NovelToon NovelToon
LEGENDA PENDEKAR DEWA API ( LPDA )

LEGENDA PENDEKAR DEWA API ( LPDA )

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Ilmu Kanuragan
Popularitas:31.1k
Nilai: 5
Nama Author: Fikri Anja

Seorang anak terlahir tanpa bakat sama sekali di dunia yang keras, di mana kekuatan dan kemampuan ilmu kanuragan menjadi tolak ukurnya.

Siapa sangka takdir berbicara lain, dia menemukan sebuah kitab kuno dan bertemu dengan gurunya ketika terjatuh ke dalam sebuah jurang yang dalam dan terkenal angker di saat dia meninggalkan desanya yang sedang terjadi perampokan dan membuat kedua orang tuanya terbunuh.

Sebelum Moksa, sang guru memberinya tugas untuk mengumpulkan 4 pusaka dan juga mencari Pedang Api yang merupakan pusaka terkuat di belahan bumi manapun. Dialah sang terpilih yang akan menjadi penerus Pendekar Dewa Api selanjutnya untuk memberikan kedamaian di bumi Mampukah Ranubaya membalaskan dendamnya dan juga memenuhi tugas yang diberikan gurunya? apakah ranu baya sanggup menghadapi nya semua. ikuti kisah ranu baya hanya ada di LEGENDA PENDEKAR DEWA API

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fikri Anja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 32

Ranu menolehkan kepalanya ke belakang dan melihat seorang lelaki tua yang memakai pakaian putih dan memiliki rambut putih panjang yang tergelung ke atas kepala.

"Kakek siapa? Lalu kenapa kakek bisa mengenalku" tanya Ranu dengan sopan.

Lelaki tua tersebut tersenyum penuh arti, "Kau boleh memanggilku Kakek Barada! Kau tidak perlu tahu kenapa aku bisa tahu namamu. Yang pasti, aku tahu kau adalah sang terpilih yang akan mengemban tugas besar yang belum dituntaskan Pendekar Dewa Api!"

"Tugas besar yang belum dituntaskan Pendekar Dewa Api?" Ranu mengernyitkan dahinya. "Aku tidak mengerti apa maksud Kakek, tolong Kakek jelaskan!"

"Ranu, aku tidak bisa menjelaskannya sekarang. Ada saatnya nanti seseorang akan menjelaskannya kepadamu, setelah kau mengumpulkan empat pusaka terkuat yang saat ini terpencar. Dan yang kau bawa itu, Pedang Segoro Geni, dia yang akan menuntunmu untuk menemukan 3 pusaka lainnya."

"Tapi bagaimana dengan Dewi, Kakek? Aku harus mengantarkannya lebih dahulu menuju Kuil Keabadian."

"Tubuh Murni gadis itu menjadi incaran para pendekar aliran hitam. Dan energi yang dipancarkannya akan membuatmu menghadapi tantangan demi tantangan sebelum mencapai gunung Arjuno."

"Lalu apa yang harus aku lakukan, Kek?"

"Kamu harus bisa mengalahkan mereka yang nanti akan menghadangmu di depan sana sebelum mencapai gunung Arjuno."

"Kalau cuma itu aku juga tahu. Kakek Winara sudah memberi tahu kepadaku," ucap Ranu sedikit kesal.

"Kamu itu ... di dunia nyata dan di dunia mimpi ternyata sama saja sifatmu. Ngomong tanpa disaring terlebih dahulu!" ucap Resi Barada menggelengkan kepalanya.

"Memangnya mau menyeduh teh pakai disaring dulu," ucap Ranu dalam hati.

"Aku tahu apa yang kau katakan dalam hatimu baru saja," ucap Empu Barada sambil tersenyum.

Ranu langsung menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Dia merasa malu karena hatinya di baca oleh lelaki tua di hadapannya tersebut

"Kembalilah ke tubuhmu dan antarkan gadis kecil itu sampai selamat di Kuil Keabadian."

Selesai berucap, Empu Barada tiba-tiba menghilang dan Ranu kemudian terbangun dari tidurnya. Dipandanginya wajah Dewi yang sedang terlelap dalam tidurnya dengan seksama. "Apa yang membuat tubuhmu begitu istimewa, adikku?" ucapnya pelan.

