Cinta yang datang dan menetap di relung hati yang paling dalam tanpa aba-aba. Tanpa permisi, dan menguasai seluruh bilik dalam hati. Kehadiran dirimu telah menjadi kebutuhan untukku. Seolah duniaku hanya berpusat padamu.
Zehya, seorang gadis yang harus bertahan hidup seorang diri di kota yang asing setelah kedua orang tuanya berpisah. Ayah dan ibunya pergi meninggalkan nya begitu saja. Seolah Zehya adalah benda yang sudah habis masa aktifnya. Dunianya berubah dalam sekejap. Ayahnya, cinta pertama dalam hidupnya, sosok raja bagi dunia kecilnya, justru menjadi sumber kehancuran baginya. Ayahnya yang begitu sempurna ternyata memiliki wanita lain selain ibunya. sang ibu yang mengetahui cinta lain dari ayahnyapun memutuskan untuk berpisah, dan yang lebih mengejutkan lagi, ternyata Zehya bukanlah anak kandung dari wanita yang selama ini Zehya panggil ibu.
Siapakah ibu kandung Zehya?
yuk, ikuti terus perjalanan Zehya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yunacana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menetap
Hari-hari yang Zehya lalui di Put Garten sangatlah menyenangkan. Gadis itu melakukan banyak hal, mulai dari berkebun, belajar memasak bersama Rose, Memanen buah-buahan liar yang ada di sepanjang jalan setapak yang menuju Kap Artona, bermain bersama anak-anak kecil yang tinggal di sekitar rumahnya, berenang di pantai dan tentu saja berburu makanan enak dan juga melukis.
Karena kebahagiaan yang mengelilinginya, Zehya sudah banyak menyelesaikan lukisan barunya. Lukisan-lukisan itu berjejer dengan rapi di ruangannya. Siap untuk di jual, dan sebagian dia kirim ke Indonesia untuk menjadi koleksi baru di galerinya.
Sudah beberapa hari ini desa mereka kedatangan kontraktor. Mereka membangun sebuah rumah berukuran sedang di atas lahan kosong di samping rumah Zehya. Para warga berkata bahwa mereka akan kedatangan anggota baru setelah rumah itu siap untuk di huni.
Jujur, sebenarnya Zehya agak sedih ketika lahan kosong itu mulai di pagar oleh seng dan di garap. Karena salah satu tempat yang menyediakan buah beri liar dan anggur muscat liar harus dia relakan untuk menjadi rumah tetangga barunya.
Tapi Zehya langsung kembali bersemangat setelah menemukan pohon beri liar yang tumbuh subur di belakang bukit saat pulang dari Kap Artona tempo hari.
Gambar di atas sebagai ilustrasi ketika Zehya tengah berada di ruangannya. (Gambar saya ambil dari Google, yaaa)
Rose menerima panggilan dari Bagas, Ayah dari Nona mudanya. Rose segera beranjak dari duduknya dan berjalan mendekati ruangan Zehya yang tertutup rapat.
" Tok!Tok!"
" Nona boleh saya masuk?" Tanya Rose setelah mengetuk pintu ruangan sang nona.
" Iya. Masuklah Rose!" Terdengar jawaban dari dalam. Rose membuka pintu dan mendapati sang nona tengah melukis. Rose melangkahkan kakinya menghampiri Zehya.
" Nona, Ada panggilan dari Tuan Bagas." Rose memberikan ponselnya pada Zehya. Gadis itu lekas meletakkan kuasnya dan menerima ponsel Rose.
" Halo Ayah, " Zehya menyapa Ayahnya setelah ponsel milik Rose sudah menempel di telinga kirinya.
" Hai. Sayang. Kenapa nomormu tidak bisa di hubungi? "
Terdengar suara khawatir Bagas dari sebrang sana. Zehya merogoh saku roknya dan menarik benda pipih yang ada di sana. Rupanya ponselnya mati karena kehabisan daya.
" Habis daya, Ayah. Aku akan mengisinya nanti." Zehya menjelaskan pada Ayahnya. Helaan nafas panjang Bagas terdengar hingga ke telinga Zehya.
" Ada apa, Ayah? Pasti terjadi sesuatu di sana," Zehya bertanya dengan tegas.
" Nenekmu meninggal pagi tadi di rumah sakit karena penyakitnya. Ayah tahu kalian tidak terlalu dekat. Tapi Ayah harap kamu mau pulang untuk memberikan sedikit perhatianmu untuk Buna dan keluarga besarnya."
Kabar yang baru saja Ayahnya berikan membuat Zehya tertegun. Lalu Zehya diam cukup lama.
"Sayang? "
Suara Ayahnya menyadarkan Zehya dari keterdiamanya.
" Ayah, kami butuh waktu kurang lebih sembilan belas jam untuk sampai di Jakarta. Mungkin Zehya akan sampai di rumah duka tanpa sempat menemui nenek." Zehya menjawab sekenanya.
" Pulanglah... Ayah juga sangat merindukanmu. Kami merindukanmu, Sayang. Sudah sangat lama kamu tidak pulang. "
" Ayah, akhir tahun lalu kita baru saja bertemu, dan itu belum ada satu tahun," Zehya memutar bola matanya malas. " Dan kita hampir setiap hari bertukar pesan."
" Tetap saja, Zehya. Ayah ingin memelukmu."
Setelah diam beberapa saat, Zehya akhirnya memutuskan untuk pulang besok.
