Ini adalah kisah perjalanan seorang mafia italia yang bernama Ken dari keluarga Gatto salah satu keluarga mafia kelas kakap yang ada di italia,lika liku kehidupan gelap mafia ia jalani menjadi mesin pembunuh terbaik di keluarga Gatto,awal mula ketika ia diculik oleh sindikat perdagangan manusia di korea dan ia dibawa ke italia untuk dijadikan pekerja paksa namun siapa sangka ketika ia mencoba kabur dari sindikat tersebut ia bertemu dengan bos mafia di sana.Ken pun menjadi anak angkat bos mafia yang bernama Emilio itu.ia disekolahkan dan didik menjadi mesin pembunuh yang kejam hingga tidak ada satupun di dunia mereka yang tidak mengenal seorang Ken,orang yang kejam,berdarah dingin,diskriminatif dan berani itu menjadi pembunuh nomor satu di italia,bahkan namanya tidak hanya terkenal di keluarga mafia yang ada di italia saja,keluarga keluarga mafia dari berbagai belahan dunia mengenal baik nama seorang Ken
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gatto Pieno, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 23
Dalam perjalanan, Ken berusaha menenangkan diri dan mengontrol emosinya agar ia dapat berpikir dengan jernih. Ketika dirasa hatinya sudah tenang, ia mulai menyusun ulang strateginya.
“Saat ini musuh telah melancarkan serangan duluan. Melihat kondisi itu, kita akan berpencar. Aku akan menurunkan lima sniper dalam radius dua kilometer dari titik koordinat, dan sisanya kalian ikut aku menemui pasukan keluarga Treito. Apa kalian paham?” Ken menjelaskan strateginya.
“PAHAMM.” jawab pasukan Elite keluarga Bratstvo serempak.
“Bagus, aku percaya pada kalian. Jika ada situasi genting, langsung hubungi aku melalui ini.” Ken memberikan alat komunikasi pada mereka.
Sesampainya di kota Celaya, lima orang sniper langsung berpencar ke tempat yang telah ditentukan oleh Ken, dan sisanya berangkat ke titik koordinat yang diberikan oleh pasukan keluarga Treito.
“Ke mana titik koordinat ini tertuju?” tanya Ken.
“Titik koordinat ini menuju ke pabrik tua, tuan.” jelas salah satu dari mereka.
“Instingku berkata ada yang salah, kita ubah rencananya.” ucap Ken.
Sesampainya Ken di pabrik tua itu, ia masuk sendirian ke dalam sana. Ia melihat pabrik itu kosong, tidak ada siapapun di dalamnya.
“Ternyata instingku benar,” ucapnya dalam hati.
POK..POK..POK terdengar suara orang bertepuk tangan.
“Kukira akan banyak orang yang akan datang ke sini, ternyata hanya seorang pria bermata sipit.” ucap seorang di belakang Ken.
Ken langsung melihat ke belakangnya, ternyata sudah ada sekitar seratus orang keluarga El Pablo mengepungnya dari segala arah. Sekitar empat puluh orang bersenjata api, dan sisanya menggunakan senjata tajam. Tepat di depan mereka, seorang pria berkacamata hitam dengan tato di seluruh badannya berdiri paling depan menghisap rokoknya.
“Kau bawa ke mana orang-orangku?” ucap Ken dengan dingin pada pria berkacamata hitam itu.
“Ohh, ternyata kau salah satu dari mereka,” ucap pria itu. “Kami tidak sengaja membantai mereka semua.” Pria itu tertawa, diikuti anak buahnya.
“Kalian salah berurusan denganku,” ucap Ken menatap tajam kepada pria berkacamata hitam itu.
“Apa kalian dengar, pria sipit ini mengancam kita,” pria itu tertawa lagi, diikuti yang lain. “Bawa ia kemari, biar kubuat mata pria itu terbuka lebar,” ucap pria itu pada anak buahnya.
Dua orang langsung mendekat ke arah Ken. Ketika mereka berdua ingin menyentuh tubuh Ken, tiba-tiba saja:
BUUK…BUKKK
Kedua pria itu pingsan di tempat, terkena pukulan Ken. Melihat rekan mereka pingsan, semua orang yang ada di sana mengeluarkan senjata mereka.
“Tidak bisakah kau menurut, sipit? Apa kau tidak sadar posisimu saat ini?” ucap pria berkacamata hitam itu.
“Aku sangat sadar dengan posisiku, justru kalian yang tidak sadar posisi kalian,” ucap Ken menatap tajam pria itu.
“Kau harus kuhajar dulu baru mengerti.” Pria berkacamata itu mengeluarkan pistol dari balik jaketnya.
Belum sempat pria itu menembak, tiba-tiba saja:
ARRGHHHHH………. terdengar suara teriakan dari belakang anak buah itu. Ternyata salah satu dari mereka tertembak oleh sniper pasukan elite keluarga Bratstvo.
“Bukankah sudah kuperingatkan, kalian salah berurusan denganku,” ucap Ken sambil menyeringai sombong.
“PENGECUT KAU, BERANI SEKALI KAU MEMBAWA SNIPER KE SINI!” teriak pria berkacamata hitam.
“Dari awal yang pengecut itu kalian, bagaimana mungkin orang sebanyak kalian ingin melawan aku yang sendirian ini?” Ken menatap sekelilingnya.
“TEMBAK DIA..” perintah pria berkacamata itu.