Karena tidak tega membangunkan Dewi yang sedang tidur pulas, Ranu menunggu sampai Dewi bangun dari tidurnya.

Sambil menunggu Dewi bangun, Ranu mencoba mengusir kebosanan dengan mengajak bicara Geni. Namun, makluk api tersebut tidak menanggapi ucapan Ranu

"Geni, kau dimana?"

"Geni...?"

Setelah menunggu beberapa saat dan tak mendapat jawaban dari Geni, Ranu pun mencoba mengingat kembali mimpi hang baru saja didapatkannya. Tak lama kemudian dilihatnya Dewi menggeliat lalu bangun dari tidurnya.

"Kau sudah bangun rupanya, ayo kita turun! Kita cari makan di depan."

Dewi mengangguk lalu menguap dengan lebar.

"Kalau menguap itu ditutupi! Nanti kalau kakak terhisap masuk ke perutmu bagaimana?" Ranu menggoda Dewi sambil memencet hidung gadis kecil tersebut.

Dewi tertawa lebar mendengar gurauan kecil Ranu. Entah kenapa, Dewi merasa Ranu begitu menyayanginya dan ingin membuatnya bahagia.

Samar-samar Ranu mendengar suara gemericik air dari tempatnya beristirahat. Dia menoleh ke sana kemari untuk mencari sumber suara air tersebut dan kemudian bangkit setelah melihat sebuah sumber air kecil yang keluar dari sebuah batu.

Di bawah sumber air tersebut, terdapat batuan kecil yang ditata sebegitu rupa hingga membentuk semacam kolam kecil sebagai bak penampung. Ranu berpikir sejenak, siapakah orangnya yang menata bebatuan tersebut di atas sebuah gunung?

Pemuda tanggung itu lantas minum sampai puas. Tak lupa dia juga mengisi wadah airnya sampai penuh, "Dewi, ke sinilah!"

Dewi berlari kecil mendekati Ranu.

"Sekarang cuci mukamu dan jangan lupa minum. Setelah itu kita turun dari gunung ini," perintah Ranu.

Gadis kecil itu mengangguk lalu mencuci mukanya sampai bersih. Setelah itu, dengan menggunakan kedua tangannya dia meminum air yang terasa begitu segar ketika melewati tenggorokan.

Dewi dengan riang naik ke punggung Ranu seusai minum di sumber air tersebut. Ranu lalu berdiri dan berjalan pelan.

Baru berjalan beberapa langkah, perasaannya merasakan ada hal yang janggal. Dia membalikkan badannya untuk melihat sumber air tadi.

Deg!

Jantung Ranu berdebar-debar tidak karuan.

Sumber air tersebut ternyata sudah menghilang.

Ranu yang tidak percaya dengan penglihatannya kemudian kembali untuk memastikan penglihatannya tidak salah.

Dan ternyata benar. Sumber air tersebut sudah menghilang setelah Ranu meraba batu yang bahkan tidak ada bekas airnya sama sekali.

Masih belum percaya dengan apa yang baru saja dialaminya, Ranu pun membuka wadah air yang tergantung di pinggangnya, "Ini masih ada isinya, kok aneh?" ucapannya bertanya-tanya dalam hati.

Tak mau berspekulasi macam-macam, Ranu kemudian berjalan dengan santai menuruni gunung penanggungan melewati jalur yang sama seperti saat dia naik.

Cukup lama Ranu menuruni gunung tersebut.

Wajar karena dia tidak menggunakan Ajian Saipi Angin miliknya. Dia ingin lebih menikmati udara segar yang ada di gunung itu.

Sambil berjalan, Ranu mengingat-ingat ucapan Empu Barada yang muncul di mimpinya, "Tugas yang belum selesai? Tugas apa? Kenapa kakek Winara tidak memberitahukannya padaku?" berondongan pertanyaan muncul di hatinya.

"Ranu, ada sesuatu yang akan terjadi di depan sana!" ucap Geni tiba-tiba.

