Setelah lulus SMA, Syafana menikah siri dengan kekasihnya yang baru saja lulus Bintara TNI-AD. Sebagai pengikat bahwa Dallas dan Syafana sudah memiliki ikatan sah. Pernikahan itu dirahasiakan dari tetangga maupun kedinasan.
Baru beberapa hari pernikahan siri itu digelar, terpaksa Dallas harus mengikuti pendidikan selama dua tahun. Mereka berpisah untuk sementara.
"Nanti setelah Kakak selesai pendidikan dan masa dinas dua tahun, kakak janji akan membawa pernikahan kita menjadi pernikahan yang tercatat di secara negara," janji Dallas.
"Kak Dallas janji, harus jaga hati," balas Syafana.
Namun baru sebulan masa pendidikan, Dallas tiba-tiba saja menalak cerai Syafana. Syafana hilang kata-kata, sembari melepas Hp nya ke ubin, tangan Syafana mengusap perutnya yang kini sudah ditumbuhi janin. Tangis Syafana pecah seketika.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Deyulia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14 Syafa Sudah Menikah
Dallas meraih kantong kresek milik Syafa yang ketinggalan, ia bermaksud mengantarkan kantong kresek yang isinya buah-buahan dan kue-kue.
"Sepertinya Syafa membelikan oleh-oleh untuk ibu dan bapaknya," duga Dallas seraya melangkahkan kaki dengan pasti menuju depan rumah kedua orang tua Syafa yang dulu setelah perceraiannya dengan Dista, sering ia kunjungi demi mencari informasi tentang Syafana.
Lalu kini, tanpa sengaja Dallas bertemu Syafana di jalan, seolah semua usaha pencariannya selama ini, akhirnya berhasil juga. Allah sepertinya mengabulkan permohonannya yang sudah belasan tahun dia pinta.
"Aku akan antarkan kantong ini, semoga saja ini merupakan jalan untukku untuk bisa kembali bersama Syafana, itupun kalau Syafana masih sendiri," gumamnya berharap. Namun ketika membayangkan apabila Syafana sudah menikah, hancur sudah harapan Dallas.
Langkah kaki Dallas semakin mendekati teras rumah, ia berharap kehadirannya tidak membuat kedua orang tua Syafa marah seperti kedatangan sebelum-sebelumnya.
Lain dengan Syafana, setelah ia memasuki rumah dan disambut bahagia oleh kedua orang tuanya, Syafana langsung memasuki kamar. Dia termenung di dalam.
Bu Sarma yang sejak awal melihat Syafa murung, segera mengikutinya, ia merasa heran dengan putri semata wayangnya itu.
"Sya, kenapa. Tidak biasanya? Ada masalah apa tadi sebelum sampai rumah ibu? Apakah pelanggan baru belum bayar gaunnya?" tanya Bu Sarma khawatir.
"Tidak, Bu. Tidak ada masalah dengan pelanggan baru. Dia sudah membayar semua gaun." Syafa menjawab diakhiri helaan nafas berat.
"Lalu, ada masalah apa? Dan itu, kaki kanan kamu kenapa, ibu lihat jalannya sedikit pincang?" Bu Sarma langsung menatap kaki kanan Syafa yang tadi pincang. Semakin besar rasa khawatir Bu Sarma dengan keadaan Syafa seperti itu.
"Ini tidak apa-apa, Bu. Kemarin kaki kanan kena timpa body motor. Tapi, untungnya Saka segera memanggil tukang urut. Dan alhamdulillah sekarang sakitnya tinggal sedikit, tidak sesakit sebelum diurut," jelas Syafana.
"Ya ampun, kamu harus hati-hati Sya. Ibu tidak mau melihat kamu sakit seperti ini. Syukurlah kalau sekarang tidak terlalu sakit." Bu Sarma merasa lega mendengar pengakuan Syafa tentang kakinya yang kini tidak terlalu sakit seperti kemarin.
"Iya, Bu."
"Bagaimana kabar Saka, kenapa dia tidak ikut sekalian? Sudah lama ibu tidak bertemu cucu ibu," ungkap Bu Sarma rindu dengan Saka.
"Saka sibuk, Bu. Dia sedang mempersiapkan daftar tentara."
"Oh, ya? Saka mau daftar tentara? Kenapa cita-citanya justru sama persis dengan pekerjaan ayahnya? Ternyata buah itu benar-benar jatuhnya tidak jauh dari pohonnya. Dan Saka sepertinya mengikuti jejak ayahnya betul. Meskipun sekuat apapun kamu berusaha menghapus tanda atau jejak yang mengingatkan pada ayahnya, tapi ternyata Saka justru memperlihatkan bahwa dia anak seorang Dallas."
Bu Sarma menyudahi ucapannya dengan sedikit terdengar emosional. Syafa hanya mampu mengelus dada, berusaha menghalau bayang-bayang Dallas yang tiba-tiba kembali mengisi relung hatinya. Padahal mati-matian sejak 19 tahun lalu ia menanamkan rasa benci untuk Dallas. Tapi, kini setelah kurang lebih 19 tahun, Dallas justru hadir dalam hidupnya, membuat luka hati Syafa kembali menganga.