Dengan serempak mereka mulai menembaki Ken dengan senjata api di tangan mereka. Cepat-cepat Ken bersembunyi di balik tembok agar tidak terkena tembakan dari mereka.
“Sniper masuk, waktunya kalian beraksi,” ucap Ken dari balik alat komunikasinya.
“Baik tuan, perintah kami terima.” jawab pasukan elite keluarga Bratstvo.
Satu persatu anggota keluarga El Pablo berjatuhan. Mereka tidak bisa menandingi kecepatan Ken saat bergerak, apalagi mereka dibuat kerepotan oleh sniper yang ada di pihak musuhnya itu. Baru kali ini mereka melihat musuh yang kecepatannya sulit ditandingi.
“TARGETKAN PRIA BERMATA SIPIT ITU, KEPUNG DIA DARI SEGALA ARAH JANGAN BIARKAN IA LOLOS.” teriak pria berkacamata itu memerintah anak buahnya.
Anggota keluarga El Pablo mulai bergerak secara sistematis. Mereka mulai serius menargetkan Ken. Melihat dirinya di pojokkan, Ken berlari menuju salah satu lorong sempit yang ada di sana. Tanpa pikir panjang, para anggota keluarga El Pablo mengejar Ken ke arah lorong itu.
“Kemana kau akan lari lagi, hah?” ucap pria berkacamata itu.
“HA…HA..HA.. siapa yang bilang aku akan berlari,” ucap Ken sambil tertawa. “Aku sengaja membawa kalian ke sini,” ucap Ken menatap tajam orang-orang di depannya.
“Apa maksudmu?” ucap pria berkacamata itu.
“Apa kalian tahu strategi Thermopylae milik pasukan Spartan? Aku akan menghabisi kalian dengan strategi itu,” Ken memberitahu mereka terang-terangan.
Bagi kalian yang belum tahu, strategi Thermopylae adalah strategi milik bangsa Spartan, strategi yang digunakan dengan jumlah musuh yang lebih banyak pada area ruang yang sempit, untuk membatasi jumlah gerak lawan, agar dapat menyerang lawan dengan leluasa.
Ken mengeluarkan pisau kecilnya. Ia melompat menerjang pertahanan mereka, satu persatu pembuluh darah arteri mereka Ken sayat dengan pisau kecil kesayangannya. Anggota keluarga El Pablo tidak bisa menembak Ken karena takut mengenai rekan mereka yang ada di depan mereka.
“BAJIN*AANNN” teriak pria berkacamata itu.
Ken masih membabi buta pihak musuh. Posisinya saat ini sangat menguntungkan dirinya. Ia yang hanya sendirian melawan banyak orang di lorong yang sempit membuat ia sulit digapai oleh peluru.
Dalam waktu yang singkat, Ken dapat mendominasi pertempuran itu tanpa pertolongan dari pasukan elite keluarga Bratstvo. Namun, disaat keadaan mulai ia kendalikan, pria berkacamata itu menembak Ken dari atas pipa pabrik tua. Ken yang tidak siap menerima serangan dadakan terluka tepat di bahunya oleh peluru. Perlahan pergerakan Ken melambat akibat luka yang diterimanya. Ia tidak bisa menghubungi pasukan elite keluarga Bratstvo karena alat komunikasinya rusak terkena serangan musuh.
Ia berusaha melarikan diri dari lokasi pertempuran, namun ia dihadang banyak anggota keluarga El Pablo.
“Mana kesombonganmu tadi, sipit?” ucap pria berkacamata itu.
Ken hanya diam membaca situasi. Saat ini tak banyak yang dapat ia lakukan. Pendarahan di bahunya lumayan parah. Ia menyadari saat ini posisinya sangat berbahaya. Salah langkah sedikit, bisa-bisa peluru menembus kepalanya.
“APA KAU AKAN MENYERAH, KUCING GARONG?” seseorang berteriak dari belakang pasukan El Pablo.
“Akhirnya datang juga orang gila itu.” Ken tersenyum.
Anggota keluarga El Pablo serempak mundur melihat Argus. Mereka tahu eksistensi kekuatan yang dimiliki oleh Argus, apalagi ia adalah tangan kanan dari Fabio.
Anggota keluarga El Pablo terlihat bingung mendengar ucapan Argus barusan.
“Aku datang ke sini sebagai diriku sendiri, bukan bawahan Fabio. Jadi jika kalian ingin melawanku, akan ku terima dengan sepenuh hati,” Argus menunjuk anggota keluarga El Pablo dengan jari telunjuknya.
“Hei kucing garong, apa kau bisa membantuku?” Argus tersenyum menatap Ken. Selama ini yang berani memanggil Ken dengan sebutan seperti itu hanya Argus seorang. Ken terima-terima saja dipanggil demikian karena hanya Argus seorang yang mampu menandinginya dalam bertarung.
“Sepertinya kau bersenang-senang dari tadi, kau hanya menyisakan sedikit orang untukku.” Argus terkekeh.
Ken hanya tersenyum mendengar ocehan Argus itu.
“Kukira kau tidak jadi datang, orang gila,” ucap Ken.
“Aku habis ada urusan,” Argus beralasan.
“Maaf aku selalu merepotkanmu,” Ken berdiri di samping Argus menghadap para anggota keluarga El Pablo. Mereka berdua memasang ancang-ancang untuk menyerang.
Saran, lanjut thor, semangatt