. Mamanya mengupload fotonya dengan Laras. Terlihat akrab. Status yang sama dengan yang diupload Laras. Aksa mengetuk kolom komentar, hendak mengetik balasan. Namun urung. Pria itu masih mempertahankan harga dirinya. Palingan juga bentar lagi pulang, pikirnya. Pria itu meletakkan ponselnya kembali. Menatap malas laptopnya. Hilang selera dengan pekerjaannya.
Drtd ... Drtd ....
Aksa menyambar cepat ponselnya. Mama.
"Halo sayang. Kamu sudah pulang kan?" mama langsung berbicara disana.
"Hmm. Iya, Ma."
"Jemput mama sama Bunga, ya."
"Memang mama dimana?"
"Mama lagi di mall sama Bunga. Tadi pak Andi mama suruh pulang duluan, soalnya kita mau jalan-jalan lama. Sekarang kamu yang jemput kita ya?"
Aksa hendak menjawab, tapi langsung disambar mamanya. "Pokoknya mama gak nerima penolakan ya. Cepetan. Kita tunggu."
Telpon dimatikan sepihak.
Aksa mengela napas panjang. Tanpa membuang waktu, dia gegas ke dalam. Menyambar jaket dan kunci mobilnya. Menuju lokasi yang dikirim mamanya.
.
.
"Seru kayaknya, ya, Bung. Mama udah lama loh gak kesana."
Aksa menyesal berada di tengah-tengah wanita ini. Dia kira setelah menjemput, mereka langsung pulang. Ternyata nemu ide lain. Saat perjalanan pulang, mereka melewati pasar malam. Salahkan saja dirinya yang lewat jalan sini.
"Mama terakhir ke pasar malam pas masih pacaran sama papa. Sampek berapa tahun loh, gak pernah ke pasar malam lagi. Kasian banget kan, mama."
Laras tertawa. Dan Aksa menepuk dahinya saat Laras menyetujui ide mamanya. Terpaksa dia membelokkan mobilnya ke parkiran pasar malam. Jangan ditanya seberapa ramainya. Jelas sangat ramai. Tanpa menunggu dirinya, dua wanita beda generasi itu langsung ngacir meninggalkan dirinya. Aksa menyusul kemudian. Menyusul dengan langkah yang lebih santai. Dia hanya bertugas mengawasi.
Lihatlah, bahkan mamanya lebih bersemangat dibanding dirinya. Mamanya dan Laras seperti teman seumuran. Bahkan sampai bersuit untuk menentukan wahana mana yang akan dicoba. Aksa tidak tahan untuk membiarkan momen itu begitu saja. Mengarahkan kamera ke objek yang menarik perhatiannya itu. Sudut bibirnya terangkat tipis. Entah dia sadar atau tidak. Aksa memilih duduk di salah satu kursi. Sambil mengamati keduanya.
"Haha. Curang Bunga mah. Harusnya mama yang duduk di tengah."
Mereka tertawa-tawa sambil berjalan ke arah Aksa.
Laras tertawa. "Kan siapa cepat dia dapat, Ma."
"Iya deh. Bilang aja kamu takut ketinggian."
"Ih, mana ada. Mama kali. Mama loh tadi teriak-teriak sambil mencengkram tangan Bunga. Haha."
"Haha. Itu karna mama udah lama gak naik bianglala. Kaget aja tadi tuh."
Mereka duduk di sebelah Aksa. Aksa menyodorkan air mineral pada mamanya. Dan satunya pada Bunga. Gadis itu menerimanya, tapi tanpa melihat Aksa. Dia sedang asyik bercanda dengan mamanya. Tawanya terhenti saat tangan Aksa mengusap keningnya.
"Keringetan," ujar Aksa singkat. Untung saja Laras gak kesedak minuman. Dia seketika salah tingkah. Lagian, ngapain Aksa tiba-tiba nyeka keringatnya coba. Bikin suasana jadi canggung aja.
"Em ... Nyo-nyoba rumah hantu yuk, Ma," ajaknya pada sang mama, mencoba mengalih kegugupan. "Kayaknya seru tuh," tambahnya, memaling pandang ke rumah hantu, di pojok kanan.
"Kamu aja deh. Mama capek teriak-teriak tadi. Aksa, sana temenin."
Lah, kok malah Aksa?
"Eng ... Gak usah aja deh, Ma."
"Loh, kenapa? Gak papa. Kalian aja. Mama tunggu disini."
Laras menggigit bibir bawahnya. Memandang Aksa. Tapi yang ditatap santai saja.
"Ayo. Buruan."
Aksa berdiri lebih dulu. Mau tak mau, Laras menyusul.
"Lama," tukas Aksa pelan. Tapi bukan itu yang membuat Laras terkejut. Melainkan saat merasakan tautan di jemarinya. Dia sampai mematung beberapa detik. Memandang jemari mereka.
"Malah melamun. Ayo."
Laras terkesip. Aksa membawanya ke rumah hantu. Suara-suara khas menyeramkan terdengar makin nyaring. Nuansa yang membangkitkan bulu kuduk.
"Masuk sendiri saja."
Laras mengerutkan dahi. Aksa membuang pandangannya ke arah lain.
"Lah, kamu?"
"Malas."
"Lah, gimana, sih. Katanya mau nemenin," protesnya.
Aksa tak menjawab.
"Kenapa? Lo takut ya?" tebak Laras. Menyelidik.
"Kata siapa? Enggak." Tapi tingkahnya menunjukkan iya.
Laras menyeringai tipis. "Bilang aja, kalau takut," ujarnya, seraya menghampiri loket karcis. Agak kesal juga sih. Gayanya aja mau nemenin, tapi nyatanya disuruh masuk sendiri.
"Buat berapa, mbak?"
"Sa ...."
"Dua."