" Baiklah. Besok aku akan pulang. "
" Kabari Ayah terus, okey?"
" Okey"
" Ayah menyayangi Zehya"
" Zehya juga sayang Ayah."
Zehya menyudahi percakapan dengan Ayahnya, dan menyerahkan kembali ponsel Rose yang langsung di terima oleh pengawalnya.
" Saya akan segera memesankan tiket dan bersiap Nona."
" Ya. Pergilah Rose."
Rose menunduk dan meninggalkan Zehya yang kembali memegang kuas dan melanjutkan lukisannya.
...****************...
Keesokan harinya. Zehya dan Rose pulang ke Indonesia dengan penerbangan pertama hari itu. Di sepanjang perjalanan, Zehya terus teringat akan semua kenangan buruk yang di berikan sang nenek padanya. Hingga merusak moodnya. Rose yang tidak mengerti apa yang terjadi pada Zehya di masa lalu hanya mengira bahwa Nona mudanya tengah di landa kesedihan karena meninggalnya sang nenek.
Jika saja Rose tahu apa yang terjadi pada Zehya dulu. Sudah di pastikan bahwa dia akan melarang Zehya kembali ke Indonesia. Alih-alih membiarkan Nonanya pulang, Rose malah akan mengajak Zehya berkeliling Jerman dan berburu makanan lezat. Sayangnya Rose tidak tahu.
Mereka berdua harus transit di beberapa kota sebelum akhirnya tiba di bandara Soekarno Hatta pada jam empat pagi.
Maher dan Jonathan yang menjemput mereka terlihat sangat mengantuk. Zehya terkekeh mendapati kakak sepersusuannya itu. Ya, bukannya menghubungi Bagas, Zehya malah memilih untuk meminta Maher untuk menjemput dirinya di Bandara
" Zehya!" Panggil Maher sembari berlari mengejar Zehya. Keduanya saling berpelukan dengan hangat. Tak bisa di pungkiri, mereka berdua memiliki kemiripan baik dari wajah hingga perawakan tubuh mereka. Sehingga banyak orang yang mengira keduanya adalah saudara kembar.
" Hai, Rose. " Sapa Maher setelah melepaskan pelukannya pada Zehya. Rose mengangguk sopan.
" Kenapa harus subuh begini kamu sampai? Kau harus tahu. Papa sudah menyuruhku pergi ke sini sejak jam tujuh malam!" Maher mendumel dengan tangan menggandeng Zehya.
" Papa selalu berlebihan, Haha..." Zehya tertawa membayangkan keributan di rumah Reyhan semalam.
" Belum lagi kalau Ayahmu tahu kamu sudah sampai." Maher menambahkan.
" Aku akan pulang ke rumah Papa sekarang. Aku rindu Ibu dan si kembar." Mereka kini telah duduk di dalam mobil yang di kendarai oleh Jonathan.
" Lihat, Mereka memenangkan olimpiade matematika kemarin!" Seru Maher sambil memamerkan poto adik kembarnya pada Zehya.
" Waw! Aku bangga pada mereka. " Zehya memandangi poto dua remaja lelaki yang mengangkat piala dan medali di layar ponsel Maher dengan mata berbinar. " Aku jadi semakin tidak sabar bertemu mereka."
" Mereka juga sudah tidak sabar bertemu denganmu Zehya. Jika Mama dan Papa tidak melarang, pasti mereka disini sekarang. Yah, mereka harus sekolah nanti pagi."
" Ibu memang sangat keras tentang pendidikan."
" Oh, ya. Cepat katakan padaku negara mana yang kamu tinggali sekarang? Aku membuat taruhan dengan Axcel. " Zehya terkekeh mendengar penuturan Maher.
" It's Always. Kenapa kalian selalu bertaruh seperti itu?" Zehya menoleh pada Maher dengan mata menyipit. Maher tertawa riang.
" Karena itu menyenangkan."
" Put Garten, Rugen." Tiba-tiba Zehya menyebutkan dimana dia tinggal sekarang. Maher terdiam, matanya menyorot wajah Zehya yang tersenyum penuh arti.
Dulu, Zehya pernah berkata: Jika aku mengatakan dimana aku tinggal sebelum pindah ketempat lain, berarti aku sudah memutuskan untuk menetap dalam jangka waktu yang tidak di tentukan.
Hanya satu tempat yang pernah Zehya beritahukan padanya dan Axcell, dimana dia tinggal, yaitu Swiss. Dan Adiknya ini tinggal di sana selama tiga tahun.
" Jerman?" Akhirnya Maher bisa mengendalikan dirinya. Zehya mengangguk.
" Bolehkah aku dan Axcel berkunjung ?" Maher bertanya dengan hati-hati. Pasalnya adiknya ini sama sekali tidak mau di datangi. Seolah dia menyimpan rahasia di tempat tinggalnya.
" Tunggu aku membuatkan kamar untuk kalian. " Jawaban Zehya yang di luar kebiasaannya itu semakin membuat Maher merinding.
" Sepertinya kamu akan tinggal disana dalam waktu yang lama". Zehya tersenyum sangat manis saat mendengar gumaman Maher.
Percakapan mereka berdua tidak berhenti, sampai mobil yang mereka tumpangi terparkir di depan Mansion milik Reyhan yang ada di Jakarta. Mereka membahas banyak hal, menceritakan kejadian bahkan dari hal sepele.
Mansion Papa Rey