"Kau dari mana saja? Aku panggil dari tadi tidak muncul-muncul? Apa kau habis mencuci baju? Mencangkul di sawah? Atau lagi nampang di perempatan?" berondong Ranu kesal.

"Pendekar gendeng! Aku ini makhluk istimewa. Tidak seperti manusia yang harus mencuci baju ataupun melakukan perbuatan yang kalian lakukan," sahut Geni.

"Cieee ... Sombong sekali kau! Baru juga berupa tubuh api sudah berlagak. Aku kencingi juga padam apimu," balas Ranu sambil tertawa.

"Baiklah kalau begitu, aku akan pergi lagi saja!"

"Eh... jangan ngambek begitu, Geni. Masa makhluk istimewa suka ngambek kayak lagi masa puber saja."

"Kau ini aku beritahu sesuatu malah becanda saja! Aku tadi sempat keluar karena tidak boleh masuk wilayah puncak Pawitra, dan aku merasa ada beberapa orang yang sudah menunggu kalian di depan sana!" tutur Geni menjelaskan.

"Bagaimana mereka bisa tahu kalau aku akan lewat daerah ini?" tanya Ranu penasaran.

"Dari awal mereka sudah tahu kalau gadis kecil itu akan di bawa ke Gunung Arjuno, dan satu-satunya jalan yang terdekat ya ... lewat jalan ini," jelas Geni.

"Apakah tidak ada jalan lain? Aku lelah jika harus bertarung terus. Belum lagi aku kuatir ketika pas bertarung, ternyata ada yang membawa lari Dewi. Pikiranku akan terbagi dan tidak fokus dalam pertarungan!"

"Kalau kau kuat berlari dalam jarak jauh sambil menggendong Dewi mungkin bisa jadi solusi. Masalahnya, cadangan tenaga dalammu belum mampu untuk itu!"

"Apakah gunung Arjuno masih jauh?"

"Kalau berlari menggunakan Ajian Saipi Angin, paling tidak satu minggu lagi kau sudah sampai di sana."

"Maaak... berarti kalau berjalan biasa, bisa sampai satu purnama lagi, bahkan lebih." Ranu menghela napas berat.

Setelah berpikir sejenak, Ranu memutuskan untuk tetap melewati jalan tersebut, namun dengan pertimbangan matang. Sebisa mungkin dia akan menghindari adanya pertarungan.

"Pertarungan akan membuatmu semakin kuat, Ranu. Bagaimana kau akan menuntaskan tugas yang belum diselesaikan Pendekar Dewa Api jika kau takut untuk bertarung?"

Suara Empu Barada tiba-tiba muncul dalam pikirannya.

"Bagimana kau akan menunaikan cita-cita dan harapan orang tuamu jika kau begitu lemah?"

"Aku tidak lemaah ...!" Ranu berteriak dengan keras sampai membuat Dewi kaget dan langsung menepuk pundaknya.

"Maaf jika membuatmu kaget, Dewi. Di depan ada kampung. Kita cari makan di sana!" ucap Ranu, ketika melihat dari kejauhan ada beberapa rumah yang berderet-deret.

Dewi mengangguk sambil tersenyum.

Ranu kemudian berlari dengan begitu cepat hingga tanpa terasa sudah sampai di luar sebuah kampung kecil. Sebentar dia berhenti untuk menurunkan Dewi dan kemudian berjalan memasuki kampung yang terlihat sepi.

"Kenapa tidak ada orang sama sekali," gumamnya dalam hati. Pikirannya merasa tidak enak, namun ditekannya. Mungkin penduduk kampung ini sedang ke sawah, pikirnya.

"Dewi, tidak ada warung makan sama sekali. Kita cari makan di kampung depan saja ya?"

Dewi mengangguk dan menunjukkan jempolnya sebagai isyarat bahwa dia menyetujui usulan Ranu.

Pemuda itu kemudian berjongkok dan Dewi langsung naik ke punggungnya. Baru berjalan 10 langkah, seorang lelaki tua melambaikan tangannya ke arah Ranu, "Ke sinilah, Nak."