"Iya, Bu. Saka teguh dengan pendiriannya, dia ingin jadi tentara meskipun Syafa kurang setuju. Padahal kemarin Saka baru saja gugur dari tes tamtama, karena Saka tidak hadir saat tes wawancara," tutur Syafa lagi.
"Apa, Saka sebelumnya sudah daftar tamtama lalu gagal?" sentak Bu Sarma tidak percaya. Syafa mengangguk.
"Kalau memang sudah cita-citanya, kamu jangan coba-coba halangi keinginannya. Sepertinya keinginan Saka sudah tertanam sejak dia kecil, dan tidak bisa dihalau lagi. Karena darah ternyata lebih kental dari pada air," lanjut Bu Sarma seakan memperingatkan Syafana, bahwa sekuat apapun Syafana memisahkan Sakala dengan Dallas, hubungan darah yang mengalir dalam tubuh Sakala tidak bisa dipisahkan begitu saja.
"Syafa paham, Bu. Syafa memang sudah tidak bisa mencegah Saka untuk tidak mendaftar jadi tentara. Keinginan dia begitu kuat."
"Lalu, bagaimana jika suatu hari kalian dipertemukan lagi, mengingat sudah beberapa kali sejak lima tahun lalu, Dallas berusaha mencarimu? Bahkan dia memohon pada ibu dan bapak untuk diberi tahu di mana keberadaanmu," ungkap Bu Sarma membuat jantung Syafana langsung bergolak kencang. Bu Sarma tidak tahu, baru saja Syafana bertemu orang yang dimaksud.
"Sudah, Bu. Jangan ingatkan Syafa pada dia. Syafa sudah melupakannya bahkan sudah mengubur jauh-jauh dari lubuk hati Syafa," mohon Syafa sedih.
"Syafa, ada seseorang di depan mengantarkan ini." Tiba-tiba Pak Syakir menghampiri kamar dan memasukinya, lalu memberikan kantong kresek yang isinya buah-buahan serta kue yang dibeli Syafa tadi di pasar simpang empat.
Syafa cukup terperanjat, ia teringat Dallas yang mengantar paksanya tadi ke rumah ini. Lalu kantong kresek ini? Wajah Syafa berubah pias dan ketakutan, dia tidak mau bertemu lagi dengan Dallas.
"Kamu bertemu dia lagi atau kalian sengaja ketemuan?" selidik Pak Syakir penasaran.
"Kami, kami tidak sengaja bertemu di simpang empat pasar," ujar Syafa gugup sembari menceritakan kronologi pertemuannya dengan Dallas yang tidak diduga-duganya itu.
"Lalu?"
"Tidak ada yang terjadi apa-apa antara kami, Pak," tekan Syafa dengan mata yang sudah sembab.
"Baiklah. Tapi, dia masih ada di teras depan," beritahu Pak Syakir.
"Syafa serahkan semua pada Bapak. Bapak tentu tahu apa yang selalu Bapak lakukan pada orang itu untuk Syafa."
Tanpa menyahut, Pak Syakir tentu saja paham maksud Syafana.
Pak Syakir kembali ke depan menemui Dallas yang tadi mengantarkan kantong kresek Syafana yang tertinggal.
"Pak saya mohon, ijinkan saya bicara dengan Syafa. Saya ingin kembali dengan Syafa." Dallas tiba-tiba memohon saat Pak Syakir baru saja di tiba di teras depan.
"Syafa sudah menikah. Pergilah, kamu sudah tidak memiliki tempat lagi di hatinya." Kalimat tegas itu terlontar begitu saja dari mulut Pak Syakir, membuat Dallas tersentak dan tidak bisa berkata apa-apa lagi.
Dalam hati, Dallas menyangkal bahwa semua ucapan Pak Syakir bohong belaka.
"Saya tidak percaya, saya yakin Bapak berbohong," tuding Dallas.
"Sudah, sebaiknya kamu pergi dari rumah ini. Pintu rumah ini sudah tertutup rapat untukmu. Meskipun sejuta kali kamu datang dan memohon, kami tidak akan pernah menerimamu. Pergi," usir Pak Syakir seperti biasanya.
Ucapan Pak Syakir bagai busur panah yang menancap di ulu hati Dallas. Dallas mematung dengan wajah menunduk ke bawah.
"Sebelum saya pergi dari hadapan Bapak. Tolong sampaikan untuk Syafa, di mana dia sembunyikan darah daging saya? Saya ingin berjumpa dengannya. Jika Syafa sudah tidak bisa saya raih lagi, setidaknya darah daging saya jangan disembunyikan," tegas Dallas sembari membalikkan badan lalu pamit.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam." Pak Syakir menjawab dalam hati sembari menatap kepergian Dallas yang patah hati.
jejak dlu ka ya Lina, iklan mndarat salam dari Sebatas Istri Simpanan.. 🤗