Ranu mengangguk lalu mendekati lelaki tua tersebut, "Ada apa, Kek?"

"Masuklah dulu!" kata lelaki tua itu.

Tanpa rasa curiga sedikitpun, Ranu kembali menurunkan Dewi lalu mengajak gadis kecil itu masuk ke dalam rumah yang dindingnya terbuat dari anyaman bambu tersebut.

Setelah di dalam rumah, Ranu dan Dewi duduk di kursi kayu yang begitu unik bentuknya. Ranu bisa melihat jika kursi kayi tersebut terbuat dari bongkahan akar kayu jati yang dibentuk sedemikian rupa hingga menjadi sebuah kursi.

Lelaki tua tersebut kemudian menutup pintu rumahnya dan mengintip keluar melalui lubang jendela.

Ranu merasa heran dengan apa yang diperbuat lelaki tua pemilik rumah, "Ada apa, Kek?"

Lelaki tua itu menempelkan jari telunjuknya melintang di bibir agar Ranu diam. Setelah beberapa saat, lelaki yang terlihat sudah sangat uzur itu mendekati Ranu dan duduk di depannya.

1
◄⏤͟͞✥≛⃝⃕💞༄⍟Mᷤbᷡah⁴_Atta࿐🥑⃟
Meluncur 1 gift 🌹 dan Vote, Lanjut Up Thor ✍️✍️💪
Redy Ryan Little
Biasa
Redy Ryan Little
Kecewa
◄⏤͟͞✥≛⃝⃕💞༄⍟Mᷤbᷡah⁴_Atta࿐🥑⃟
Meluncur 6 gift 🌹 Semangat Thor 💪💪
◄⏤͟͞✥≛⃝⃕💞༄⍟Mᷤbᷡah⁴_Atta࿐🥑⃟
Lanjut Up Thor ✍️✍️💪💪
Jadi Orang
bunuh semua. bakar kuilnya. baru munculkan ranu. biar ranu menangis penuh penyesalan karena dia klayapan
Bai Xiaojiu
menarik .lanjut thor
◄⏤͟͞✥≛⃝⃕💞༄⍟Mᷤbᷡah⁴_Atta࿐🥑⃟
Meluncur 1 gift ☕ Semangat Thor 💪💪
◄⏤͟͞✥≛⃝⃕💞༄⍟Mᷤbᷡah⁴_Atta࿐🥑⃟
Lanjut Up Thor ✍️✍️💪💪
Bai Xiaojiu
sampai sekarang belum ada cincin atau tempat penyimpanan kah thor.masa bawa buntalan terus .
pembaca budiman
semangat kang author
◄⏤͟͞✥≛⃝⃕💞༄⍟Mᷤbᷡah⁴_Atta࿐🥑⃟
Meluncur 1 gift ☕ Semangat Thor 💪💪
◄⏤͟͞✥≛⃝⃕💞༄⍟Mᷤbᷡah⁴_Atta࿐🥑⃟
Lanjut Up Thor ✍️✍️💪💪
Bai Xiaojiu
knp tidak di cincin ruang serta hartanya Thor.atau memang dalam novel ni namanya cincin ruang.masa pikul segala
🥀⃟ʙʀRos🥀
tetap konsisten dlm update nya Thor biar makin semangat para pembaca nya
🥀⃟ʙʀRos🥀
semakin keren cerita nya tetap semangat thor
🥀⃟ʙʀRos🥀
semangat Thor 🙏🙏🙏
◄⏤͟͞✥≛⃝⃕💞༄⍟Mᷤbᷡah⁴_Atta࿐🥑⃟
Jooosss 👍
◄⏤͟͞✥≛⃝⃕💞༄⍟Mᷤbᷡah⁴_Atta࿐🥑⃟
Meluncur 5 gift 🌹 Lanjut Up Thor ✍️✍️💪💪
◄⏤͟͞✥≛⃝⃕💞༄⍟Mᷤbᷡah⁴_Atta࿐🥑⃟
Dukung Novel ini dengan cara: Like, Komen, Rate 🌟 5, Vote, Adds / gift 🌹/ gift ☕ Jooosss 👍👍💪💪
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!